BPN Gresik Dihukum Membatalkan Sertifikat

Dipasang Banner Bertuliskan Kata-kata Heroik Di Lokasi Sengketa

SHM No. 982/Desa Prambangan yang diperintahkan untuk dibatalkan dan saat pemasangan banner di lokasi sengketa.
SHM No. 982/Desa Prambangan yang diperintahkan untuk dibatalkan dan saat pemasangan banner di lokasi sengketa.

“SEJENGKAL tanah pun tidak akan kita serahkan kepada lawan, tapi kita pertahankan habis-habisan. Meskipun kita tidak gentar akan gertakan lawan itu, tetapi kita pun harus selalu siap sedia”. Demikian bunyi kata-kata heroik yang bertuliskan di atas banner berukuran super besar di lokasi tanah sengketa, beberapa hari setelah turun putusan dari PTTUN Surabaya yang membatalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 982/Desa Prambangan, terbit tanggal 26 Agustus 2013, Surat Ukur tanggal 26 Juli 2013, nomor 255/08.02/2013 seluas 29.37 m2, atas nama Felix Soesanto.

Hal tersebut tertuang dalam Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) nomor 233/B/2016/PT.TUN.SBY tanggal 14 Nopember 2016, dan diterima oleh pemohon banding tanggal 6 Desember 2016.

Selain dihukum untuk mencabut dan membatalkan sertifikat tersebut, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gresik (tergugat/terbanding) dan Felix Soesanto (tergugat II intervensi/terbanding) diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp 250.000.

Perintah pembatalan dan pencabutan Sertifikat Hak Milik (SHM) tersebut, tidak terpisahkan dengan batalnya Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) nomor 29/G/2016/PTUN.SBY tanggal 19 Juli 2016, yang dibatalkan oleh Majelis Hakim PTTUN melalui putusannya nomor 233/B/2016/PT.TUN.SBY tanggal 14 Nopember 2016.

Pertimbangan Majelis Hakim PTTUN yang dipimpin oleh Nurman Sutrisno SH MHum menyebutkan bahwa penerbitan obyek sengketa (SHM nomor 982) oleh tergugat/terbanding dari segi kewenangan telah melanggar Peraturan Kepala BPN RI No. 1 Tahun 2011.

Tanah seluas 29.037 m2 yang tercantum dalam SHM nomor 982 atas nama Felix Soesanto bukanlah wewenang BPN Kabupaten Gresik. Menurut aturan BPN RI, BPN Kota/Kabupaten bisa memproses penerbitan SHM sebatas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 20.000 m2.

Setelah dicermati, menurut majelis hakim, tanah yang dimohonkan Felix Soesanto (tergugat II intervensi/terbanding) ternyata luasnya 29.037 m2. “Maka, cukup jelas bahwa Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gresik tidak memiliki kewenangan untuk memproses permohonan hak yang luasnya melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a maupun  huruf b tersebut,” tegas Nurman Sutrisno SH MHum dalam pertimbangan hukumnya.

Ditegaskan pula bahwa yang lebih fatal adanya beberapa surat kelengkapan untuk penerbitan sertifikat hanya berupa foto copy dari foto copy. Dijelaskan bahwa sebagai kelengkapan pendaftaran tanah adalah tidak benar sehingga patut dipertanyakan, bagaimana mungkin sebuah Sertifikat Hak Milik dibuat berdasarkan dokumen yang tidak valid (hanya foto copy).

Kejanggalan lain juga terlihat dari Surat Keterangan H Karto, Kepala Desa Prambangan, tanggal 10 Januari 2013, yang diajukan Felix Soesanto pada waktu mengajukan terbitnya SHM ke BPN Kabupaten Gresik. Baik kop surat, stempel maupun tanda tangan H Karto tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

Ternyata Kepala Desa Prambangan, H Karto, dalam Surat Pernyataannya tanggal 27 Agustus 2016 menyatakan tidak pernah membuat Surat Keterangan tertanggal 10 Januari 2013 seperti yang diajukan Felix Soesanto (tergugat II intervensi/terbanding) tersebut.

Di samping itu, pembengkakan luas tanah tambak yang semula 20.830 m2 menjadi 29.037 m2 yang diajukan Felix Soesanto ke BPN Gresik untuk mendapatkan SHM nomor 982,  menjadi pertimbangan hukum juga oleh Majelis Hakim PTTUN Surabaya.

Sebab, sesuai dengan saksi Agil Suwarto, Cholil dan H Abd Rochim Al-Haj bahwa penggugat/pembanding telah menjual tanahnya dengan harga Rp 350.000,- dan telah menerima uang pembayaran seluruhnya berjumlah Rp 7 miliar. “Dari fakta hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa tanah yang dibeli oleh Felix Soesanto (tergugat II intervensi/terbanding, hanyalah seluas 20.830 m2,” kata majelis hakim dalam putusannya.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut majelis hakim mengadili, menerima permohonan banding dari penggugat/pembanding, dan membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya (pengadilan tingkat pertama) nomor 29/G/2016/PTUN.SBY tanggal 19 Juli 2016.

Dalam eksepsi, menolak eksepsi tergugat/terbanding dan tergugat II intervensi/terbanding. Dan, dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat/pembanding untuk seluruhnya. SHM nomor 982/Desa Prambangan yang terbit tanggal 26 Agustus 2013, Surat Ukur tanggal 26-07-2013 nomor 255/08.02/2013 seluas 29.037 m2 atas nama Felix Soesanto, yang diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gresik, dinyatakan  batal.

Oleh karenanya, Majelis Hakim PTTUN Jatim di Surabaya mewajibkan Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Gresik untuk mencabut SHM nomor 982/Desa Prambangan yang terbit tanggal 26 Agustus 2013, Surat Ukur tanggal 26-07-2013 nomor 255/08.02/2013 seluas 29.037 m2 atas nama Felix Soesanto, dan diharuskan membayar biaya perkara seperti disebutkan sebelumnya.

Dengan turunnya putusan PTTUN di tangan kuasa pemohon banding, Advokat Agus Setiono SH MH, Kamis, 22 Desember 2016, pihaknya mengambil langkah-langkah hukum ke Polda Jatim, khususnya di Laboratorium Forensik terkait laporan pidana terhadap Felix Soesanto beberapa waktu lalu, di Polres Gresik. Seperti terlihat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi nomor STPL/215/IX/2016/JATIM/RES GRESIK tanggal 27 September 2016 yang ditandatangani Aiptu Dedy Supratman, bahwa pelapornya adalah H Karto, Mantan Kades Prambangan. Sedangkan terlapornya adalah Felix Soesanto, warga Surabaya. Felix dilaporkan dengan tuduhan pemalsuan Surat Keterangan Kades Prambangan bernomor 597/37/437.102.02/2013, sewaktu mengajukan permohonan SHM. (F.302)