PROSES pembelian 5.225 unit komputer oleh Bagian Pengelolaan Aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya disoroti masyarakat. Karena pembelian komputer oleh instansi pemerintah seharusnya proses pengadaannya wajib dilaksanakan secara e-katalog, sebagaimana diatur oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang Jasa Pemerintah) yang sudah ditampilkan secara online.
Dengan mekanisme pembelian secara e-katalog yang diatur LKPP ini, instansi pemerintah bisa mendapat barang yang berkualitas dengan harga yang jauh lebih murah serta untuk menghindari terjadinya mark up harga, rekayasa, kolusi, korupsi dan lain-lain.
Oleh karenanya pihak FKKS (Forum Komunikasi Komite Sekolah) mempertanyakan, kenapa pembelian komputer senilai total Rp. 52 milyar itu tidak dilakukan secara e-katalog, tapi dilakukan dengan cara pelelangan dan bahkan dengan cara lelang cepat, di mana dengan itu data persyaratan, harga penawaran dan peserta pengadaan yang menjadi penyedia barang dengan kode lelang 7303010, tidak bisa diakses/diketahui oleh publik ?
Bahkan, menurut pihak FKKS, pelaksanaan lelang untuk pengadaan komputer itu diduga dilaksanakan untuk menghindari pelaksanaan pengadaan melalui cara e-katalog yang ada pada sistem LKPP.
Anggota FKKS, Yudo Anggodo menyatakan, indikasi menyiasati agar tidak melakukan pengadaan secara e-katalog ini terlihat bahwa lelang pengadaan komputer ini terkesan sengaja dilakukan ketika melihat peluang saat sistem e-katalog untuk produk komputer di LKPP sedang diupgrade/ diperbaharui. Di mana proses pengadaan dengan cara lelang itu dilaksanakan tanggal 2 Februari 2018 sampai dengan tanggal 5 Februari 2018.
“Padahal saat sistem e-katalog untuk produk komputer di LKPP itu sedang diupgrade, sudah ada pengumuman dalam situs LKPP tersebut bahwa untuk e-katalog (online shop) untuk produk komputer sudah bisa dipakai kembali pada tangga 17 Februari 2018,’’ kata Yudo.
“Kenapa tidak menunggu hanya beberapa hari saja sehingga terkesan terburu-buru memanfaatkan waktu luang sekian hari saat sistem e-katalog di LKPP sedang diupgrade ? Situasi itu tampaknya malah dipakai alasan untuk melaksanakan pengadaan komputer dengan sistem lelang dan tidak melalui cara pembelian e-katalog. Dan kenapa tidak melalui lelang biasa yang infonya bisa diketahui publik, kok memakai cara lelang cepat yang info detailnya di situs LPSE Surabaya tidak bisa diakses/diketahui publik ?” ujarnya.
Apalagi kemudian diketahui bahwa persyaratan, spesifikasi dan lain-lain untuk bisa menjadi penyedia barang dalam lelang pengadaan komputer itu terkesan dibuat sangat sulit, dan berpeluang membuat situasi yang bisa menimbulkan anggapan adanya rekayasa bahwa hanya pengusaha tertentu saja yang bisa menjadi penyedia barang.
“Jika kualitas komputer serta spesifikasinya kalah bagus, dan pembelian dengan cara lelang pengadaan ini ternyata harganya jauh lebih mahal dibanding harga jika proses pembelian melalui e-katalog di LKPP, apa ini nantinya tidak bermasalah dalam hukum ?” tutur Yudo.
Sebagaimana diketahui, Kota Surabaya pada tahun 2018 ini mengalokasikan dana sebesar Rp 52 milyar untuk pembelian komputer dan perlengkapannya, di mana rencananya sebanyak 5.255 komputer tersebut akan dibagikan kepada SD dan SMP negeri yang kekurangan peralatan. Untuk SD keperluannya meliputi pemenuhan laboratorium, ruang guru dan ruang tata usaha. Sedangkan di jenjang SMP komputer diberikan untuk melengkapi laboratorium, ruang guru dan keperluan ujian nasional berbasis komputer (UNBK).
Menurut pihak FKKS, karena untuk keperluan dan dibagikan ke sekolah-sekolah di Surabaya, bukankah biasanya pembelian komputer itu dilakukan oleh Dinas Pendidikan ? Karena Dinas Pendidikan lebih tahu kebutuhan sekolah. Dan selama ini pembelian komputer untuk keperluan sekolah dan peningkatan mutu proses belajar mengajar dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan atau langsung oleh sekolah melalui proses pembelian e-katalog di LKPP.
Maka, tampak janggal ketika dana untuk peningkatan mutu pendidikan dalam hal ini pembelian komputer dikelola oleh Bagian Pengelolan Aset Pemkot Surabaya dan Dinas Pendidikan hanya bertugas membagikan komputer ke sekolah-sekolah. Apalagi kemudian proses pembelian tersebut terkesan adanya rekayasa untuk menghindari pengadaan melalui proses e-katalog di LKPP.
Jika proses pembelian komputer senilai Rp 52 milyar ini di kemudian hari menimbulkan persoalan hukum yang berindikasi adanya dugaan korupsi, tentunya hal ini bisa mencoreng kinerja Pemkot Surabaya. Apalagi Noer Oemarijati, Kepala Bagian Pengelolaan Aset Pemkot Surabaya, dikenal sebagai orang yang paling dipercaya oleh Walikota Tri Rismaharini (Bu Risma).
Sementara itu Noer Oemarijati dan Tri Broto sebagai Kepala ULP (Unit Layanan Pengadaan) pada Bagian Pengelolaan Aset Pemkot Surabaya ketika dihubungi belum memberikan jawaban dengan alasan sedang cuti. (Rilis)