ELANTO Wijoyono, aktivis sosial di Yogyakarta, menyerukan agar masyarakat tidak takut untuk merekam dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan atau aparat keamanan.
Seruan itu dibuat sebagai reaksi atas penahanan Adlun Fiqri, mahasiswa yang menggunggah video yang berjudul “Kelakuan polisi minta suap di Ternate” di YouTube.
Adlun akhirnya dibebaskan pada Senin (05/10) setelah Kepolisian Resor Ternate, Maluku Utara, menghentikan proses penyidikan kasus itu.
Elanto mengatakan kasus Adlun merupakan bentuk “kriminalisasi dengan jebakan UU ITE” sehingga warga bisa takut untuk mempublikasikan dugaan pelanggaran di wilayahnya.
“Kita melihat ada fungsi pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh negara tidak berjalan optimal, sehingga memang warga harus ambil bagian,” kata Elanto kepada BBC Indonesia.
“Cara menghindari jebakan”
Aktivis Kota Yogyakarta ini pada Sabtu (03/10) kemarin, mengunggah tiga video yang merekam dugaan pungutan liar di Yogyakarta sebagai bentuk dukungan kepada Adlun.
Video yang berjudul “Ada Apa Di Pos Polisi Jokteng Wetan Jogja Ini ?” telah ditonton oleh ratusan ribu orang, namun belum ada respon resmi dari kepolisian Yogyakarta.
Elanto berharap “fungsi warga untuk mengawasi bisa jalan, tanpa takut dihalangi jebakan UU ITE.”
“Cara menghindari jebakan UU ITE itu, rekomendasi dari analisa saya adalah: kontennya jangan menuduh atau menyudutkan pihak lain, harusnya dikemas dengan cara mencari konfirmasi (dengan judul pertanyaan misalnya).”
Damar Juniarto, pegiat Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), mengatakan cara yang dilakukan Elanto layak dicoba, namun bukan menjadi jaminan.
“Mungkin cara ini berhasil di kota besar yang dukungan publiknya bisa digalang, tapi bagaimana kalau itu terjadi di Ternate misalnya (seperti kasus Adlun), atau kota yang kita tidak pernah dengar,” katanya kepada BBC.
“Konstruksinya akan berbeda, ketika di kota lain pemahaman polisi rendah terhadap UU ITE, mereka bisa mengajukan perkaranya jika merasa tersindir.”
Pasal pencemaran nama baik di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik itu sudah dikritik oleh berbagai kalangan karena dianggap menghalangi kebebasan berpendapat.
Lalu, apakah Anda mau merekam dugaan pelanggaran ?
BBC Indonesia berbicara kepada sejumlah warga di Jakarta, dan inilah jawaban mereka:
Nadia: (Memilih tidak) kadang takutnya jadi repot gitu. Nanti urusannya jadi ke mana-mana. (Memang) ada rasa bersalahnya (kalau dibiarkan) tapi kalau misalnya kita rekam jadinya takut bikin heboh gitu.”
Derian: Itu kan bukan urusan saya juga sih. Urusannya dia, terserah.
Supri: Enggak, kecuali kalau identitasnya disamarkan, begitu mungkin agak sedikit etislah. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com