Semua  

BOOST SANUR VILLAGE FESTIVAL 2018

Sanur Memulai Gaya Hidup Digital

BOOST Sanur Village Festival – yang masuk 10 besar festival terbaik Kementerian Pariwisata RI – kembali digelar 22-26 Agustus 2018 di Pantai Matahari Terbit, Sanur, yang akan diwarnai dengan dimulainya digitalisasi layanan publik.

Ketua Umum Boost Sanur Village Festival, Ida Bagus Gede Sidharta Putra –akrab disapa Gusde – mengatakan, kerja sama dengan Boost, sebuah platform ekonomi digital milik PT Axiata Digital Service Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari Axiata Digital Services Sdn Bhd, Malaysia, juga ikut menandai lompatan destinasi wisata ini dalam berbenah diri meramaikan era digital seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini.

“Pada momen kali ini, kami akan meluncurkan Gowes, aplikasi layanan penyediaan sepeda yang nyaman, mudah, dan ramah bagi pengendara. Fasilitas digital lain yang bisa diakses melalui ponsel sedang disiapkan dan akan menyusul diluncurkan,” katanya, Senin (20/8/2018).

Menurut Gusde, sarana ini akan dilengkapi dengan berbagai jenis layanan dalam satu aplikasi SanurApps di antaranya transportasi mobil listrik, direktori bisnis dan UKM, pembayaran nontunai, serta sejumlah fasilitas lain yang kini sedang dalam proses penyiapan.

Khusus untuk Gowes akan diperkenalkan dalam acara seremonial pembukaan Boost Sanur Village Festival Kamis, 23 Agustus 2018. Berbagai mata acara tetap dimulai Rabu, 22 Agustus 2018, yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha 1439 H. Sedangkan seremonial peresmian akan dilakukan Menteri Pariwisata RI pada hari kedua.

Di sepanjang pantai dan Jalan Danau Tamblingan terdapat 12 titik yang menyediakan 110 sepeda Gowes yang bisa diakses melalui aplikasi ponsel dengan ongkos yang sangat murah. Untuk menunjang kelancaran mengakses aplikasi ini, khusus selama pelaksanaan Boost Sanur Village Festival disediakan koneksi gratis internet.

Gusde yang juga Ketua Yayasan Pembangunan Sanur menambahkan, bersepeda jelajah desa selain sehat dan ramah lingkungan juga memudahkan pengguna yang leluasa menjangkau wilayah Sanur.

Kata dia, Sanur yang sangat padat sebagai ruang publik perlu pembenahan yang mendasar dalam layanan transportasi di antaranya dengan uji coba penggunaan tiga mobil listrik bergerak (electric shuttle car) berkapasitas 14 penumpang yang akan melayani warga maupun wisatawan di Sanur.

“Kami akan menambah fasilitas ini hingga 300 unit sepeda dan mengembangkan electric shuttle car sesuai kebutuhan untuk mencapai seluruh wilayah di Sanur,” kata Gusde.

Gusde menambahkan, pihaknya akan terus melakukan terobosan untuk layanan yang sehat, nyaman dan efisien. Wisatawan yang kini didominasi generasi melek teknologi dan milenial menginginkan praktik pariwisata yang mudah, cerdas, aman dan semuanya dapat dilakukan dengan ponsel pintar. Inovasi digital ini diharapkan membawa perubahan pada bisnis pariwisata dalam banyak hal, karena itulah Sanur menangkap peluang ini sebagai bagian dari tuntutan zaman. “Di tengah persaingan antar destinasi yang kian sengit, Sanur harus kreatif menawarkan sesuatu yang menarik perhatian wisatawan,” ujarnya.

Mandala Giri

Boost Sanur Village Festival 2018 mengangkat tema ‘Mandala Giri’ yang merupakan sebuah semangat pemikiran untuk memusatkan perhatian kembali kepada Gunung Agung. Ketika aktivitas vulkanik Gunung Agung meningkat pada November 2017 dan berulang erupsi hingga saat ini adalah kenyataan yang memberikan refleksi dalam hal kemanusiaan, persaudaraan, dan pendekatan terhadap alam.

Sanur meskipun tidak memiliki gunung, tetapi dari kawasan pantai dapat disaksikan panorama Gunung Agung yang anggun. Selain itu Sanur memiliki pura yang merupakan pelinggih Gunung Agung, seperti terdapat di Pura Giri Kusuma yang bermakna candi bunga yang dibangun di tengah air. Hal ini mencerminkan telah adanya kesadaran pentingnya gunung.

Bagi masyarakat Bali, letusan gunung bukan hanya sebagai pralina, tetapi juga utpeti atau proses penciptaan kehidupan baru. Aliran mineral yang dibawa oleh air dan abu gunung memberikan kesuburan dan kerahayuan atau kesejahteraan. Peristiwa erupsi juga diartikan sebagai tanda-tanda alam bagi kehidupan manusia.

Saat Gunung Agung meletus pada 1917 dianggap sebagai teguran dewata karena manusia mengabaikan Pura Besakih. Begitu letusan pada 1963 dipercaya sebagai bentuk kemarahan dewata karena terjadi ketidakseimbangan lingkungan serta tingkah laku manusia yang lalai menghormati dewa.

Meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Agung secara sains telah banyak dikupas, tetapi di balik itu barangkali bisa dimaknai pula secara spiritual sebagai tanda-tanda alam yang memberikan kesadaran bagi manusia untuk mengambil kearifan penyikapan ke depan.

Semangat inilah, menurut Gusde, yang hendak dihimpun menjadi kekuatan yang senantiasa menyadarkan kita untuk berempati, ‘menyama braya’ maupun hormat dan berbuat yang terbaik bagi alam. Masyarakat Bali yang menjujung filosofi kehidupan Tri Hita Karana, diingatkan secara terus-menerus untuk menjaga Bali baik secara keduniaan maupun taksunya.

Kekeluargaan, gotong royong (ngayah), metetulung, dan rasa memiliki telah terbukti mengantar festival ini menjadi kegiatan komunal yang memberikan kemanfaatan nyata bagi warga dan sejumlah komunitas desa pesisir ini dan sekitarnya. Spirit kreativitas, motivasi, dan inovasi ala Sanur yang diwadahi dan disalurkan melalui festival ini bakal terus dikembangkan untuk mewujudkan tatanan sosial dan budaya yang berkesejahteraan dan berkedamaian.

Gusde terus melakukan eksplorasi untuk menghadirkan inovasi baru bagi kemajuan Sanur. Melalui Boost Sanur Village Festival ia berupaya menghasilkan produk-produk industri ikutan yang sangat diperlukan bagi pengembangan bisnis masa depan.

Program Boost Sanur Village Festival tetap mengedepankan aktivitas lingkungan, seni budaya, hiburan, sport, kuliner, pariwisata, pameran, dan lain-lain. (Rilis)