Semua  

Kepala Desa Harus Diaudit Bukan Dikriminalisasi

DESA kini semakin jadi incaran. Nyaris semua mata elemen bangsa tertuju ke desa. Politisi ramai-ramai ke desa. Tim calon anggota dewan hingga calon presiden kian gencar menggarap desa. Bahkan tim dari aparat penegak hukum pun menggebrak desa. Catatan FAKTA, hingga pertengahan Desember 2018, sudah 18 kepala desa (kades) di Sulsel yang menjadi tersangka dan terpidana kasus dugaan korupsi. Dan masih banyak kades yang jadi calon tersangka korupsi. Sebab banyak memanfaatkan dana desa (DD) untuk kepentingan pribadi. Mereka akhirnya dijerat kasus korupsi dalam pengelolaan anggaran dana desa (ADD).

Godaan ADD mulai menggoyang Sulsel sejak tahun 2014. Setiap tahun ADD Sulsel semakin meningkat. Awalnya hanya Rp 635 milyar, kini sudah mencapai Rp 2,3 triliun. Siapa kades yang tidak tergiur dengan nilai uang sebesar itu ? Apalagi kades tersebut baru kali pertama melihat uang sebanyak itu. Sehingga nekad menggunakan kesempatan itu untuk kepentingan pribadinya.

Setiap kades dari 2.255 desa di Sulsel berkesempatan mengelola dana itu hingga Rp 1,8 milyar. Sejak tahun 2014, sudah Rp 5,7 triliun ADD masuk Sulsel. Nah dari Rp 5,7 triliun itu sudah miliaran rupiah yang diusut dan menjadi temuan aparat penegak hukum. Sebagian sudah terbukti diselewengkan dan sebagian lagi masih dalam tahap dugaan. Untuk menghindari kades korupsi ADD seharusnya setiap enam bulan dilakukan audit penggunaan ADD.

Di hadapan ratusan kades dan aparatur desa di Nanggroe Aceh Darussalam pada Jumat (14/12/2018), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta aparat penegak hukum tidak hanya fokus mencari kesalahan administratif perangkat desa dalam pengelolaan ADD. Menurut Jokowi, pengelola ADD tidak boleh dikriminalisasi tetapi harus dipantau penggunaannya. Dan sebaiknya dilakukan audit setiap akhir tahun agar tidak terjadi kriminalisasi kades yaitu mencari kesalahan ringan dari kades yang tidak terindikasi korupsi.

“Adanya pengucuran dana desa sejak empat tahun lalu itu bertujuan agar dana pemerintah tidak hanya berputar di kota dalam hal ini di Jakarta, tapi juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di pedesaan dan digunakan untuk kemakmuran desa. Jadi, jika ada pembangunan di desa usahakan beli bahan materialnya di desa juga agar uangnya bisa diputar di desa, jangan beli ke kota lain,” kata Jokowi.

Menurut Jokowi, setelah dana desa selesai digunakan untuk membangun infrastruktur, maka pada tahun 2019 bisa mulai difokuskan pada pengembangan ekonomi rakyat. “Ingat, sekali lagi saya ingatkan, hati-hati menggunakan keuangan negara ini. Apalagi ini sudah masuk tahun politik, jangan sampai tergelincir dan jangan sampai kondisi politik juga memecah-belah antarwarga dengan warga dan warga dengan perangkat desanya. Sekali lagi jaga kerukunan dan silaturahmi,” kata presiden.

Ketua Pokja Masyarakat Sipil Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Idham Arsyad, mengingatkan, pembangunan harus terfokus pada kesejahteraan rakyat, khususnya yang ada di desa seluruhnya. “Rakyat adalah nyawa bangsa ini. Karena itu pembangunan di desa mutlak harus dijalankan,’’ kata Idham pada acara bimtek kerjasama dan kemitraan masyarakat desa regional Sulsel di Hotel Best Western Plus Makassar, Selasa (6/11/2018).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Fajlurrahman Jurdi SH MH, menegaskan, kades perlu belajar mengelola dana desa. Apalagi dana desa yang dikucurkan pemerintah kepada setiap desa cukup besar. “Kades harus belajar agar mengetahui administrasi dan akuntansi keuangan. Itu sangat penting dalam pengelolaan dana desa’’.

Selain itu, lanjut mantan Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tersebut, kades perlu dilatih atau mengikuti bimbingan teknis (bimtek) pengelolaan keuangan dana desa, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring penggunaan dana desa. “Perlu juga ada koordinasi secara struktural, mulai di tingkat kecamatan sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun sudah ada pendamping desa, tetapi tetap harus ada koordinasi secara struktural. Itu dibutuhkan”.

Zainuddin, warga Pangkep dan Kepulauan, mengatakan bahwa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam struktur pemerintahan khususnya perbuatan yang merugikan negara, sebaiknya para calon kades harus pendidikan sarjana atau S1 sehingga memiliki SDM yang baik. “Bukan kita memilih kades sekedar karena orang kaya di desa atau sebagai tokoh masyarakat, tetapi belum tentu bisa menguasai pembangunan dan pengelolaan ADD. Sehingga untuk ke depan pemerintah harus membuat aturan untuk calon-calon kades yang multi guna, apalagi jaman sekarang, jaman now, harus mengetahui tentang perkembangan dunia maya. Kades-kades sekarang masih ada yang SDM-nya sangat feodal,” kata penulis buku “Korupsi Kekuasaan” ini sambil menambahkan bahwa setiap kesalahan administrasi yang mengakibatkan kerugian negara tetap harus diproses hukum tanpa memandang kerugian negaranya besar atau kecil. “Itu tetap harus diproses hukum. Tapi penegak hukum pun harus netral dalam menangani setiap kasus dugaan penyalahgunaan keuangan negara,” ujarnya. (F.546)