FAKTA – Proses pelaksanaan pembangunan yang baik dan benar itu,mengacu kepada peraturan dan perundang-undangan berlaku di negara yang berdasarkan hukum.
Proses pelaksanaannya tidak mengabaikan hak-hak masyarakat, yang memiliki lahan, lokasi yang akan dibuat atau terkena pembangunan proyek jalan oleh pemerintah. Harus ada sosialisasi, kesepakatan dan harus adanya surat pelepasan hak dari masyarakat pemilik lahan.
Perencanaan sebuah proses pelaksanaan pembangunan, juga harus matang dari berbagai hal dipenuhi oleh pemerintah.
Terkait pembangunan yang sedang dilaksanakan maupun yang sudah dilaksanakan, harus ada tanggung jawab penuh dari pejabat, dalam hal ini terkait pembebasan lahan dan pelepasan hak dari masyarakat kepada pemerintah atau instansi terkait.
Dalam hal ini sudah banyak kasus yang terjadi, di kota Pontianak Kalimantan Barat.
Lokasi lahan milik masyarakat Kota Pontianak Jalan KH. Wahid Hasyim, Kelurahan Mariana, Kecamatan Pontianak Kota, ini terkena proyek pembangunan jalan tahun 2016.
Pada saat itu Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, sedangkan Kepala Dinas PU saat itu Ir. Ismail, Kepala Bidang Bina Marga Sukri dan Kasi Bina Marga pada saat itu Mansyur.
Kontraktor pelaksana proyeknya pada saat itu, Yakub, berdasarkan SK Wali Kota Pontianak.
Proyek pembangunan jalan ini dari tahun 2016, hingga saat ini tahun 2022, tidak ada tindaklanjutnya dan tidak ada administrasi maupun MOU pelepasan hak dari masyarakat kepada Pemerintah Kota Pontianak.
Pejabat Pemkot Pontianak, diduga telah melakukan pelanggaran hukum dalam hal ini melakukan dugaan penyerobotan, perampasan hak masyarakat.
Edi Ashari.SH, saat memberikan keterangan kepada awak media (2/7/2022).
Ia menerangkan kepada wartawan, bahwa terkait lokasi lahan miliknya yang terkena pembangunan proyek jalan oleh Pemkot Pontianak itu memang belum ada hitam di atas
putih.
Semua yang berkait tentang lahan ini saya sangat keberatan kata dirinya.
Menurutnya pejabat Pemkot Pontianak sudah seharusnya mencarikan solusi, jalan keluarnya dan memberikan kopensasi atas lahan yang terkena proyek pembangunan Jalan oleh pemerintah kota pontianak.
Terkait administrasi lahan, Edi Ashari mengatakan bahwa, lokasi lahan tanah miliknya itu sudah ada surat lengkap, dan sudah dimohonkan sertifikatnya di kantor ATR/BPN Kota Pontianak tahun 2012.
Sudah ada peta bidang tanah tahun 2014, bahkan sudah ada putusan inkrah dari Pengadilan Negeri Pontianak tahun 2013-2014.
Dalam hal ini seharusnya Pemerintah Kota Pontianak membantu proses terkait SHM yang sudah diajukan di kantor ATR/BPN kota pontianak dan harusnya tidak membiarkan masalah ini berlarut-larut.
Perihal adanya pihak lain, keuskupan agung/Rs,.antonius yang komplain, mengaku-ngaku, lahan itu miliknya, Edi Ashari menegaskan bahwa masalah ini sudah ada putusan pengadilan, amar putusannya menyatakan bahwa menolak semua data dan dokumen milik keuskupan agung/Rs,antonius karena hanya copy dari copy tidak ada dokumen otentik yang dapat membuktikan kepemilikan yang sah,terhadap lahan tersebut.
Edi Ashari menegaskan kepada semua pihak untuk tidak memutar balikkan fakta hukum yang sudah jelas dan terang. (wis/dar)






