KOMISI Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat pada tahun 2016 terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan, berarti sekitar 728 kasus setiap hari. Angka tersebut didapatkan dari pengadilan agama sejumlah 245.548 kasus dan lembaga mitra Komnas Perempuan sejumlah 13.602 kasus. Kekerasan seksual termasuk bentuk kekerasan paling menonjol, hingga sejumlah kalangan menilai Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Dalam 4 tahun terakhir (2012 – 2015) berdasarkan pemantauan komnas perempuan, menemukan bahwa rata-rata 3.000 – 6.500 kasus kekerasan seksual terjadi setiap tahunnya, di ranah personal/rumah tangga maupun komunitas.
Pola kekerasan terhadap perempuan semakin kompleks, beragam pola dan tingkat kekerasannya, serta lebih cepat dari kemampuan negara untuk merespon. Salah satunya adalah kekerasan dan kejahatan cyber yang semakin rumit pola kasus kekerasannya. Bentuk pelecehan seksual melalui serangan di dunia maya yang dirasakan dapat berdampak langsung dan berjangka panjang pada korban. Namun terkadang pelaku sulit dideteksi, sedangkan respon dan perlindungan hukum belum cukup memadai, karena disederhanakan menjadi ranah UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).
Kekerasan seksual yang dialami seseorang memiliki berbagai macam dampak negativ hingga mempengaruhi kualitas hidup korban, bahkan Badan Kesehatan Dunia PBB menyatakan kekerasan seksual memberikan dampak yang serius terhadap kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia. Dampak dari kekerasan seksual mencakup dampak fisik, sosial, maupun psikologis. Kekerasan seksual yang dilakukan secara langsung memberikan dampak fisik seperti pendarahan, luka internal, kerusakan organ internal, kehamilan tidak diinginkan (KTD), penularan penyakit menular seksual (PMS), kanker leher rahim, hingga kematian.
Korban kekerasan seksual juga berpotensi dikucilkan dalam kehidupan sosial, mulai jarang berkomunikasi dengan teman, keluarga, bahkan bagi korban yang mengalami KTD di luar nikah akibat kekerasan seksual mengalami stigma sosial. Selain itu, dampak psikologis juga dirasakan tidak hanya disebabkan oleh kekerasan seksual secara langsung, namun juga pelecehan seksual dalam dunia maya. Dampak yang timbul berupa syok, ketakutan, kegelisahan, depresi yang berkepanjangan hingga berpotensi menimbulkan gangguan jiwa.
Permasalahan kesehatan jiwa yang dapat timbul pada perempuan korban kekerasan antara lain stress pasca trauma yang ditandai dengan selalu tegang, ketakutan, gelisah, takut tidur, takut sendirian dan mimpi buruk, depresi, gangguan panik dan keluhan psikosomatis. Gangguan psikologis berefek jangka panjang ketika tidak mendapat penanganan yang tepat, ketika kekerasan terjadi pada anak dapat mempengaruhi aktualisasi diri korban, hubungan dengan orang lain serta persepsi tentang masa depannya.
Di sisi lain, upaya penanganan dan perlindungan bagi korban masih belum sebanding dengan beratnya dampak kekerasan seksual yang dialami korban. Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi bagian dari upaya penguatan hukum yang sedang diperjuangkan untuk disahkan sebagai bentuk pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan seksual di Indonesia. Kekhususan dari undang-undang ini meliputi ketentuan tentang pemulihan korban, restitusi, rehabilitasi pelaku sebagai bagian dari pemidanaan, dan keharusan adanya acara peradilan pidana kekerasan seksual. Tentunya, undang-undang ini akan melindungi setiap orang terutama perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan lainnya.
Untuk itu, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Papua sebagai bagian dari Aliansi Satu Visi (ASV) yakni aliansi yang mendukung pemenuhan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi berupaya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terkait kekerasan seksual yang berdampak besar pada kesejahteraan dan kesehatan mental. Melalui rangkaian perayaan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang dilaksanakan bersamaan dengan Hari Aids Sedunia (HAS) 2017 di Kabupaten Keerom, PKBI Daerah Papua bersama ASV yang tergabung dalam jaringan #gerak bersama berupaya mendorong pengesahan RUU penghapusan kekerasan seksual. Upaya ini diwujudkan melalui pawai anti kekerasan dan pelecehan seksual serta KDRT, Diskusi Interaktif dan pemutaran film bertajuk enam belas film festival yang diadakan di level nasional dan Daerah Papua di Kabupaten Keerom. Diharapkan pemutaran film dan diskusi akan semakin meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan peraturan yang berpihak pada korban dan mendorong segera disahkannya RUU PKS.
Dalam momen ini pula bertepatan dengan peringatan Hari Aids Sedunia (HAS) yang diperingati setiap tanggal 1 Desember setiap tahunnya, bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap penyebaran AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penularan HIV yang meluas. Konsep ini digagas pada Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia ketika mendiskusikan program penanggulangan HIV-AIDS pada tahun 1988. Sejak saat itu tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS oleh pihak pemerintah, organisasi internasional dan lembaga sosial masyarakat di seluruh dunia.
Tema nasional untuk Hari AIDS Sedunia tahun 2017 adalah “Saya Berani, Saya Sehat !” yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian seluruh masyarakat terhadap HIV-AIDS dengan cara melakukan tes HIV dan melanjutkan dengan pengobatan ARV jika terdiagnosa HIV sedini mungkin. Dengan mengetahui status kesehatan sejak dini maka kita telah melakukan perlindungan terhadap keluarga dan orang yang kita sayangi. Hal ini yang mendasari kalimat “Lindungi Yang Tersayang Dari HIV” menjadi sub tema HAS tahun 2017.
Semakin banyak masyarakat mengetahui status HIV dan mendapatkan pengobatan ARV dini maka hal ini dapat mendorong percepatan tercapainya penurunan epidemi HIV sehingga Indonesia dapat mencapai “3 Zero” yaitu (1) tidak ada infeksi baru HIV, (2) tidak ada kematian akibat AIDS dan (3) tidak ada stigma dan diskriminasi untuk mencapai Eliminasi HIV pada 2030.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di halaman Kantor Kampung Wonorejo Arso PIR IV, Distrik Mannem Arso Timur, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, pada Minggu, 3 Desember 2017, jam 18.00 wit. Pelaksananya adalah PKBI Daerah Papua, KPA Kabupaten Keerom dan Youth Forum Papua. Para pihak yang hadir dalam kegiatan ini antara lain Kepala Kampung Wonorejo PIR IV, Kepala Distrik Mannem, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Keerom, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom, Staf KPA Kabupaten Keerom, remaja putra dan putri di Kabupaten Keerom, Ketua PKK Kabupaten Keerom, Kapolres Kabupaten Keerom (PPA), Kepala Distrik, Karang Taruna, tokoh agama dan tokoh masyarakat serta wartawan media cetak dan elektronik. Serta anggota TNI dan Polri ikut meramaikan kegiatan sekaligus melakukan pengamanan. (Rilis)