Utama  

Kabut Asap Membuat Pemerintah Indonesia ‘Terpojok’

Indonesia membutuhkan pesawat amfibi pengebom air untuk membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan
Indonesia membutuhkan pesawat amfibi pengebom air untuk membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan

KONDISI kebakaran hutan dan lahan yang berimbas ke ranah domestik hingga luar negeri menyebabkan pemerintah Indonesia terpojok, menurut kalangan pegiat.

Rendi Khasmi, pegiat dari Aliansi Gerakan Rakyat Riau melawan Asap, mengatakan situasi di sejumlah provinsi di Sumatera dan Kalimantan sudah sedemikian parah sehingga pemerintah Indonesia perlu meminta bantuan asing.

“Situasinya sekarang sangat kritis. Di Pekanbaru saja, banyak warga yang terkena infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Ini sudah mendesak tidak hanya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan serta Kalimantan, tapi juga di negara-negara tetangga yang sudah terkena dampak kabut asap. Sudah sangat terpojok,” kata Rendi.

Hal itu diutarakannya setelah Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pihaknya meminta Singapura, Rusia, Malaysia, dan Jepang membantu memadamkan api di hutan dan lahan.

Pada Kamis (08/10), Kementerian Luar Negeri Thailand menyatakan prihatin dengan kabut asap kiriman Indonesia yang melanda sejumlah provinsi di bagian selatan negera tersebut.

Thailand prihatin

Personel TNI diturunkan untuk membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah
Personel TNI diturunkan untuk membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah

“Mereka menyampaikan concern mengenai dampak asap yang sudah sampai di beberapa provinsi di Thailand selatan yang berbatasan dengan Malaysia,” ujar Luthfi Rauf, Duta Besar Indonesia untuk Thailand kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.

Suara pemerintah Thailand senada dengan pemerintah Singapura dan Malaysia.

Bulan lalu, Menlu Singapura menyatakan bahwa Indonesia menunjukkan perilaku yang “sangat tidak memikirkan keselamatan warga kami, dan warga mereka sendiri”.

Kemudian, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, telah mendesak Indonesia segera menindak pihak yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, menyusul kembali ditutupnya sekolah-sekolah di negeri itu pada 5-6 Oktober akibat kabut asap yang semakin tebal.

ISPA

Setidaknya ada 28,06 juta penduduk Indonesia yang terkena dampak kabut asap, menurut BNPB, per data Senin 5 Oktober 2015
Setidaknya ada 28,06 juta penduduk Indonesia yang terkena dampak kabut asap, menurut BNPB, per data Senin 5 Oktober 2015

Desakan agar pemerintah Indonesia memadamkan kebakaran hutan dan lahan juga disuarakan Hendri, seorang warga Pekanbaru, Riau. Pria wiraswasta itu memiliki dua anak yang menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).

“Pemerintah harus cepat bertindak karena anak-anak kami bagaimana ? Mereka tidak mendapat suplai oksigen. Mereka tidak bisa bermain seperti teman-temannya di Pulau Jawa dan Jakarta,” ujarnya seraya menangis.

Dia mengaku harus memberi saluran oksigen kepada kedua anaknya dari sebuah tabung agar mereka bisa bernapas lega.

Tabung yang dibelinya seharga Rp 850.000 itu mengalirkan oksigen secara nonstop selama tiga jam. Setelah isinya habis, tabung itu harus diganti dengan biaya Rp 35.000.

“Dokter mendiagnosa kedua anak saya kekurangan oksigen. Yang bungsu diberikan sedikit-sedikit karena daya tahan tubuhnya cukup kuat, sedangkan yang sulung tubuhnya lemah. Tidurnya pun sulit, napasnya tersengal dan kadang muntah,” kata Hendri.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah titik api di Sumatera dan Kalimantan masih mencapai ratusan, meski telah menurun selama sebulan terakhir.

Pada Kamis (08/10), jumlah titik api di kedua pulau mencapai 977, berkurang setengahnya dari September lalu.

Alasan Indonesia Tolak Bantuan Singapura

Tak hanya lahan yang terbakar dalam proses pemadaman kebakaran di lahan gambut akan menghasilkan asap juga
Tak hanya lahan yang terbakar dalam proses pemadaman kebakaran di lahan gambut akan menghasilkan asap juga

Pemerintah Indonesia belum menerima tawaran dari Singapura untuk membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan karena paket bantuan yang diajukan saat ini tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, Indonesia sebenarnya membutuhkan pesawat pembom air atau pesawat amfibi tipe Beriev Be-200 buatan Rusia atau CL-215 buatan Canadair.

