
SEBANYAK 164 janda lanjut usia (lansia) di Desa Kolong, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, diberi paket sembako bantuan pribadi Kepala Desa (Kades) Kolong.
Menurut Sekdes Fungky SSi dan Yiswati SPd, serta Siti Nuraini, bahwa se-Desa Kolong ada sekitar 352 orang janda tetapi yang dapat bingkisan dari kades adalah yang usia 70 up atau 70 kurang 2-3 bulan, dan termasuk katagori miskin atau layak dibantu.
Kades Kolong, Harto, bersama istrinya, Rumiyati, kepada Wartawan Majalah FAKTA (Ekopurnomo) menjelaskan bahwa bantuan ini berasal dari dana pribadi dengan sasaran janda-janda tua yang layak dibantu. Walau usulan RT menyebutkan nama jandanya tapi usianya masih muda atau masih bisa bekerja, tidak dibantu. Lagi pula bagi janda tua yang sudah dapat paket bantuan dari pemerintah, juga masih berhak diberi.
“Ini kebetulan bar panenan, musim Corona dan bulan puasa, maka saya sepakat dengan istri untuk menyisihkan sebagian rejeki untuk membantu pada mbah-mbah janda. Semoga dengan ini bisa membantu mereka di musim Corona ini, tetapi jangan dinilai berapa nilainya jika diuangkan ya. Dan hal ini sudah kami rencanakan setelah beberapa bulan kami dilantik, yakni saat Ramadhan kami akan memberikan bingkisan, khusus kepada janda-janda tua yang tak punya dan yang mau menerima bantuan. Sifatnya tidak merata ke 24 RT, tetapi sesuai yang ada janda tuanya serta bagi yang mau. Soalnya mungkin ada yang idealis, tak mampu tapi tak mau, itu juga ada lo. Oleh karena itu Ketua RT setelah menyetorkan daftar nama lalu diverifikasi. Jangan sampai membuat di antara kita tersinggung. Jumlah riilnya ke sekdes,” jelas kades yang berputra dua ini.
Selanjutnya Sekdes Fungky SSi menyodorkan catatan, terbanyak RT 14 & RT 18 masing-masing 10 janda tuanya layak dibantu. Paling sedikit RT 24, yakni cuma ada 2. “Ada janda 70 tahun kurang sedikit tapi tetap dapat,” kata Sekdes Fungky.
Toleransi Umat Beragama
Desa Kolong walau mayoritas muslim, namun juga ada penganut agama Katolik dan Protestan. Ada gereja Katolik. Sedangkan untuk Protestan-nya, kegiatan kebaktiannya di desa sebelah. Jemaat Katolik Desa Kolong berjumlah sekitar 80-an orang. Mereka hidup rukun berdampingan, saling bertoleransi. Semua sudah sesuai pilihan masing-masing. Termasuk yang muslim pun juga beragam organisasinya. “Ya Kolong itu ibarat lagunya Pak Haji Rhoma Irama yang judulnya ‘Hak Azasi’. Bebas untuk melakukan segala-galanya, asalkan saja tidak bertentangan dengan Pancasila. Kami bukan asli Kolong, tetapi kami dipilih untuk menjadi pemimpin, tentunya harus bisa ‘ngemong’ , ‘ngemong’ dari segala aspek, yakni harapan terwujud, bisa dirasakan, tidak tebang pilih. Semua melalui proses demokrasi. Sudah jadi ‘bapak’ tentu harus berusaha ‘ngemong’ dengan bijaksana dan adil. Oleh karena itu, memberi untuk yang layak diberi, jangan sampai salah sasaran yang ujung-ujungnya ‘podho karo nguyahi segoro’ (sama halnya menabur garam di laut). Maka harus mengarah pada manfaat bagi yang menerima,” ulas Kades Harto dengan bijak.
“Memang, Pak Harto dulu justru banyak yang menghendaki padanya agar harapan warga bisa terpenuhi, termasuk mindah Balai Desa supaya tampak ada kemajuan. Alhamdulillah, sudah tampak banyak perubahan di Desa Kolong ini,” ungkap warga yang enggan disebut namanya kepada FAKTA. (F.463)