Daerah  

DLH Andalkan SPKUA untuk Pantau Udara Kota Pahlawan

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya terus berupaya untuk menjaga kualitas udara di Kota Pahlawan tetap sehat. Salah satunya, memantau secara rutin kualitas udara melalui Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA) dan alat portabel.

FAKTA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya terus berupaya untuk menjaga kualitas udara di Kota Pahlawan tetap sehat. Salah satunya, memantau secara rutin kualitas udara melalui Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA) dan alat portabel.

Kepala DLH Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro mengatakan, saat ini ada 3 alat pemantau Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Kota Pahlawan. Yakni SPKUA di wilayah Wonorejo, Kebonsari, dan Tandes. Ketiga alat tersebut, dua di antaranya adalah milik Pemkot Surabaya dan satu milik pemerintah pusat.

“Pemantau kualitas udara ini harus diperbanyak titiknya. Kita hanya punya dua alat pemantauan ISPU itu (Wonorejo dan Kebonsari), Tandes itu pun milik pemerintah pusat, nah harus dirawat tiga ini,” kata Hebi, Rabu (23/8/2023).

Ia menjelaskan, ISPU Air Quality Monitoring System (AQMS) di Stasiun Wonorejo dan Kebonsari menggunakan 5 parameter dalam mengukur kualitas udara di Kota Surabaya. Parameter yang digunakan tersebut antara lain, SO2 (sulfur dioksida), NO2 (nitrogen dioksida), O3 (ozon), CO (karbon monoksida), dan PM10 (partikulat). Dengan parameter tersebut menunjukkan bahwa mulai Januari – 14 Agustus 2023, data ISPU hari baik sebanyak 58 dan hari sedang sebanyak 168.

Berbeda dengan ISPU AQMS di Stasiun Tandes yang menggunakan 7 parameter pengukuran udara, yakni SO2 (sulfur dioksida), NO2 (nitrogen dioksida), O3 (ozon), CO (karbon monoksida), HC (hidrokarbon), PM10 dan PM2.5 (partikulat). Dengan parameter tersebut menunjukkan, bahwa mulai Januari – 17 Agustus 2023, data ISPU hari baik sebanyak 129 dan hari sedang sebanyak 100.

Selain memanfaatkan alat stasiun pemantauan udara, Hebi berencana menambah peralatan pemantauan udara portable yang ditempatkan di beberapa titik di Kota Surabaya. Nantinya alat tersebut akan disebar, kemudian data hasil pemantau udara portable itu akan dianalisa dan dibandingkan dengan ISPU untuk pengkajian lebih lanjut.

Menurut Hebi, ada hal yang lebih penting dari alat pemantauan kualitas udara. Yakni sosialisasi kepada masyarakat untuk menunda bepergian pada jam tertentu.

“Misal, di Jalan Ahmad Yani pada jam tertentu itu tingkat polusinya tinggi, maka harus diworo-woro (diimbau) untuk memakai masker ketika berkendara menggunakan kendaraan bermotor. Selain itu, kalau bisa hindari keluar rumah ketika di jam tertentu,” paparnya. Tak hanya itu, Hebi menyarankan kepada warga untuk menanam tumbuhan bagi yang rumahnya dekat dengan tepi jalan. Tumbuhan yang dinilai ampuh menyerap polusi udara adalah jenis Sansevieria (Lidah Mertua). (kij)