
DI samping sejumlah areal parkir yang dikelola oleh pihak swasta yang cukup potensial sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), di mana notabene regulasi maupun tata kelolanya tidak jelas dan sarat dengan nuansa pungli. Tidak terkecuali di beberapa dinas/instansi pemerintah yang selama ini juga mengkomersialisasikan areal parkirnya sendiri, di mana tata kelola dan retribusinya selama ini juga tidak jelas. Padahal sumber PAD dari sektor tersebut cukup potensial. Namun pemerintah daerah nampak setengah hati dalam menertibkan maupun melegalisasi sektor tersebut. Demikian jelas salah seorang sumber yang berhasil ditemui FAKTA di lapangan beberapa waktu lalu.
Pasalnya, dari beberapa dinas/instansi pemerintah daerah yang selama ini melakukan komersialisasi di areal parkirnya antara lain Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lombok Tengah yang tercatat sebagai salah satu instansi yang paling padat lalu lintas parkirnya terhadap masyarakat yang melakukan pengurusan dokumen kependudukan dan lainnya. Fakta itu terakhir mengundang perhatian dinas/instansi lainnya, sekaligus menjadi sorotan sejumlah wakil rakyat di gedung DPRD Lombok Tengah serta sejumlah elemen masyarakat lainnya.
Estimasi yang dilakukan selama beberapa tahun terakhir, jelas sumber tersebut, Disdukcapil Lombok Tengah tercatat mendapatkan tidak kurang dari ratusan juta rupiah per tahun dari hasil pengelolaan parkirnya. Tetapi komersialisasi yang dilakukan oleh dinas tersebut tidak memiliki aturan yang jelas dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) sebagai badan yang berkompeten dalam menentukan angka retribusinya menyusul Dinas Perhubungan (Dishub) selaku leading sectornya yang mengatur tentang regulasi parkir juga tidak jelas selama ini. “Maka aliran dana tersebut masuk ke kantong siapa ?” tanya sumber.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lombok Tengah, Baiq Anita Nindiana SSos, saat dikonfirmasi FAKTA mengatakan bahwa secara aturan dinas/instansi pemerintah tidak boleh mengkomersialisasikan lahan pemerintah kepada masyarakat, kecuali lahan tersebut dipihakketigakan, seperti rumah sakit atau lainnya. Tetapi mengingat di Disdukcapil Kabupaten Lombok Tengah cukup padat lalu lintas masyarakat yang mengurus dokumen kependudukan maka lalu lintas parkir itu harus diatur. Namun Dinas Perhubungan Lombok Tengah dalam hal ini yang berkompeten untuk mengatur masalah itu selama ini tidak melakukannya sehingga pihaknya mengatur sendiri areal parkir di Disdukcapil tersebut.
Pihaknya, sambung Baiq Anita, telah melakukan koordinasi dengan Bapenda dan Dishub serta DPRD Kabupaten Lombok Tengah terkait masalah itu. Hingga hari ini pihaknya masih menunggu pihak Dishub mengatur lahan parkir tersebut sekaligus menunggu penetapan retribusinya dari Bapenda. “Disdukcapil selama ini menyetor sebesar Rp 2.000.000,- per tahun ke Bapenda berdasarkan kesepakatan. Namun untuk tahun ini belum disetorkan dan uangnya masih disimpan”.
Menjawab FAKTA terkait besaran pendapatan hasil pengelolaan lahan parkir per tahun berikut tata kelola parkir di dinas itu sendiri menyusul hasil pengelolaan parkir selama ini masuk ke mana, karena belum ada aturan yang jelas dari dinas yang berkompeten masalah itu, Baiq Anita memberikan jawaban yang tidak jelas. Katanya sudah setor ke Dishub dan sudah setor ke Bapenda. Sedang sisa dari hasil pengelolaan parkir itu dialokasikan untuk memberikan honor kepada tenaga sukarela, membeli baju kaos untuk pegawai dan membayar tenaga kebersihan dan juru parkir serta untuk keperluan tidak terduga, seperti membeli makan-minum untuk tamu yang datang ke kantor.
Baiq Anita pun menyesalkan pemerintah daerah yang hanya berbicara PAD tetapi tidak pernah memikirkan kondisi Disdukcapil yang berdampak pada kenyamanan kerja dan kenyamanan pelayanan masyarakat.
FAKTA pun mengkros cek keterangan Baiq Anita kepada pihak Dishub yang menyatakan bahwa hingga hari ini tidak ada setoran yang masuk dari Disdukcapil baik ke Dishub sendiri maupun ke Bapenda Kabupaten Lombok Tengah. (Mamiq)