Semua  

MEDIASI KEDUA YAYASAN PERGURUAN TINGGI KRISTEN SATYA WACANA DAN KARYAWAN

Advokat Emanuel Kristian Zebua SH saat hendak sidang mediasi ke-2 di BP3TK Jateng.
Advokat Emanuel Kristian Zebua SH saat hendak sidang mediasi ke-2 di BP3TK Jateng.
Advokat Emanuel Kristian Zebua SH saat hendak sidang mediasi ke-2 di BP3TK Jateng.
Advokat Emanuel Kristian Zebua SH saat hendak sidang mediasi ke-2 di BP3TK Jateng.

JUMAT, 13 September 2019, pukul 10.00 WIB, mediator BP3TK Disnaker Provinsi Jateng, Wagino, mengatakan kepada Edi Sasmita, Wartawan Majalah FAKTA,”Kita akan kasih waktu lagi karena mediasi ini sampai 3 kali maksimal dan ini baru 2 kali. Kemudian kalau tidak ada reaksi, mestinya ke penganjuran”.

Mediasi itu dilakukan dalam rangka penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana Jl Diponegoro No. 60 Salatiga dengan pekerjanya yang bernama Rahayu Pramudo Wardani. Mediasi pertama BP3TK Jateng dilakukan pada 5 September 2019, dengan pokok masalah PHK. Pendapat pekerja bahwa pemberi kerja membayar klaim karyawan terlampir segala kewajiban yang tidak sesuai hukum. Maka demi hukum PHK karyawan itu harus batal dan menetapkan sebagai karyawan tetap. Semua kontrak harus menjadi PKWTT karena tidak sesuai ketentuan hukum. Hasil perundingan belum ada kesepakatan dikarenakan pihak yayasan tidak hadir.

Advokat RS Ananda UKSW, Yacob Adi Kristanto SH.
Advokat RS Ananda UKSW, Yacob Adi Kristanto SH.

Pada tanggal 13 September 2019 dilakukan mediasi kedua. Pihak pekerja mohon diterbitkan anjuran apabila pihak pemberi kerja tidak ada perubahan signifikan terhadap klaim pekerja. “Kami bersedia dipertemukan lagi pada forum tripartite yang akan datang sekali lagi”.

Sedangkan pihak pemberi kerja/RS Ananda UKSW menyatakan akan menyampaikan pertimbangan terhadap Rektor UKSW pada saat rapat hari Senin, 16 September 2019.

Mediator BP3TK Disnaker Provinsi Jateng, Wagino, dan Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Enyk Nurhayatini.
Mediator BP3TK Disnaker Provinsi Jateng, Wagino, dan Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Enyk Nurhayatini.

Menurut mediator BP3TK Disnaker Provinsi Jateng, Wagino , berdasarkan UU No. 13 Tahun 2009 bahwa yang bisa dikontrak kerja adalah pekerjaan yang sekali selesai, kemudian musiman, penjajakan produk baru. “Itu pun tidak terlalu lama, maksimal kalau mau bikin gedung itu 3 tahun. Ini kan perawat, tidak boleh dikontrak. Tidak memenuhi pasal 59. Artinya, kalau rumah sakit mengontrak pekerja, padahal pekerjaannya perawat maka batal demi hukum. Otomatis kalau batal maka itu menjadi karyawan tetap, dan kalau di-PHK mestinya haknya 2 kali berdasarkan pasal 156. Kalau masa kerjanya 2 tahun, uang pesangonnya itu 2 tahun menjadi 3 dikalikan 2 untuk pesangonnya. Uang penghargaan dapat, uang penggantian hak totalnya berapa dikalikan 15%. Cuti yang belum diambil bisa diperhitungkan. Yang jadi masalah adalah kuasa hukum UKSW merasa kliennya baru bekerja 3 bulan waktu di RS sudah habis kontraknya. Makanya kemudian menjadi PKWTT (perjanjian kerja waktu tertentu). Mestinya ada pelanggaran pidana, upahnya di bawah UMK, ternyata pembayarannya masih di bawah, ini ranahnya pengawas. Kalau saya hanya menghitung saja, karena pengakhiran hubungan kerja dengan alasan kontrak habis, kalau mau kerja ya monggo kalau nggak ya nggak. Saat ini katanya tidak operasional, ijin RS-nya belum ada. Yang menjadi masalah adalah menjelaskan pokok permasalahan”.

Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Budi Prabawaning Dyah SH MH saat dikonfirmasi Edi Sasmita dari Majalah FAKTA mengatakan,”Yang penting kita normatif saja sesuai kekurangan upah itu akan diselesaikan Dinas Nakertrans Provinsi Jawa Tengah yang melibatkan bidang pengawasan dan balai pelayanan penyelesaian perselisihan tenaga kerja atau BP3TK. Nanti saya minta dengan perusahaan RS Ananda UKSW 1 minggu selesai”.

Advokat Emanuel Kristian Zebua SH.
Advokat Emanuel Kristian Zebua SH.

Emanuel Kristian Zebua SH, Ristiani Gani Mendrofa SH MH, Caecilia Deasy Kusumaningrum SH adalah para advokat pada Kantor Hukum Emanuel Kristian Zebua &  Partners yang beralamat di Jalan Ki Penjawi II No. 17 RT 003 RW 011 Kelurahan Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 13 Mei 2019, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Rahayu Pramudo Wardani, lahir di Salatiga pada tanggal 12 (dua belas) bulan Mei tahun 1986 (seribu sembilan ratus delapan puluh enam), berkedudukan di Grabag, Kabupaten Magelang, beralamat di Susukan Kelurahan RT 005 RW 002 Desa Grabag, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, pemegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) No. 330818520586004, dalam hal ini mengajukan Permohonan Pengaduan Perselisihan Ketenagakerjaan terhadap Rumah Sakit Ananda Jalan Ki Penjawi No. 5 Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, cq Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro No. 56-60 Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, atas proses pemutusan hubungan kerja yang terjadi mengacu pada Surat Pembantu Rektor III Universitas Kristen Satya Wacana No. 162/PR.III/4/2019 tertanggal 15 April 2019 tentang Pemberitahuan.

Oleh karena itu, Emanuel Kristian Zebua SH menyampaikan beberapa hal sebagai berikut : 1) Bahwa karyawan/kliennya bekerja di Rumah Sakit Umum Ananda Kota Salatiga sebagai Tenaga Kontrak di lingkungan kerja Rumah Sakit Ananda FKIK Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga mulai tanggal 18 Januari 2017 dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerja antara Pdt Prof John A TitaleyI ThD sebagai Rektor UKSW Salatiga dengan Rahayu Pramudo Wardani, yang selanjutnya dilakukan perpanjangan perjanjian kerja berdasarkan perjanjian-perjanjian kerja sebagai berikut : a) Perpanjangan Perjanjian Kerja No. 03/Rek-Satgas RS Ananda/II/2017 tertanggal 14 Februari 2017. b) Perpanjangan Perjanjian Kerja No. 07/Rek-Satgas RS Ananda/III/2017 tertanggal 16 Maret 2017. c) Perpanjangan Perjanjian Kerja No. 11/Rek-Satgas RS Ananda/IV/2017 tertanggal 16 April 2017. d) Perpanjangan Perjanjian Kerja No. 15/Rek-Satgas RS Ananda/V/2017 tertanggal 16 Mei 2017. e) Perpanjangan Perjanjian Kerja No. 19/Rek-Satgas RS Ananda/VI/2017 tertanggal 16 Juni 2017. f) Perpanjangan Perjanjian Kerja tertanggal 16 Juli 2017 (data tidak ada). g) Perpanjangan Perjanjian Kerja No. 29/Rek-Satgas RS Ananda/VIII/2017 tertanggal 16 Agustus 2017. h)Perpanjangan Perjanjian Kerja No. 36/Rek-Satgas RS Ananda/IX/2017 tertanggal 16 September 2017.

Terdapat beberapa temuan dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja tersebut di atas, antara lain : Karyawan diberikan tugas dan tanggung jawab sebagai Tenaga Kesehatan. Memperhatikan jenis pekerjaannya berdasarkan pasal 59 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan seharusnya tidak dapat diberikan PKWT, karena Perawat adalah Karyawan Inti dan bekerja terus-menerus. Maka berdasarkan pasal 59 ayat 7 jo pasal 59 ayat 4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan seharusnya demi hukum menjadi Pekerjaan Waktu Tidak Tertentu.