Lewat pernyataan resmi Kementerian Pertahanan (MINDEF) dan Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) mengatakan bahwa mereka sudah menyiagakan pesawat C-130 untuk operasi modifikasi cuaca, satu helikopter Chinook dengan penampungan air untuk pemadaman api dari udara dan dua pesawat C-130 untuk mengangkut tim pemadam kebakaran dari Pasukan Pertahanan Sipil Singapura (SCDF)

“Bantuan internasional harus sesuai dari negara yang terkena bencana,” kata Sutopo usai konferensi pers soal strategi percepatan penanganan operasi darurat bencana asap di Jakarta, Selasa (6/10).

Sutopo mencontohkan, ketika Jepang mengalami bencana tsunami pada 2011 lalu, Indonesia ingin mengirimkan bantuan makanan dan selimut.

Jepang, menurutnya, menanyakan selimut seperti apa yang akan dikirimkan oleh Indonesia. Mereka pun harus mencicipi dulu makanan yang akan dikirimkan untuk memastikan sesuai dengan lidah Jepang.

“Akhirnya, banyak yang menurut kita dibutuhkan tidak dipakai oleh mereka. Jadi kita sama, (jika) Singapura ingin membantu, butuh yang sesuai. Kami butuh yang namanya pesawat pembom air, pesawat amfibi. Sekali dia terbang, itu masuk ke danau, ke sungai, ke laut, mengangkut 25,7 ton (air). Ini permintaan kita. Terserah di sana mau pengadaan (seperti apa). Sekali pukul, (api di lahan seluas) satu sampai 1,6 hektar langsung mati. Kecuali dibantu 20 chinook (oleh Singapura), mau kita, ” kata Sutopo.

Zat kimia

Kabut asap yang tebal telah mengakibatkan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) pada orang dewasa dan anak-anak di Sumatera dan Kalimantan
Kabut asap yang tebal telah mengakibatkan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) pada orang dewasa dan anak-anak di Sumatera dan Kalimantan

Kepala BNPB, Willem Rampangilei, juga mengatakan bahwa pemerintah saat ini baru berkomunikasi diplomatik soal tawaran bantuan dengan Singapura, belum dengan Malaysia, meski pemerintah Malaysia sudah menawarkan bantuan pasukan militernya untuk mengatasi kebakaran.

“Jangan dianggap bahwa Indonesia itu alergi dibantu. Kita sangat simpati, kita justru happy kalau tetangga itu menawarkan bantuan, itu menunjukkan ASEAN brotherhood. Tetapi kita mesti lihat, bantuan itu kontribusinya seberapa jauh dalam penyelesaian masalah ? Tolong dilihat ini juga,” kata Willem.

BNPB juga akan menguji pemakaian zat kimia baru yang dalam proses memadamkan kebakaran hutan dan lahan bisa sekaligus menurunkan suhu secara drastis di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, karena di sana konsentrasi titik api berada.

Dengan memadamkan suhu secara drastis, Willem berharap hal itu bisa mengurangi kabut asap mengingat proses pemadaman kebakaran hutan di lahan gambut akan menghasilkan asap.

Menurut rencana, ada 40 ton zat kimia berbentuk pupuk yang akan disebar dengan metode pengeboman air atau menggunakan mobil pemadam kebakaran.

“Kita belum beli (zat kimianya), orangnya saya suruh coba. Kalau misalnya bagus, ya saya suruh beli, kalau enggak ya itu promosi,” kata Willem.

Bencana nasional

Willem juga menanggapi soal bencana kabut asap yang belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Menurutnya, status bencana nasional harus ditetapkan melalui peraturan pemerintah, namun peraturan pemerintah tersebut belum dibuat.

Status bencana nasional, menurut Willem, juga tergantung pada jumlah korban, namun, “mencari kesepakatannya pun juga susah.”

Menurut Willem, dia sudah mengklarifikasi ke Menteri Kesehatan tentang korban meninggal. Namun, menurutnya, dari hasil klarifikasi, mereka yang meninggal bukan karena ISPA tapi karena penyakit lain.

Selain itu, salah satu ciri bencana nasional adalah pengerahan sumber daya nasional. Tetapi, tanpa penetapan status bencana nasional pun, pemerintah pusat sudah mengirimkan TNI, 17 helikopter, dan anggaran dari pusat.

“Bahwa Indonesia sudah mengerahkan sumber daya nasional untuk mengatasi karhutla, dengan demikian, status itu tidak akan berpengaruh. Apakah kalau sudah ditetapkan bencana nasional, lalu apa bedanya ? Orang kita sudah mengerahkan sumber daya ke sana, baik anggaran, aset, maupun personel,” ujarnya.

Berdasarkan data BNPB per Senin (5/10) sore, ada 28,06 juta penduduk Indonesia yang terpapar oleh kabut asap.

Angka ini diperoleh berdasarkan peta titik panas dan kabut asap dengan hasil sensus penduduk di wilayah-wilayah tersebut per 2010. Sehingga, menurut jubir BNPB, penduduk Indonesia yang terdampak kabut asap bisa lebih tingi dari jumlah tersebut. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com