Daerah  

Drama Sabu Nan Tongga: Ketika Pengakuan Tersangka Lebih Gesit dari Penyidik

Polres Pariaman menggelar konferensi pers terkait kasus sabu di Hotel Nantongga beberapa waktu lalu.

FAKTA — Penyidikan kasus pesta sabu di Hotel Nan Tongga mulai menyerupai sinetron kejar tayang, di mana alurnya berubah lebih cepat daripada penyidik menuliskan BAP. Tersangka utama, Heru Ikhsanur Pradana (32), sukses membuat aparat geleng-geleng kepala setelah kembali memutakhirkan pengakuannya, mirip aplikasi yang terlalu sering meminta update.

Sejak ditangkap pada 8 Agustus 2025, Heru mula-mula bersikap lugas. Sabu yang dipakainya, katanya, berasal dari seorang oknum polisi berinisial DJ. Bukan hanya kata-kata, ada pula bukti transaksi “cash bon” yang menunjukkan cicilan Rp5 juta mengalir ke rekening sang oknum. Polisi sempat mengira kasus ini akan lurus-lurus saja, semulus kuitansi transfer.

Namun dalam penyidikan lanjutan, Heru tiba-tiba mengganti jalan cerita. Kini ia bersikukuh bahwa barang haram itu datang dari seorang rekannya di Padang, tokoh misterius yang entah mengapa tidak meninggalkan jejak digital, pesan, panggilan, atau bahkan tanda-tanda keberadaan di planet ini.

“Perubahan mendadak itu langsung memunculkan tanda tanya,” ujar Kasat Narkoba Polres Pariaman AKP Darmawan, yang tampaknya sudah cukup kenyang dengan kejutan plot twist.

Penyidik pun melakukan apa yang dilakukan penyidik modern, menggulung riwayat digital tersangka hingga ke titik koma. Hasilnya? Sunyi senyap. Tak ada nama rekan Padang, tak ada percakapan, tak ada kode-kode gelap ala film kriminal. Yang ada hanyalah chat yang kembali menunjuk pada transaksi antara Heru dan DJ, konon begitu lengkap sampai bisa dijadikan bahan workshop literasi digital.

“Tidak ada satu pun nama lain. Keterangan barunya tidak benar,” tegas Darmawan, mungkin sambil merenungi mengapa tersangka begitu percaya pada kekuatan fiksi.

Justru, bukti-bukti itu makin menegaskan bahwa Heru tampaknya sedang mencoba membuat penyidik sibuk, mungkin agar proses hukum ikut-ikutan tersesat. Jaksa pun memberi P-19 kedua, bukan karena kurang bukti, tapi karena drama ini dianggap masih perlu disunting agar lebih rapi.

“Alat bukti utama sudah lengkap sejak awal,” ujar Darmawan. Petunjuk jaksa, katanya, hanya penyempurnaan, bukan kritik kinerja. Siapa tahu, setelah dua putaran P-19, berkas perkara bisa tampil lebih memesona, layaknya majalah edisi khusus.

Sambil menyelaraskan detail dan mengejar batas waktu penahanan, penyidik kini fokus merampungkan apa pun yang perlu dirampungkan. Semoga tanpa plot twist baru dari sang tersangka yang tampaknya hobi mengganti naskah.

“Kami berharap semuanya selesai dalam waktu dekat,” tutup Darmawan, optimistis, atau barangkali waspada, bahwa tidak akan muncul “versi keempat” dari pengakuan Heru. (ss)