Mendengar dari pembahasan dalam pertemuan klarifikasi yang diselenggarakan Disperinaker Kota Salatiga diketahui bahwa Disperinaker Kota Salatiga belum pernah menerima kontrak kerja Karyawan untuk dicatatkan mengacu pada Penjelasan pasal 59 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diatur lebih lanjut pada pasal 13 Permenaker No. 100 Tahun 2004. Selanjutnya mengacu pada pasal 52 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa setiap perjanjian kerja yang dibuat tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan yang dapat berakibat demi hukum dan berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Hal tersebut merujuk pada putusan Pengadilan Hubungan Industrial Banda Aceh No. 08/Pdt.Sus.PHI/PLW/2014/PN Bna.

2) Bahwa setelah Perpanjangan Perjanjian Kerja No. 36/Rek-Satgas RS Ananda/IX/2017 berakhir pada tanggal 15 Oktober 2017, Karyawan masih tetap bekerja seperti biasa dan tetap menerima gaji tanpa perjanjian tertulis. Maka berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 57 ayat 1 dan 2 yang mensyaratkan untuk pembuatan secara tertulis terhadap PKWT maka secara otomatis menjadi PKWTT. Hal ini juga ditegaskan dalam Kepmenakertrans No. KEP.100/MEN/VI/2004 pasal 15 ayat 1 yang menyebutkan : “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang tidak dibuat dalam bahasa   Indonesia dan huruf latin berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT) sejak adanya hubungan kerja”.

3) Bahwa Rumah Sakit Umum Ananda Salatiga melalui Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana membentuk badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas dengan nama PT Satya Husada Prima, yang selanjutnya Rumah Sakit Umum Ananda mengadakan Perjanjian Kerja dengan Karyawan masih dalam Bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), sebagai berikut : a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) No. 001/PKWT/RSUA/XI/2017 tertanggal 7 November 2017 yang berlakunya sampai dengan tanggal 6 Februari 2018. Pada PKWT ini ditemukan klausul pada pasal 2 huruf a yang menyebutkan Karyawan hanya menerima 80% gaji pokok. Gaji pokok yang dimaksud adalah sebesar Rp 1.600.000. Sehingga sebagai bukti pada penerimaan pada Desember 2017, dapat diketahui bahwa Karyawan hanya menerima gaji pokok sebesar Rp 1.280.000,- (di bawah upah minimum Kota Salatiga) ditambah dengan tunjangan tidak tetap. Hal ini terjadi karena alasan bahwa Karyawan masih dalam masa percobaan. b) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) No. 001/PKWT/RSUA/II/2018  tertanggal 7 Februari 2018 yang masa berlakunya sampai dengan tanggal 6 Februari 2019. Gaji pokok yang diterima Karyawan selama perjanjian kerja ini berlangsung masih sama dan tidak ada perubahan/perbedaan dengan PKWT sebelumnya yakni sebesar Rp 1.600.000. Terkait dengan hal tersebut di atas maka mengacu pada penjelasan sebelumnya mengenai pasal 59 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka perjanjian kerja tidak dapat diberikan dalam bentuk PKWT. Apalagi telah ada kontrak kerja sebelumnya. Dan dalam kedudukannya tidak ada perubahan kecuali dibentuknya PT Satya Husada Prima yang seharusnya tidak berpengaruh apa pun. Manajemen juga telah keliru menerapkan perjanjian kerja akibat ambigu terhadap pelaksanaan kerja yang seharusnya PKWTT namun diberikan dalam bentuk PKWT sehingga memutuskan secara tidak jelas mengenai penerapan masa percobaan karyawan dalam perjanjian kerja serta pemberian gaji 80% selama masa percobaan.

Berdasarkan pasal 60 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa masa percobaan melarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Pemberi Kerja telah membayar upah di bawah Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 560/50 Tahun 2016 tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017 tertanggal 21 November 2016, Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 560/94 Tahun 2017 tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018 tertanggal 20 November 2017 dan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 560/68 Tahun 2018 tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019 tertanggal 21 November 2018.

