FAKTA, KETAPANG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat sedang menangani kasus dugaan pungli pada dana alokasi khusus (DAK) Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang untuk pembangunan sekolah di daerah tersebut.
Anggaran DAK ini disalurkan oleh Dinas Pendidikan dan dilaksanakan secara mandiri oleh Kelompok Masyarakat Satuan Pendidikan (KMSP) yang beranggotakan kepala sekolah sebagai ketua, komite sekolah (bendahara), dan pengawasan teknik dan progres kegiatan ditugaskan kepada tim pendamping atau fasilitator non ASN yang dibentuk oleh Pemkab Ketapang.
Pada proses penyaluran anggaran DAK tersebut KMSP harus membuat rekening giro di bank sebagai tempat penyaluran dana dari dinas pendidikan dan cek rekening giro tersebut ditandatangani oleh kepala KMSP, bendahara dan pejabat pembuat komitmen (PPK) dari dinas pendidikan untuk bisa mencairkan dana DAK tersebut.
Muncul dugaan pungutan liar (pungli) setelah termin pertama cair kepada pihak KMSP, dan tersiar kabar bahwa pungli tersebut merupakan instruksi dari PPK yang dijabat oleh Sekretaris Dinas Pendidikan (Sekdis) Sugiarto kepada stafnya untuk menarik sejumlah uang kepada pihak KMSP.
Sugiarto yang ditemui majalahfakta.id di rumahnya, Selasa (26/9) menjelaskan bahwa kabar tersebut tidak semuanya benar. Ia mengaku tidak mengintruksikan kepada stafnya untuk menarik pungutan uang.
Sugiaro mengaku hanya berkomunikasi dengan masing-masing KMSP untuk membantu hutang biaya ATK, penjilidan dan fotokopi kontrak serta berkas dokumen lainnya yang tidak bisa terpisahkan dari kegiatan ini. Berkas-berkas kontrak dan dokumen tersebut dirangkap 9 dan biaya tersebut tidak dianggarkan di dinas.
“Dokumen kontrak dan berkas lainnya harus ada dan dirangkap banyak untuk dibagikan kepada semua pihak yang terlibat serta diarsipkan apabila ada pemeriksaan dari BPK dan pemeriksa lainnya dikemudian hari,” jelas Sugiarto.
Sugiarto menambahkan bahwa sampai saat ini dia tidak pernah menerima uang pungutan tersebut bahkan rekapan jumlah pungutan maupun aliran jumlah dana yang sudah dibayar ke toko fotokopi pun belum pernah diberikan kepadanya.
Terkait pengambilan dokumen kontrak di rumah pribadinya, sugiarto menjelaskan tujuan kontrak tersebut disimpan di rumah karena sudah tidak ada tempat di kantornya dan supaya tidak bercampur dengan dokumen lain, inipun merupakan inisiatif dari stafnya bernama Ervita.
Di akhir wawancara Sugiarto menambahkan bahwa dia merasa tersudut oleh pemberitaan yang beredar di media seolah dia merupakan dalang dari pungli tersebut untuk dinikmati pribadi.
“Saya merasa tersudut dan merasa sudah divonis bersalah oleh pemberitaan media padahal proses hukum masih dilaksanakan oleh kejaksaan negeri, saya memohon kepada media-media untuk tidak menggiring opini karena sangat mempengaruhi kehidupan keluarga dan sosial pribadi saya, proses hukum sedang berjalan dan sebagai warga negara yang baik saya akan menjalani proses tersebut dan akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya kepada Kejaksaan Negeri Ketapang,” ujarnya.
Sementara itu saat majalahfakta.id mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Pemkab Ketapang untuk mengkonfirmasi Ervita, ternyata staf Sugiarto tersebut tidak masuk dan tidak bisa dihubungi. Sedangkan Kadis Pendidikan ketika diminta konfirmasi melalui whatsApp tidak menjawab. (ion)






