DIKI Ginanjar, Kepala Asuransi Jasa Raharja Cabang Bojonegoro Wilayah Kerja : Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan, menjelaskan bahwa selama lima bulan dari awal Januari hingga akhir Mei 2017 pihaknya telah membayar klaim dana santunan kepada para korban kecelakaan di jalan raya sebesar Rp 4,4 milyar.
Menurut bapak 3 putra kelahiran Jakarta ini, korban yang terbanyak adalah luka berat, pembayaran klaimnya hingga mencapai Rp 2,7 milyar, korban meninggal dunia Rp 1,6 milyar dan luka ringan Rp 100 juta.
Adapun yang dimaksudkan prima servis yakni jangan sampai menunda pekerjaan, bahkan harus mengoptimalkan pelayanan. Karena yang dilayani adalah para orang kesusahan. Sehingga pagi kejadian siang harus kita serahkan santunannya, dengan langkah proaktif, ramah, ikhlas, mudah dan empati.
“Niat ikhlas dan tidak menunda-nunda memberikan hak orang lain itu pada prinsipnya tugas, selain bertanggung jawab pada sesama manusia juga merasa kita ini semua diawasi oleh Allah SWT. Hablum minannas, hablum minallah. Dan, kata kuncinya adalah membiasakan, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya”.
“Inovasi yang kami lakukan untuk mempermudah penanganan yakni jasa raharja bekerja sama dengan Dinas Dukcapil dan pihak rumah sakit. Maka ketika ada kejadian, dapat identifikasinya (ada identitasnya), maka tinggal mencocokkan NIK dan segera kita bayarkan santunannya”.
Perlu diketahui bahwa per 1 Juni 2017, jasa raharja memberikan santunan sebesar 2 x lipat. Misalnya yang luka-luka dulu maksimal Rp 10 juta sekarang bisa mencapai Rp 20 juta. Kenaikan ini bukan semata-mata untuk memacu agar terjadi peningkatan kecelakaan, namun untuk memberikan peningkatan pelayanan yang lebih baik pada si korban karena harga obat dan rumah sakit juga ada peningkatan harga.
“Kami harus bisa menyesuaikan iklim agar mudah beradaptasi. Prinsip kami adalah di mana bumi dipijak langit harus dijunjung. Awalnya di Bojonegoro agak asing, tapi ternyata orangnya ramah-ramah. Demikian juga ketika di Kalimantan dan masih termasuk pedalaman, namun di sana itu jarang ada orang yang protes, ada keributan paling-paling hanya di wilayah tambang batu, tapi bukan masalah yang berkaitan dengan peraturan pemerintah,” kenang Diki Ginanjar. (F.463)