Maka Berdasarkan pasal 185 ayat 1 jo pasal 90 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2013) diatur bahwa : “Pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).

4) Bahwa sejak tanggal 7 Februari 2019, Karyawan masih tetap bekerja tanpa perjanjian dan masih menerima gaji. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh Pemberi Kerja adalah karena alasan kemanusiaan. Ada ketidakkonsistenan dalam penjelasan Pemberi Kerja, antara lain : Adanya kesepakatan karena alasan demi kemanusiaan tidak sejalan dengan adanya form yang diterbitkan dan diedarkan kepada seluruh Karyawan untuk pembaharuan kontrak, yang kemudian dikumpulkan pada salah seorang karyawan/bagian. Adanya permintaan dari beberapa Karyawan untuk menerangkan status mereka selama habis masa kontraknya. Sehingga diterbitkanlah surat Pembantu Rektor III UKSW No. 162/PR.III/4/2019 tentang Pemberitahuan yang penjelasan Pembantu Rektor III UKSW pada tanggal 20 Mei 2019 awalnya hanya untuk beberapa Karyawan meminta klarifikasi ke UKSW, namun kemudian diberikan kepada seluruh Karyawan Rumah Sakit Ananda.

Dalam mediasi antara Pemberi Kerja dan Karyawan juga dijelaskan bahwa jika Pemberi Kerja tegas terhadap pelaksanaan Perjanjian Kerja, yakni tidak memperpanjang kontrak sampai dengan 6 Februari 2019 maka perselisihan ini tidak akan terjadi. Maka berdasarkan pasal 57 ayat 1 dan 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mensyaratkan untuk pembuatan secara tertulis terhadap PKWT maka secara otomatis menjadi PKWTT. Hal ini juga ditegaskan dalam Kepmenakertrans No. KEP.100/MEN/VI/2004 pasal 15 ayat 1 yang menyebutkan : “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tentu (PKWTT) sejak adanya hubungan kerja”.

5) Bahwa Pembantu Rektor III UKSW menerbitkan surat No. 162/PR.III/4/2019 tentang Pemberitahuan yang ditujukan kepada Pegawai RSA, yang menyatakan status kepegawaian berakhir 1 Mei 2019. Berdasarkan penjelasan Pembantu Rektor II UKSW pada penjelasan di pertemuan klarifikasi pada tanggal 20 Mei 2019 di Kantor Disperinaker Kota Salatiga dikatakan bahwa alasan diterbitkannya surat tersebut adalah karena ada beberapa Karyawan yang menanyakan statusnya terus-menerus namun tidak memperoleh Perjanjian Kerja dan masih menerima gaji. Maka berdasarkan pasal 155 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan,“Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.”

6) Bahwa Karyawan dan YPTKSW telah mengadakan pertemuan bipartit, sebagai berikut : a) Pertemuan tanggal 14 Juni 2019 tidak dilanjutkan karena permintaan YPTKSW agar pihak Karyawan bisa dihadirkan walau telah ada Kuasa Hukum. b) Pertemuan 21 Juni 2019, yang membahas beberapa pokok, antara lain : YPTKSW merasa bahwa klaim Karyawan tidak fair jika ditujukan kepada UKSW yang menerima pelimpahan sebagai pengelola Rumah Sakit Umum Ananda dari Yayasan. Namun menurut Karyawan bahwa proses pelimpahan harus banyak hal termasuk resiko dan dampak lainnya termasuk masalah karyawan agar supaya tidak terjadi permasalahan di kemudian hari, sehingga tidak fair jika Pemberi Kerja tidak mau bertanggung jawab atas permasalahan ini. YPTKSW menyatakan bahwa mempekerjakan Karyawan selama 3 bulan terakhir karena alasan kemanusiaan, supaya Karyawan bisa sambil mencari kerja lain. Hal tersebut menurut Yayasan telah disepakati pada pertemuan sebelumnya. Namun menurut Karyawan tindakan tersebut hanyalah proses sosialisasi dan bukan proses melakukan kesepakatan, bahkan menimbulkan ketidakpastian karena tidak ada dasar pelaksanaannya. Secara normatif Karyawan habis Perjanjian Kerjanya sebagian besar pada 6 Februari 2019 tidak perlu diperjanjang lagi demi kepastian. YPTKSW tetap pada pendiriannya bahwa tidak menerima Karyawan untuk bekerja kembali kecuali melalui proses rekrutmen. Karyawan menyatakan hal yang sama, karena situasi dan kondisinya sudah tidak memungkinkan maka menerima keputusan YPTKSW, namun demikian YPTKSW wajib memberikan pesangon. c) Pertemuan 27 Juni 2019 membahas beberapa pokok, antara lain : YPTKSW hanya bersedia memberikan 1 kali gaji, sementara Karyawan tidak dapat menerimanya karena nilai tersebut tidak konkrit disampaikan secara tertulis kepada Karyawan dan nilai acuannya tidak jelas. Pada akhirnya YPTKSW dan Karyawan sepakat untuk menindaklanjutinya melakukan tripartit.

