KEMUNCULAN calon independen dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tidak bisa dianggap sebagai upaya deparpolisasi melainkan koreksi terhadap sistem kaderisasi dan kinerja parpol.
“Ini bukan soal deparpolisasi, tapi partai yang lemah dalam menjalankan fungsi utama yaitu kaderisasi untuk menempati jabatan politik,” kata pengamat politik dari FISIP Universitas Indonesia, Maswadi Rauf.
Menurutnya, sebagian besar parpol belum memiliki calon yang dianggap tepat, sehingga mereka menunggu perkembangan siapa calon yang paling populer.
“Partai masih menunggu siapa orang yang cocok untuk diajukan. Di sini, terlihat partai kurang percaya diri untuk mengajukan calon,” papar Maswadi.
Isu deparpolisasi atau menghilangkan peran partai muncul ke permukaan setelah Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyatakan ingin maju mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta melalui jalur independen.
Ahok dituduh berupaya melakukan deparpolisasi setelah melontarkan pernyataan bahwa dia enggan dicalonkan partai politik karena harus mengeluarkan ‘uang mahar’ untuk biaya politik.
Walaupun belakangan dia membantah mengeluarkan pernyataan seperti itu, Ahok menegaskan kembali bahwa dia lebih nyaman mencalonkan diri melalui jalur independen.
“Kalau sudah ikut Teman Ahok (relawan pendukung Ahok untuk maju lewat jalur independen), saya lebih enak, enggak keluar duit,” kata Basuki di Jakarta.
Mantan Bupati Belitung Timur ini juga mengatakan dirinya lebih bergantung kepada kinerja relawannya, karena PDI Perjuangan disebutnya belum memberikan kepastian.
Problem komunikasi PDIP dan Ahok
Sementara, politisi PDI Perjuangan, Eva Sundari, menyayangkan kemunculan isu deparpolisasi terkait rencana pencalonan Ahok dalam bursa calon Gubernur DKI Jakarta.
“Sayangnya, ketika problem komunikasi antara Ahok dan PDIP itu dikerdilkan menjadi isu deparpolisasi,” kata Eva saat dihubungi BBC Indonesia, Minggu (13/03) siang.
Problem komunikasi itu, lanjutnya, terlihat dari sikap Ahok yang kurang sabar menunggu proses mekanisme penjaringan calon kepala daerah di PDIP.
“Kita ‘kan bukan seperti relawan Teman Ahok yang cair. Di PDIP itu ada proses penjaringan, ada musyawarah khusus,” katanya.
Menurutnya, PDIP saat ini menyiapkan beberapa opsi calon Gubernur DKI Jakarta, termasuk Ahok. “Tapi kalau harga politiknya terlalu mahal, dan Pak Ahok tidak mau mengikuti prosedur, PDIP akan menggunakan opsi lainnya,” tandas Eva.
Namun demikian, dia menambahkan, saat ini PDIP mulai bisa berkomunikasi lebih baik dengan Ahok. “Ibu Mega sayang banget sama om Ahok, tapi om Ahok jangan gampang kena kompor,” tambahnya.
Partai dukung Ahok bukan kehinaan
Menanggapi anggapan partai politik saat ini kesulitan mencetak calon pemimpin sehingga menunjuk calon di luar partai, Eva Sundari mengatakan anggapan itu tidak bisa diberlakukan pada semua partai.
“Memang kami belum puas dalam kaderisasi internal, tetapi kami sudah melampaui partai lain, ada Pak Ganjar (Gubernur Jateng) dan Bu Risma (Walikota Surabaya), misalnya,” katanya.
Secara terpisah, politisi Partai Nasional Demokrat, Nasdem, Akbar Faisal, mengatakan partainya tetap mendukung pencalonan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017.
“Kenapa Nasdem mendukung Pak Ahok, karena banyak pertimbangan. Salah satunya ini adalah peringatan masyarakat khususnya masyarakat Jakarta, bahwa kepercayaan terhadap parpol sungguh berada di titik nadir,” kata Faisal.
“Bagi kami, untuk mengakui itu bukan kehinaan, karena realitasnya seperti itu. Sebagai cermin sekaligus otokritik,” tambahnya.
Dalam bursa calon Gubernur DKI Jakarta 2017, selain Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, telah muncul nama-nama seperti Yusril Ihza Mahendra, Adhyaksa Dauld, Abraham Lunggana dan Sandiaga Uno, dan seorang mantan wartawan, Ahmad Taufik.
Walaupun belum dicalonkan secara resmi oleh partai-partai, mereka mengatakan akan maju dalam pencalonan pilkada DKI Jakarta tahun depan, melalui jalur parpol.
Semula Walikota Bandung, Ridwan Kamil, didorong untuk ikut bersaing dalam Pilkada DKI Jakarta, tetapi belakangan dia urung mencalonkan diri menantang Gubernur Ahok, setelah melakukan semacam konsultasi publik.
Dalam Pilkada DKI Jakarta 2012, PDIP dan Partai Gerindra mencalonkan pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, dan berhasil mengalahkan lawan-lawannya. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com