FAKTA – Seakan menjadi ironi, kota Banjarbaru yang dikenal sebagai “kota transit” di Kalimantan Selatan, kembali diselimuti kabar duka. Kurang dari 24 jam setelah bocah 11 tahun tewas di Jalan A. Yani Kilometer 28, insiden maut kembali mencatatkan korban. Kali ini terjadi di Jalan Trikora, Guntung Manggis, hanya selemparan batu dari RSUD Idaman, Minggu (28/9/2025) dini hari.
Habibi, relawan emergency GTM, menjadi saksi awal hiruk pikuk pagi buta itu. “Kami dapat informasi sekitar pukul 05.30 Wita. Katanya motor bertabrakan dengan truk roda enam,” ungkapnya. Saat timnya tiba, suasana sudah porak-poranda. Tiga anak muda tergeletak di jalanan, tubuh mereka berdarah tanpa pelindung kepala.
Dari keterangan awal, diduga kuat para pengendara sepeda motor dalam kondisi mabuk. Fakta ini kian menambah kelam potret keselamatan lalu lintas di Banjarbaru. “Satu meninggal dunia di tempat, satu luka lecet, satu lagi masih sadar. Ketiganya tidak memakai helm,” jelas Habibi dengan nada getir.
Jasad korban yang tak dikenal segera dievakuasi ke ruang pemulasaran RSUD Idaman. Sementara rekan-rekannya yang selamat masih dalam penanganan medis.
Fenomena ini menambah daftar panjang kecelakaan di Banjarbaru. Hanya dalam tiga hari, kota ini mencatat tiga tragedi: seorang pengendara remaja terlindas truk di Sungai Besar, bocah 11 tahun meregang nyawa di A. Yani, dan kini, pemuda tanpa helm kehilangan nyawanya di Trikora.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: di mana letak lemahnya sistem? Apakah di minimnya pengawasan aparat, buruknya kesadaran berlalu lintas, ataukah kombinasi keduanya?
Sosiolog lokal yang enggan disebutkan namanya bahkan menyebut Banjarbaru sedang menghadapi “darurat lalu lintas.” Jalan raya bukan lagi sekadar arena mobilitas, tetapi juga “ladang maut” yang setiap saat bisa merenggut jiwa. (Stany)