6) Bahwa Karyawan melakukan pengaduan ke Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kota Salatiga, sehingga dilakukan pertemuan klarifikasi yang diadakan oleh Disperinaker Kota Salatiga, antara lain : a) Pertemuan pada tanggal 20 Mei 2019 yang membahas beberapa pokok, antara lain : Karyawan meminta agar dipekerjakan kembali. Tidak ada tuntutan lain atas hal tersebut. YPTKSW menolak untuk menerima karyawan bekerja kembali, dan menolak bahwa surat Pembantu Rektor III UKSW menerbitkan surat No. 162/PR.III/4/2019 tentang Pemberitahuan dijadikan dasar pemutusan hubungan kerja. Disperinaker Kota Salatiga meminta agar dilakukan bipartit. b) Pertemuan pada tanggal 10 Juli 2019, membahas beberapa pokok, antara lain : YPTKSW menyatakan merasa tidak punya kepentingan untuk berkoordinasi dan melaporkan hasil bipartit ke Disperinaker Kota Salatiga. Sementara Karyawan telah memberikan laporan dan telah diterima Disperinaker Kota Salatiga. Karyawan meminta agar semua pihak membuat tabel nilai perhitungan untuk Karyawan karena sampai dengan saat ini tidak ada satu pun yang membuat perhitungan secara tertulis namun mengajukan negosiasi pesangon tanpa acuan. c) Pertemuan pada tanggal 25 Juli 2019 membahas beberapa pokok, antara lain : Disperinaker Kota Salatiga menawarkan agar Karyawan menerima usulan 3 kali upah agar bisa tercapai win win solution.  YPTKSW tetap pada pendiriannya sesuai dengan pembicaraan bipartit, hanya akan memberikan 1 kali gaji pada Karyawan. Karyawan menolak karena alasan tidak ada landasan acuan tertulis dari semua pihak sesuai dengan permintaan pertemuan sebelumnya agar disusun dan disampaikan secara tertulis. d) Pertemuan pada tanggal 1 Agustus 2019 YPTKSW menyatakan tidak menerima undangan, sehingga tidak hadir dan menghadiri agenda lain. Karyawan menerima undangan dari Disperinaker Kota Salatiga 3 hari sebelum penyelenggaraan pertemuan, dan hadir pada pertemuan ini. Disperinaker Kota Salatiga menyampaikan bahwa undangan telah disampaikan beberapa hari sebelumnya dan telah diterima oleh pihak UKSW. Bapak Wagino selaku Mediator hadir atas undangan Disperinaker Kota Salatiga menyarankan agar memberi waktu serta menunggu hingga 2 jam. Namun hingga lewat waktu, pihak Pemberi Kerja tidak hadir. e) Pertemuan pada tanggal 12 Agustus 2019 YPTKSW tetap pada keputusannya memberikan 1 kali gaji kepada Karyawan. Karyawan mengajukan perubahan klaim karena terus berlanjut beberapa hari. Bapak Wagino sekalu Mediator akan menindaklanjutinya dengan Tripartit di Semarang, yang undangannya akan disampaikan menyusul.

