SALAH satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) di Yogyakarta pada 26 Februari 2018 lalu mengatakan ada 192 laporan kasus korupsi di DIY yang masuk ke KPK RI. Dari jumlah tersebut 26 di antaranya sudah terverifikasi dan dalam proses penyelidikan. Namun sudah lebih dari enam bulan sejak statemen tersebut diucapkan, sampai saat ini tidak ada satu pun penindakan yang dilakukan KPK RI atas dugaan kasus korupsi di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menyikapi persoalan tersebut sejumlah elemen masyarakat antara lain WALHI Yogyakarta, Indonesian Court Monitoring (ICM), Forum LSM DIY, Rumah Belajar Rakyat (RBR) Gunungkidul, PBHI Yogyakarta, Masyarakat Transparansi Bantul (MTB), Mitra Wacana, Ponpes Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jogja Corruption Watch (JCW), Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) Jogja, Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih, Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Tunas Mulia, Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi FH UGM, PKBI DIY, Jejaring Rakyat Mandiri (JERAMI) Gunungkidul, Politik Cerdas Berintegritas /PCB – Satunama, Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) Kulon Progo, Yayasan Annisa Swasti (Yasanti), IDEA Yogyakarta, Warga Berdaya, Pusham UII Yogya, CRI, Ruang Gulma Collective, Future Leader For Anti Corruption (FLAC) Jogja, yang tergabung dalam GAKY (Gerakan Anti Korupsi Yogyakarta) pada Rabu siang (19/9) menggelar aksi turun ke jalan bertempat di Tugu Pal Putih – Kantor Pos Gondolayu, dalam upaya mendukung KPK RI “Pecah Telur” penindakan kasus korupsi di DIY.
Koordinator aksi, Tri Wahyu, kepada FAKTA mengatakan, merujuk UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK RI ada empat bidang di KPK yang strategis dalam agenda pemberatasan korupsi, yakni bidang pencegahan korupsi, penindakan, informasi dan data, serta pengawasan internal/pengaduan masyarakat. Hampir 16 tahun KPK berdiri (sejak UU KPK berlaku 27 Desember 2002) dalam konteks wilayah DIY, kinerja KPK RI lebih banyak fokus di agenda pencegahan.
“KPK RI ‘wis kerep’ (sudah sering) melakukan pencegahan korupsi di DIY,” tegas Tri Wahyu. Di antaranya, bekerja sama dengan komunitas anti korupsi di Yogyakarta, mengadakan konser musik “Gropyokan Korupsi”, berbagai workshop dan pelatihan anti korupsi, hingga rakor dan penandatanganan komitmen bersama program pemberantasan korupsi terintegrasi Pemda DIY (28 Februari 2018). Namun fakta obyektif situasi DIY dengan KPK hanya fokus di pencegahan. Data BPS mengkonfirmasi ketimpangan ekonomi/ratio di DIY nomor satu tertinggi di Indonesia, juga nomor satu termiskin di Pulau Jawa.
Di saat yang sama tahun ini mengucur “uang rakyat” bertajuk APBN untuk Dana Keistimewaan (DANAIS) sebesar Rp 1 trilyun. Penelitian IDEA terkait pengelolaan DANAIS menyimpulkan bahwa program dan kegiatan DANAIS masih kurang menjawab kebutuhan masyarakat terutama berdasarkan tujuan dari UU Keistimewaan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemenuhan hak ekosob dan peningkatan kualitas layanan publik.
DANAIS, ungkap Tri Wahyu, banyak digunakan untuk program-program budaya dalam arti sempit dan belum menjangkau program budaya dalam arti luas, misal budaya anti korupsi, budaya toleransi, transparansi, dan lain-lain. KPK sendiri juga ‘durung tau’ atau belum pernah sekalipun melakukan penindakan di Yogyakarta. Mereka melakukan supervisi kasus yang sedang ditangani aparat penegak hukum (APH) di DIY, di antaranya supervisi kasus pengadaan buku di Sleman terhadap Polda DIY hingga berkekuatan hukum tetap dan supervisi kasus korupsi dana hibah Persiba yang menurut penilaian GAKY gagal dilakukan KPK karena Kejaksaan Tinggi DIY akhirnya mengeluarkan SP3 dan hanya menyisakan penuntasan kasus korupsi pada level bendahara dan rekanan saja. Sedangkan data supervisi KPK terkait kasus hibah tersebut tidak jelas dikemanakan.
Pada era pimpinan KPK sebelumnya juga pernah menyebut berbagai aroma korupsi dalam perizinan hotel maupun laporan berbagai pihak terkait korupsi di DIY bernilai puluhan miliar rupiah. Namun sampai saat ini tidak terdengar tindak lanjutnya.
Padahal di DIY makin beragam indikasi adanya dugaan kasus korupsi yang mengemuka hari ini. Misalnya, pembangunan infrastruktur JJLS memakai DANAIS yang diduga tidak sesuai dengan peruntukan 5 bidang di UU Keistimewaan, publikasi oleh warga terdampak pembangunan bandara NYIA yang dana kompensasinya diduga “disunat” oleh aparat pemerintah desa di Kulon Progo, juga adanya problem akuntabilitas dalam investasi di Gunungkidul yang merusak karst GK, di mana laporan investigasi salah satu majalah menyebut kode ada “uang kopi dan uang transport” oleh pengusaha tertentu ke pihak-pihak yang diduga kuat melancarkan investasi jahat merusak karst di Gunungkidul tersebut.
Aksi yang berlangsung lancar dan dalam pengamanan aparat kepolisian itu diakhiri dengan mengirim surat dukungan ke KPK RI di Kantor Pos Gondolayu. GAKY sendiri menyampaikan sikap di antaranya KPK agar menjaga asas akuntabilitas sekaligus kepercayaan publik dengan sungguh-sungguh dan serius melakukan penindakan kasus korupsi di Indonesia dengan memproses hukum 192 dugaan korupsi di DIY (data per 28 Februari 2018 dan kini bisa lebih); keseriusan KPK melakukan penindakan di DIY juga untuk menjalankan mandat UU KPK RI terkait wilayah kerja dan penindakan di mana DIY juga bagian dari wilayah RI. Penindakan level kabupaten/kota di Kebumen dan Klaten, Jateng, serta Kota Malang, Jatim, KPK serius turun dengan penindakan semoga keseriusan juga ditampakkan dengan penindakan kasus korupsi di DIY. Dan, yang terakhir, GAKY mendukung penuh KPK RI “pecah telur” penindakan kasus korupsi di wilayah DIY. (F.883)








