FAKTA – Upaya menciptakan pendidikan yang lebih inklusif kembali mendapat dorongan positif. Universitas Borneo Lestari (UBL) memperkenalkan Lentera, sebuah aplikasi digital yang dirancang untuk memantau perkembangan anak berkebutuhan khusus. Aplikasi ini resmi diperkenalkan di SDN 5 Loktabat Utara melalui program pengabdian kepada masyarakat yang melibatkan dosen dan mahasiswa lintas disiplin.
Peluncuran tersebut dihadiri Kepala Sekolah SDN 5 Loktabat Utara, Krisdiana Anggraini, S.Pd., M.Pd., bersama jajaran guru kelas maupun guru mata pelajaran. Dalam sambutannya, Krisdiana menilai Lentera sebagai terobosan yang sangat dibutuhkan di sekolah inklusi.
“Kami berharap aplikasi ini bisa menjadi alat bantu penting bagi para guru untuk memahami perkembangan anak-anak berkebutuhan khusus secara lebih sistematis, baik dari sisi akademik maupun emosional,” ungkapnya.
Tim pengembang Lentera dipimpin oleh Ibrahim Rully Effendy, S.Kom., M.M., dengan anggota Rahmi Hidayati, S.Pd., M.Pd. (dosen PGSD), dan Apt. Muhammad Maulidie Alfiannor, S.M.Farm. (dosen Farmasi). Mahasiswa dari program studi PGSD juga ambil bagian, terutama dalam uji coba serta implementasi teknis di lapangan.
Menurut Rully, Lentera merupakan hasil kolaborasi multidisipliner yang menggabungkan teknologi, pedagogi, dan kesehatan.
“Kami ingin menghadirkan sebuah medium yang membantu guru bukan hanya mencatat, tetapi juga memahami kebutuhan individual setiap anak. Dengan begitu, pendidikan yang diberikan bisa lebih tepat sasaran,” jelasnya.
Aplikasi Lentera memungkinkan pendidik mendokumentasikan perkembangan siswa dalam berbagai aspek, mulai dari kemampuan belajar, interaksi sosial, kestabilan emosi, hingga pola perilaku. Data yang tersimpan dapat menjadi dasar evaluasi serta bahan refleksi bagi guru maupun orang tua.
Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UBL, sebagai bagian dari komitmen kampus dalam menghadirkan solusi nyata untuk masyarakat.
Harapannya, inovasi seperti Lentera tidak berhenti di satu sekolah saja, melainkan dapat diperluas ke lebih banyak lembaga pendidikan. Dengan begitu, iklim belajar yang inklusif semakin mudah diwujudkan dan anak-anak berkebutuhan khusus memiliki ruang tumbuh yang optimal. (Stany)