7) Bahwa dalam hal penerimaan gaji, bahwa Karyawan menerima gaji dari Bagian Keuangan UKSW di mana dalam print out bank disebutkan pada notifikasinya adalah “Gaji Karyawan UKSW”. Bahwa dalam pembayaran gaji Karyawan terdapat beberapa temuan, antara lain : a) Karyawan mengetahui bahwa Karyawan menerima 2 kali tunjangan hari raya, yakni Paskah yang terjadi setiap bulan April dan Natal yang terjadi setiap bulan Desember. b) Perhitungan selisih penerimaan upah akibat tidak mengikuti ketentuan upah minimum, dengan penjelasan pada tabel terlampir juga dengan membandingkan laporan BPJS terutama pada periode tanggal 15 Februari 2018 hingga 13 Desember 2018 dan mengacu pada Informasi Pembayaran Iuran JHT Periode Februari – April 2019 terjadi ketidaksesuaian pada slip gaji Karyawan. Pemberi Kerja melaporkan kepada Pihak BPJS sesuai dengan ketentuan Upah Minimum, sementara pada slip gaji Karyawan lebih rendah. Maka berdasarkan pasal 263 KUHP dapat diancam sanksi pidana. c) Pemotongan Iuran Pensiun pada Desember 2018, Januari 2019 dan Februari 2019 perlu kejelasan mengenai peruntukannya dan pengembaliannya, memperhatikan bahwa Karyawan sudah tidak bekerja lagi. d) Dengan adanya selisih pemberian upah dan segala perhitungan yang tidak normatif, maka seharusnya selisih tersebut dapat diperhitungkan bunga berdasarkan pasal 55 dan 56 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

8) Bahwa selama bekerja sampai dengan diterbitkannya surat Pembantu Rektor III UKSW Nomor 162/PR.III/4/2019 tentang Pemberitahuan, Karyawan belum mengambil hak cutinya sama sekali, sehingga dan seharusnya Karyawan dapat mengajukan uang pengganti hak berdasarkan pasal 13 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 serta penjelasannya Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1954 jo pasal 156 ayat 4 huruf a dan pasal 77 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003.

Kiri : Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Budi Prabawaning Dyah SH MH, Eri Dyah N, Pengawas Diah Lestariningsih. Kanan : Advokat Emanuel Kristian Zebua SH di Ruang Rapat Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Jateng.
Kiri : Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Budi Prabawaning Dyah SH MH, Eri Dyah N, Pengawas Diah Lestariningsih. Kanan : Advokat Emanuel Kristian Zebua SH di Ruang Rapat Kabid Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Jateng.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijabarkan tersebut di atas, bersama ini Karyawan telah melakukan mediasi baik melalui bipartit, klarifikasi maupun tripartit, namun demikian pihak Pemberi Kerja sama sekali tidak mengakui keabsahan atas pelaksanaan hubungan kerja dengan Karyawan hingga pemutusan hubungan kerjanya sebagaimana dijabarkan di atas, sehingga hanya bersedia memberikan 1 kali upah sebagai kompensasi. Oleh karena itu, melalui surat ini Karyawan memohon dan mengajukan : 1) Untuk mengajukan Pengaduan atas pelanggaran ketentuan-ketentuan peraturan perundangan sebagaimana yang dijabarkan di atas, antara lain terhadap pelaksanaan seluruh Perjanjian Kerja, pembayaran gaji di bawah ketentuan peraturan perundangan, pemotongan iuran dan asuransi yang berbeda, pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang dilakukan oleh Pemberi Kerja, dengan memberikan sanksi administratif dan pidana atas pelanggaran ketentuan-ketentuan peraturan perundangan sebagaimana yang dijabarkan di atas. 2) Permohonan agar dilakukan pemeriksaan atas seluruh perjanjian kerja, pembayaran gaji, asuransi dan iuran, surat-surat keputusan, peraturan-peraturan terkait Karyawan, proses pelaksanaan pemutusan hubungan kerja serta seluruh klaim Karyawan, yang selanjutnya diterima dan ditetapkan untuk dilaksanakan oleh Pemberi Kerja. 3) Menyatakan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja batal demi hukum, menetapkan Karyawan sebagai Karyawan tetap, dan akibat pemutusan hubungan kerja ini Karyawan diberikan pesangon sesuai dengan permohonan terlampir. (F.867)