KEBAKARAN hutan dan lahan kembali melanda sebagian wilayah Provinsi Riau sehingga pemerintah setempat menetapkan status siaga darurat sejak Senin (07/03) lalu.
Temuan Badan meteorologi, klimatologi dan geofisika (BMKG) Pekanbaru menunjukkan ada 13 titik panas (hotspot) di Provinsi Riau pada Selasa 8 Maret.
Belum diketahui luas lahan atau hutan yang terbakar, tetapi jumlah titik api di wilayah Riau sempat mencapai 45 pada Jumat (04/03) dan kemudian berkurang setelah hujan sempat turun di sebagian wilayah tersebut.
Laporan media setempat menyebutkan pada pekan lalu titik panas tersebut tersebar di Kabupaten Bengkalis (21 titik), Meranti (1), Dumai (5), Pelalawan (2), Siak (14), Indragiri Hulu (1) dan Indragiri Hilir (1 titik).
Kepala Pelaksana Badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) Dumai, Tengku Ismed, mengatakan pihaknya -dibantu TNI, polisi dan otoritas terkait- terus mencoba memadamkan kebakaran di wilayahnya dalam beberapa hari terakhir.
“Hingga saat ini kita coba memadamkannya, karena lahan sebagian besar kota Dumai adalah gambut,” kata Tengku Ismed kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan.
“Namanya gambut, padam pada hari ini tetapi mungkin esok lusa bisa muncul titik api di tempat yang sama dan tempat lain,” ungkapnya.
Di wilayah Dumai, tambahnya, kebakaran melanda setidaknya di empat wilayah yaitu antara lain di Kecamatan Dumai Timur dan Selatan.
Curah hujan rendah
Walaupun menurut BMKG puncak hujan di wilayah Riau terjadi pada akhir bulan Mei, tetapi menurut Tengku Ismed curah hujan di wilayah Dumai termasuk rendah.
“Memang di sebagian wilayah Riau curah hujannya cukup tinggi, namun demikian di Dumai curah hujannya rendah. Kemarin (Selasa/08) sempat hujan, tapi hanya sebentar,” jelas Ismed.
Karenanya Pemerintah Kota Dumai telah menetapkan siaga darurat kebakaran hutan dan lahan sejak Jumat (04/03) lalu.
“Apalagi dalam jangka waktu tertentu, kebakaran ini tidak dapat kita tanggulangi, maka statusnya kita tingkatkan menjadi tanggap darurat,” katanya.
Status serupa juga diberlakukan antara lain di Kabupaten Bengkalis dan Meranti yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah Provinsi Riau dengan menetapkan status siaga darurat pada tingkat provinsi sejak Senin (07/03) lalu.
Keterbatasan air
Di Kabupaten Bengkalis, upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan di sekitar 10 lokasi dihadapkan kendala pada pasokan air yang minim.
“Soalnya, kita ‘kan masuk ke dalam hutan. Air itu kadang-kadang tidak ada di dalam hutan,” kata seorang pemadam kebakaran di Kota Bengkalis, yang tidak mau menyebutkan namanya, kepada BBC Indonesia.
“Jadi upaya pemadaman belum tentu berhasil. Hujan yang bisa memadamkannya,” tambahnya. Saat dihubungi melalui sambungan telepon, dia mengaku baru saja pulang dari lokasi kebakaran hutan.
Belum diketahui berapa hektar luas hutan dan lahan yang terbakar sejak akhir Februari tapi laporan media lokal menyebutkan lahan yang terbakar di Kabupaten Meranti mencapai 45 hektar dan di Kabupaten Siak sekitar 50 hektar.
Tahun 2015 lalu, kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap melanda sebagian wilayah di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Dua tahun lalu, kerugian akibat kabut asap -yang dihitung selama tiga bulan dari Februari sampai April- di Provinsi Riau mencapai mencapai Rp20 triliun, menurut BNPB.
Kebakaran hutan dan lahan, yang disertai kabut asap di Riau, sempat memantik kemarahan warga Riau yang mengkritik antara lain ketidaktegasan pemerintah dalam mempidanakan pelaku pembakaran.
Gejala alam El Nino yang diperkirakan akan terjadi pada musim kemarau 2016 mendatang dikhawatirkan akan meningkatkan kasus kebakaran hutan di Indonesia. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com