Majalahfakta.id – Sudah menjadi kewajiban buat para dokter dan tenaga kesahatan mengenakan hazmat sebelum menangani pasien Covid-19. Tidak terkecuali buat mereka yang bertugas di garis depan pos test swab massal Jembatan Suramadu.
Hazmat adalah jaket coverall, mirip pakaian astronaut yang menutup seluruh tubuh kecuali muka dan lengan bawah. Bahannya dari plastik agar kedap air dan udara.Dokter dan paramedis pun wajib mengenakan kacamata google, masker, sepatu bot, sarung tangan, dan penutup kepala.
Baca Juga : Selama 20 Jam Tim Swaber Siaga di Pos Swab Massal
Setelah sesi tugas selesai sekira empat jam, hazmat dan segala kelengkapan itu dilepas. Ada yang sekali pakai, ada pula yang bisa digunakan lagi setelah dicuci dan disterilisasi. Kata hazmat berasal dari hazardous material, bahan berbahaya. Jadi, hazmat digunakan untuk melindungi badan dari bahan berbahaya termasuk kuman. Hasmat kini termasuk APD utama, yang diperlukan petugas penyemprot insektisida atau disinfektan.
Hazmat dan segala kelengkapannya memang memberi efek perlindungan. Tapi, bagi pemakainya, APD itu menyiksa. Si pemakai juga harus menahan diri untuk tidak minum dan makan serta buang hajat selama memakai hazmat. APD itu harus terjaga kondisi sterilnya.
Baca Juga : Buntut Video Viral Seorang Warga Madura Menolak Test Antigen
Bahan plastik hazmat dan perlengkapan lainnya juga memberikan iklim mikro yang tidak nyaman. Panas tubuh dari hasil metabolisma tidak bisa terpancar keluar, membuat efek panas, berkeringat, dan keringatnya tidak bisa menguap. Tak jarang, di balik hazmat, baju dokter atau tenaga kesehatan basah akibat keringat. Kondisi itu membuat tubuh terdehidrasi dan cepat lelah. Kondisi yang membuat tenaga medis itu rawan tertular karena kondisi tubuh tidak prima.
“Baju hazmat ini akan selalu disterilkan ketika selesai dipakai. Semua ini demi masyarakat, jadi tolong saling menjaga,” pinta dr Milla yang tergabung dalam tim swaber Puskesmas Gunung Anyar, Kota Surabaya. (ren/aya/jnd)






