Daerah  

Festival Manyerak Anak Daro: Nafas Baru Tradisi Minangkabau dari Kuranji Hulu

Kegiatan Festival Manyerak Anak Daro, Selasa (11/11/2025).

“Padang Pariaman kembali hidupkan kearifan lokal di tengah gempuran budaya digital”

FAKTA— Di tengah derasnya arus globalisasi dan budaya digital yang kian menelan ruang interaksi sosial masyarakat, Nagari Kuranji Hulu di Kecamatan Sungai Geringging menjadi contoh nyata bagaimana tradisi bisa kembali berdenyut. Melalui Festival Manyerak Anak Daro yang digelar di halaman kantor Wali Nagari, masyarakat setempat berhasil menampilkan kembali kekayaan adat dan seni tradisi Minangkabau dalam balutan kemeriahan dan kebanggaan.

Festival ini bukan sekadar tontonan. Ia adalah bentuk perlawanan halus terhadap pelan-pelan lunturnya jati diri anak nagari di era serba daring.

Bupati Padang Pariaman, yang diwakili oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) M. Fadly,  menyampaikan apresiasinya terhadap langkah pelestarian yang dilakukan masyarakat Kuranji Hulu. Menurutnya, kegiatan seperti ini menjadi ruang penting untuk meneguhkan kembali karakter dan identitas masyarakat Minangkabau yang mulai terkikis pengaruh budaya luar.

“Budaya ini perlu kita lestarikan. Saat ini, lebih dari 30 persen anak-anak kita sudah terlalu dekat dengan gawai dan dunia maya. Melalui kegiatan seperti ini, kita ingin mengarahkan mereka pada hal-hal positif agar perkembangan kognitif dan karakter tetap terjaga,” ujar Fadhly, Selasa (11/11/2025)

Nada yang sama juga disampaikan Nita Christanti Azis Ketua TP PKK Kabupaten Padang Pariaman sekaligus Penasehat Bundo Kanduang. Ia menegaskan bahwa Festival Manyerak Anak Daro bukan sekadar hiburan rakyat, melainkan media penanaman nilai-nilai luhur yang membentuk kepribadian generasi muda Minangkabau.

“Tradisi ini mengajarkan tentang kedewasaan, sopan santun, dan peran penting perempuan dalam tatanan sosial. Melalui momentum ini, kita ingin menumbuhkan kembali rasa cinta generasi muda terhadap budaya lokal yang mulai luntur,” katanya.

Sementara itu, Wali Nagari Kuranji Hulu, Salman Hardani, menjelaskan bahwa tradisi manyerak anak daro dulunya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat, namun perlahan mulai ditinggalkan seiring perubahan zaman.

“Kami ingin menghidupkannya kembali agar anak cucu kita tahu bahwa dalam setiap adat Minangkabau, tersimpan nilai kehidupan yang dalam. Ini bukan sekadar seremonial, tapi bagian dari jati diri,” ujarnya.

Festival yang diikuti oleh delapan korong di Nagari Kuranji Hulu itu menampilkan beragam kegiatan seni dan budaya. Mulai dari lomba manyerak anak daro, tari pasambahan, tari galombang, tari piring, inyiak reno, hingga atraksi menyemburkan api yang membuat suasana semakin meriah. Tak ketinggalan, penampilan tarian kreasi milenial dari generasi muda nagari menandai jembatan antara tradisi dan modernitas.

Acara tersebut dihadiri oleh niniak mamak, para perantau, camat, unsur Forkopimca, wali nagari se-Kecamatan Sungai Geringging, hingga tokoh masyarakat.

Sebagai bentuk komitmen, pemerintah nagari berencana menetapkan Festival tersebut sebagai agenda tahunan tetap setiap tanggal 11 November.

“Kita ingin menjadikan festival ini sebagai simbol semangat dan kebanggaan dalam menjaga warisan budaya Minangkabau,” tutup Salman penuh harap.

Di tengah derasnya arus modernitas dan godaan teknologi, Kuranji Hulu menunjukkan bahwa melestarikan budaya bukan soal nostalgia masa lalu, melainkan cara menjaga arah masa depan. Karena di setiap manyerak anak daro, tersimpan pesan: adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah — identitas yang tak lekang oleh waktu.(SS)