
KETIKA hakim bertanya apakah saudara pernah dimintai keterangan soal mesin pemusnah limbah B3, Saksi dr R Agus Sunaryo SpPD (Mantan Dirut RSUD Salatiga) menjawab,”Sekarang saya menjabat dokter fungsional di RSUD, bekerja sejak tahun 1999, jadi direktur mulai tahun 2012 sampai Oktober 2017, kemudian saya mengundurkan diri. Sebelumnya menjadi Kabid Pelayanan, Wadir Pelayanan, kemudian menjabat Direktur berturut-turut. Tanggung jawab saya sebagai Direktur adalah semua yang bersifat pelayanan mengikuti regulasi harus dilakukan dengan baik. Karena bisnis RS adalah pelayanan. Ada dua Wadir Pelayanan Keuangan dan Administrasi Keuangan di bawah ada Kabid untuk Administrasi ada Kabid Keuangan Sekretariat. Permasalahan terkait limbah B3 saya tahunya kejadian itu pada pertengahan Januari 2019 dari media massa. Saya masuk kerja sebagai dokter fungsional dipanggil oleh instalasi HD kok ada berita jual beli jerigen limbah B3 dan botol-botol infus, mulai tahu yang membawahi limbah B3 dari Direktur ke Wadir Pelayanan kemudian Kepala Instalasi, KIPRS waktu itu Slamet Riyanto. Satu jalurnya adalah di bawah Wadir Pelayanan, di bawah itu ada Kasi-Kasinya. Tahun 2016 yang membawahi limbah B3 IPSRS”.

Lalu hakim ketua bertanya lagi, apa saja yang menjadi kewenangan bagian sampah ? Dijawab Saksi dr R Agus Sunaryo SpPD,”Yang sebagian saja kerjasama kepada pihak ketiga, hanya dikumpulkan di RS kemudian kita berikan ke pihak ketiga yang berijin kerjasama PT Medifest. Kemudian sempat terganggu, tidak mendapat ijin, hampir seluruh di Jawa Tengah sebagai transporter limbah B3 dikirim ke Jawa Barat. Sementara ijinnya ditutup, kita ke SPJ”.
Hakim bertanya pula, di tahun 2016 ada permasalahan tidak ? Saksi dr Agus Sunaryo menegaskan bahwa masalah limbah B3 lancar-lancar saja karena waktu itu persiapan akreditasi mulai 2015-2016. “Biasanya yang namanya penelusuran cek tiap ruangan. Penerapannya dari semua akreditasi adalah bagian penilaian yang selalu melakukan pengawasan secara cermat, supaya kita dapat predikat akreditasi ijin MoU dengan Medifest selalu ditandatangani oleh Direktur Utama”.
Lalu hakim bertanya,”Ketika saudara tidak menjabat direktur lagi, limbah B3 baik-baik saja, tidak ada masalah ?” Dijawab Saksi dr Agus Sunaryo,”Itu saya tidak tahu. Saya hanya mendengar berita di koran ada penjualan jerigen limbah B3 dengan botol infus, oknum hemodialisa yang melakukan penjualan itu. Yang saya tahu, jerigen plastik limbah B3 isinya cairan untuk cuci darah”.

Hakim juga memeriksa para saksi lainnya yang hadir dalam persidangan perkara pidana atas nama terdakwa Muh Achmad Dardiri, Senin, 7 Oktober 2019, dengan agenda memeriksa para saksi dengan Surat Panggilan Saksi No : B-1644/M.3.20/Eku.2/09/2019, di PN Salatiga tersebut. Para saksi lainnya itu adalah dr Riani Isyana Pramasanthi MKes, Riawan Widiatmoko dari Dinas Lingkungan Hidup, dr Sri Pamuji Eko Sudarko MKes (Dirut RSUD Kota Salatiga), Danang (pihak ketiga/transporter limbah B3), Slamet Rianto, Aris Budiono (Koordinator HD), dan saksi dari penyidik Polres Salatiga (Panji Guna).
Saat dikonfirmasi di tempat terpisah oleh Edi Sasmito dari Majalah FAKTA, dr Agus Sunaryo SpPD menegaskan bahwa penghasil limbah B3 sesuai SOP yang ia buat, mereka harus memilih dahulu setelah dipilih kemudian dimasukkan di kantong khusus yang menandakan dia limbah B3. Kemudian dikirimkan dari ruang HD dimasukkan ke kantong kuning besar kemudian dikirim ke TPS. (F.867)






