KOMISI III DPR RI meminta Mabes Polri untuk mengambil alih kasus pembunuhan petani dan aktivis antipertambangan, Salim Kancil, serta penyiksaan yang membuat petani serta aktivis lain, Tosan, dalam kondisi kritis.
Alasannya, muncul kekhawatiran jika kasus ini ditangani oleh polisi setempat maka dalangnya tidak akan ditemukan karena sebelumnya ada indikasi kelalaian dan pembiaran dari polres setempat.
Ini merupakan pembunuhan politik pertama di Indonesia di era pemerintahan Jokowi. Di masa lalu, pembunuhan politik paling kontroversial yang pernah terjadi antara lain pembunuhan aktivis HAM, Munir (2004), aktivis buruh, Marsinah (1993), jurnalis, Udin (1996), dan pemimpin Papua, Theys Hiyo Eluway (2001).
Beberapa anggota Komisi III mengungkapkan keprihatinan bahwa warga pernah melaporkan adanya ancaman dari orang-orang yang mendukung penambangan pasir ilegal, namun tak mendapat tanggapan berarti.
Komisi III DPR mengirimkan tim khusus yang terdiri dari 10 orang ke Lumajang, Jawa Timur, untuk mengumpulkan fakta-fakta terkait kematian aktivis dan petani antipertambangan, Salim Kancil, dan penyiksaan yang menyebabkan kritisnya Tosan.
Tim berangkat pada Jumat (2/10) untuk bertemu dengan pimpinan kepolisian di tingkat daerah maupun lokal, masyarakat, serta aktivis setempat.
Anggota Komisi III, Muhammad Nasir Djamil, dari Fraksi PKS mengatakan, dia berharap kasus tewasnya Salim Kancil diambil alih oleh Mabes Polri.
“Saya khawatir jika kasus ini ditangani polisi setempat maka dalangnya tidak akan ditemukan. Ini kan peristiwa sadis, jadi kami anggota DPR harus cepat merespon. Kami tidak ingin kemudian kasus ini berlarut-larut,” kata Nasir.
‘Ruang korupsi’
Menurutnya, tidak tertutup kemungkinan bahwa tambang menjadi rebutan sehingga ada oknum-oknum tertentu di kalangan aparat atau di luar aparat yang ikut bermain sehingga ruang korupsi dan potensi konflik itu terus terjadi.
Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, juga mengatakan bahwa tim akan memastikan kasus tewasnya Salim Kancil akan terungkap sampai ke tingkat aktor intelektual.
Menurutnya, kasus-kasus seperti Salim Kancil bukan pertama kali terjadi. “Dan penyebabnya karena negara tidak berpihak kepada rakyat, tapi lebih ke pemodal. Hadirnya negara lebih sebagai centeng buat pemilik tambang,” kata Masinton.
Dia juga melihat adanya indikasi pembiaran dari tingkat aparat hukum sebelum tewasnya Salim Kancil, karena ada laporan ancaman pembunuhan di tingkat polres tapi didiamkan saja.
Menurut Masinton, tim ini dibentuk untuk mendorong agar penganiayaaan dan pembunuhan Salim Kancil dan Tosan diusut tuntas. “Begitu pula motif, pelaku, dalang, sampai pelaku yang membandari aksi ini bisa ditangkap,” ujarnya.
Jika benar ada kelalaian, maka tim khusus ini ingin memastikan agar ada sanksi tegas pada kapolres atau kapolda atas ketiadaan upaya melindungi warga yang menghadapi ancaman.
Polisi sudah menetapkan 22 tersangka pembunuhan dan penganiayaan Salim alias Kancil, 52, dan Tosan, warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pada 26 September lalu.
Keduanya mendapat perlakuan kejam dari puluhan orang, termasuk disetrum, dipukuli, dan dilindas oleh motor. Salim Kancil tewas dalam penyiksaan tersebut, sementara Tosan kini berada dalam kondisi kritis.
Motif politik
Anggota Komisi III DPR, Muslim Ayub, membantah bahwa pembentukan tim khusus ini sekadar mencari popularitas politik. “Bukan, tanpa presiden mengungkapkan ini serius, kita sudah mewacanakan untuk melakukan kunjungan ke sana, biar kita tahu meninggalnya seperti apa, sangat luar biasa keji,” kata Muslim.
Dengan masuknya komisi III ke kasus ini, menurut Muslim, kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman yang menjadi mitra kerja mereka mengetahui ada tekanan dan pengawasan khusus yang diberikan oleh DPR sehingga mendorong penyelesaian sampai ke motif dan orang-orang di belakang aksi pembunuhan ini.
Namun, aktivis JATAM, Umbu Wulang, mengatakan bahwa mereka mengharapkan aksi DPR ini bisa berwujud pada penutupan tambang-tambang ilegal di sepanjang pesisir Jawa Timur yang sudah menimbulkan konflik.
“Seminimal-minimalnya, kalau DPR tidak punya hak untuk melakukan eksekusi (penutupan), keluar statemen itu dari mereka pasca-kunjungan. Tapi kalau tidak keluar statemen resmi, bukan pribadi ya, bahwa harus ditutup itu tambang di sepanjang pesisir Jawa Timur itu, ini jadi bukti tidak seriusnya DPR melindungi rakyat,” kata Umbu.
Dia juga berharap bahwa tim khusus yang dibentuk DPR juga melihat bukan hanya pada kasus pembunuhan Salim Kancil dan penyiksaan Tosan, tapi juga pada akar persoalan yang terjadi, seperti tumpang-tindihnya izin dan pengalihgunaan lahan dari sebelumnya kawasan hutan lindung menjadi kawasan tambang. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaoline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com