GEDUNG Pelayanan Publik atau Gedung Graha Sewaka Dharma yang bercokol di Jalan Majapahit, Lumintang, Denpasar Utara, kembali dibidik tim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi). Kali ini dilakukan oleh tim Direktorat Reskrimsus Polda Bali, terhadap para pihak terkait proses pembangunan gedung. Itu mulai dari Kepala Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar, pengawas dan team leader serta dua direksi proyek, juga PPK proyek.
Putu Sukardja, sebelumnya menjabat selaku Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Bangunan Dinas Tata Ruang Kota Denpasar, sekaligus ditunjuk sebagai PPK proyek gedung, saat ini telah pensiun, pun tidak menampik jika para pihak terlibat proses pembangunan gedung itu termasuk dirinya diperiksa pihak Polda Bali. Itu atas kerusakan yang dialami gedung itu, di antaranya keretakan di beberapa bagian dinding, termasuk di bagian dalam gedung.
“Hanya pemeriksaan biasa. Pada 2012 lalu pun pernah dilakukan oleh pihak Polresta Denpasar, Pak. BPK pun sudah 2 kali melakukan pemeriksaan. Dan tidak ada masalah,” ujar Sukardja, sembari menyebutkan bahwa gedung tersebut juga telah dilakukan perbaikan saat masa pemeliharaan.
Sementara Made Kusuma Diputra, Kadis Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar, yang ditemui terpisah malah meminta FAKTA menemui Ida Bagus Rahoela, Kabag Humas dan Protokol Pemkot Denpasar, dengan alasan atas perintah Walikota supaya keterangan dilakukan satu pintu dari pihak Humas kendati itu terkait informasi teknis yakni pembangunan gedung.
Atas permintaan itu pun Rahoela saat ditemui FAKTA, hanya menjelaskan secara umum. Di antaranya faktor penyebab terjadinya retak rambut itu, yang menurutnya karena faktor tanah yang labil. “Penyebab lainnya, pengeringan saat proses penembokan dinding tidak seimbang. Retak rambut itu wajar terjadi, dan teknis dalam hal ini tidak salah,” ujar Rahoela saat ditemui di ruang kerja kantornya, pada Senin (25/8).
Retak rambut, seperti pendapat Rahoela, boleh saja disebut hal yang wajar dialami sebuah gedung. Namun jika asumsi lain menyebutkan bahwa itu terjadi lantaran kualitas acian plesteran kurang baik, serta tidak ada antisipasi atas faktor cuaca dan kondisi tanah, itu sedikit tidaknya mengarah terhadap spek yang belum tercapai. Mengingat gedung, apalagi gedung pemerintah, dibangun dengan desain dan detail spek dari konsultan perencana yang harus direalisasikan kontraktor di bawah pengawasan tim pengawas proyek dan konsultan supervisi. “Bicara spek, harus berdasarkan uji lab, Pak. Tidak bisa hanya dilihat dari keretakan saja,” tandas Rahoela.
Usut punya usut, Gedung Graha Swaka Dharma yang dibangun oleh kontraktor PT Ardi Tekindo Perkasa dengan nilai kontrak sebesar Rp 40.752.000.000, konsultan perencana PT Gaharu Sempana dan supervisi dari PT Narada Karya, itu ternyata tidak hanya mengalami retak di beberapa dindingnya termasuk di bagian dalam gedung. Melainkan juga mengalami kebocoran di beberapa titik areal basement, yang diakui beberapa staf berkantor di gedung tersebut sudah terjadi sejak ditempati, bahkan kebocoran itu telah berakibat jebolnya plafon. Di bagian luar atas sisi Timur-Selatan terdapat beberapa bata merah terlepas, dan plesteran dinding tembok rontok selebar sekitar 15-20 cm. (F.915)R.26