Majalahfakta.id – Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kondisi gagal tumbuh anak Balita (Stunting) di Provinsi Sumsel ini berkorelasi dengan data kemiskinan, Sumsel masuk dalam 10 besar Daerah miskin, tragisnya Pemerintah Daerah di Sumsel sibuk bangun infrastruktur dan perbaiki sarana perkantoran.
Berdasarkan hasil survey Status Gizi Balita pada 2019, prevalensi stunting Indonesia tercatat sebesar 27,67 persen. Angka itu masih di atas standar yang ditetapkan oleh WHO bahwa prevalensi stunting di suatu negara tak boleh melebihi 20 persen.
Baca Juga : Lampung Utara Menuju Kabupaten Kelayakan Anak
Berdasarkan rincian data per tahun 2018 balita yang mengalami stunting di 17 kabupaten/kota di Sumsel itu yakni Kabupaten Lahat 48,10 persen, Ogan Ilir 43,90 persen, Pali 39,50 persen, Empat Lawang 36,00 persen, Musi Rawas 34,60 persen, Muara Enim 34,40 persen, Muratara 33,20 persen, OKU 33,20 persen, Lubuk Linggau 32,00 persen, Pagar Alam 31,90 persen. Kemudian, Musi Banyuasin 31,10 persen, OKI 30,60 persen, Banyuasin 29,30 persen, Oku Timur 27,20 persen, Oku Selatan 26,40 persen, Prabumulih 26,20 persen, Palembang 25,90 persen.
Suasansa kontradiktif ini disinyalir dan terkesan belum dipikirkan untuk dicarikan solusi agar tingkat stunting bisa di tekan. Bila tinggi stunting ini dibiarkan berlanjut, maka generasi mendatang hanya menjadi olok – olokan dunia internasional.
Feri Kurniawan Deputy MAKI Sumsel angkat bicara dengan tingginya persentase stunting di Sumsel, sudah terlampau sering masalah ini diangkat ke permukaan sejak 2018 namun terkesan hanya kepedulian tanpa tindakan.
“Meningkatkan anggaran Dinas terkait seperti Dinkes dan Dinsos dalam penanggulangan stunting adalah hal yang wajib harusnya tapi semua akan seakan tersedot untuk pembangunan infrastruktur, ” kata Deputy MAKI.
Baca Juga : Mengenal Sosok Jenderal Tatang, Antara Generasi Penerus dan Dongeng Motivasi
“Penderita Stunting biasanya di ikuti dengan IQ jongkok atau antara Idiot dan normal, “ ungkap Feri.
“Dampak Stunting adalah manambah beban pemerintah karena rendahnya kualitas SDM,” ujar Feri.
Berdasarkan survei Bappenas ada enam daerah masuk zona merah Stunting tingkat nasional diantaranya, Ogan Komering Ilir (OKI), Muara Enim, Ogan Ilir, Lahat, Banyuasin, dan Kota Palembang. masuk Zona Merah Stunting tingkat masional.
Faktor yang membuat suatu wilayah masuk zona merah stunting karena beberapa wilayah dalam kategori miskin dan sementara Sumatera Selatan sendiri menjadi barometer kemiskinan nasional karena masuk 10 besar termiskin di Indonesia.
Ironis, bila anggaran penanganan stunting tidak memadai begitu juga guna menanggulangi tingginya gizi buruk balita di Sumsel. “Hampir 12.000 Balita menderita gizi buruk di Sumsel, ” ucap Deputy MAKI Sumsel.
“Mirisnya Kabupaten Lahat menjadi salah satu tertinggi persentase balita terdampak gizi buruk di Indonesia namun terkesan Pemkab Lahat kurang kepeduliannya, “ pungkas Feri yang juga putra daerah Lahat. (ito)






