Daerah  

Banjarbaru Menjajal “Generasi Emas” antara Inovasi dan Realita Layanan Kesehatan

Wali Kota Banjarbaru Hj. Erna Lisa Halaby menyerahkan secara simbolis ambulans untuk lima puskesmas kecamatan.

FAKTA – Banjarbaru kembali menguji komitmennya di bidang kesehatan publik. Senin pagi, 29 September 2025, di halaman Puskesmas Rawat Inap Cempaka, Wali Kota Banjarbaru Hj. Erna Lisa Halaby tampil dengan sederet program yang diklaim strategis. Dari penyerahan ambulans untuk lima puskesmas kecamatan, pembagian suplemen gizi, hingga peluncuran layanan digital bagi ibu hamil. Namun, dibalik gegap gempita seremoni, pertanyaan lebih mendasar mengemuka sejauh mana program ini mampu menjawab problem kesehatan yang sesungguhnya menghantui Banjarbaru?

Inovasi diatas Panggung
Dalam acara yang dikemas rapi itu, Pemkot Banjarbaru meluncurkan inovasi “Generasi Emas” Gerakan Edukasi dan Registrasi Identitas Anak yang Dilahirkan di Puskesmas. Program ini hasil kolaborasi Dinas Kesehatan dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Janjinya, setiap bayi yang lahir langsung pulang dengan akta kelahiran, KIA (Kartu Identitas Anak), hingga tercatat dalam Kartu Keluarga.

Langkah ini, jelas Erna Lisa, dimaksudkan agar hak identitas anak sejak dini tidak lagi tersendat. “Persoalan kesehatan dan kependudukan adalah fondasi masa depan,” ujarnya, sembari menandatangani komitmen bersama.

Cermin Persoalan Lama
Namun data lapangan berbicara lain. Banjarbaru masih bergulat dengan tingginya kasus ibu hamil KEK (Kekurangan Energi Kronis), prevalensi stunting, hingga angka kematian ibu dan bayi yang belum menunjukkan tren penurunan signifikan. Bahkan penelitian terbaru mengaitkan anemia bayi baru lahir dengan stunting problem yang tak bisa diselesaikan hanya dengan sirup Fe dan susu tambahan.
Ambulans yang baru saja diserahkan, misalnya, memang menambah armada. Tapi persoalan klasik soal distribusi, keterjangkauan, hingga ketersediaan tenaga medis terlatih kerap membuat layanan darurat tetap lamban menjangkau warga di wilayah pinggiran.

Antara Janji 100 Hari dan Tantangan Nyata
Erna Lisa menyebut rangkaian program ini bagian dari target 100 hari kerja. Sebuah periode yang biasanya penuh jargon politik. Pertanyaannya apakah dalam tiga bulan, problem struktural kesehatan bisa dipangkas hanya dengan intervensi simbolik?
“Program ini harus dipastikan berkelanjutan, bukan sekadar proyek seremonial. Kalau tidak, kita hanya menambal luka di permukaan tanpa menyentuh akar masalah,” ungkap seorang warga di Puskesmas Sungai Ulin yang enggan disebutkan namanya.

Antara Optimisme dan Skeptisisme
Pemerintah kota boleh saja optimistis menyebut inovasi “Generasi Emas” sebagai terobosan pelayanan publik. Tetapi, bagi warga yang masih berhadapan dengan antrean panjang di puskesmas, ibu hamil yang kekurangan gizi, atau keluarga yang kehilangan bayi karena akses layanan terlambat, janji-janji di podium hanyalah potret timpang antara rencana dan realita.
Banjarbaru sedang berpacu dengan waktu. Jika tidak hati-hati, program-program ini hanya akan menjadi album foto pencitraan di arsip pemerintah kota banjarbaru bukan jawaban atas kebutuhan riil warganya. (Stany)