DI masa krisis seperti saat ini sering kali kita mengaitkan antara berbagai masalah yang melanda kehidupan kita dengan nasib dan takdir. Bagaimana seharusnya kita bersikap agar segala masalah yang datang kepada kita dapat kita terima, kita atasi dan bila mampu ya kita selesaikan ? Persoalan nasib masih akan tetap menjadi perdebatan seru meski sampai hari kiamat tiba. Sebagian dari kita memahami sifatnya yang passive-constant dan mutlak yaitu menerima semua keadaan yang menimpa dirinya sebagai nasib dirinya. Sedangkan sebagian lagi memahami sifatnya yang active-dynamic dan changeable yaitu bahwa segala sesuatu yang menimpa dirinya dapat diubah.
Selain itu, beberapa pertanyaan juga timbul, misalnya apakah kita diberi kebebasan untuk menciptakannya atau hanya kekuatan Tuhanlah yang memiliki hak menciptakannya ? Dan, masih banyak lagi bentuk-bentuk kontroversial yang membicarakan tentang nasib.
Terlepas dari kontroversi tersebut kita mencoba melihat dan memahami bahwa nasib itu adalah suatu perspektif/cara pandang dalam diri seseorang. Kalau kita menjadikan kehidupan ini sebagai materi belajar, maka cobalah memahaminya dari sudut pandang secara logika: Bahwa nasib adalah “Pilihan dan Konsekuensi”.
Ketentuan tentang surga dan neraka pun sebenarnya tidak lepas dari faktor memilih di mana akal, hati, perasaan, pikiran telah disediakan supaya kita menjadikannya alat untuk memilih. Kalau pilihan kita adalah berupa pemahaman bahwa nasib bersifat passive-constant dan sudah menjadi hak bagi kekuatan di luar diri kita (meskipun tidak berarti benar atau salah), maka pilihan tersebut menjadikan kita berhenti membicarakan apalagi mengubahnya.
Sebaliknya, jika anda memilih untuk memahami bahwa nasib bersifat active-dynamic dan changeable (meskipun tidak berarti benar-salah), maka pilihan tersebut mempunyai konsekuensi bahwa kita diperintah untuk menemukan jawaban-jawabannya.
Di sinilah sesungguhnya makna belajar terjadi . Seperti dinyatakan oleh para tokoh pengembangan diri, termasuk Charles Handy yang mengatakan: “The real learning is self discovery by exploration”. Belajar berarti mengubah situasi ke arah yang lebih baik berdasarkan proses kemampuan anda. Dengan memahaminya sebagai materi pembelajaran diri maka nasib adalah situasi tertentu yang terjadi secara repetitive akibat dari pilihan anda terhadap mindset (pola pikir) tertentu.
Seperti anda ketahui, mindset adalah satu perangkat software yang cara kerjanya telah memberi ilham pencipta komputer atau mesin fotocopy di mana print-out atau hasil copy-an adalah bentuk fisik dari kandungan materi di dalam layar. Untuk mengubahnya kita dapat mempelajari materi hidup :
1. Kesadaran
Terdapat sembilan wilayah hidup yang diyakini sebagai kunci sukses hidup yaitu : kesehatan fisik, kewibawaan profesional, kemakmuran finansial, keharmonisan hubungan, ketenangan spiritual, keseimbangan mental, keharuman reputasi moral, kewibawaan kelas sosial dan apa yang digolongkan oleh lingkungan sebagai calon penghuni surga. Kalau kaitannya dengan nasib, pertanyaan yang patut kita renungkan adalah bagaimana kesadaran anda mendifinisikan hal-hal tersebut yang secara berulang-ulang terjadi di dalam hidup kita selama ini.
Dalam hal keuangan, apakah kita selama ini merasakan kemakmuran atau kemelaratan? Apakah anda tipe manusia yang mudah terserang penyakit atau sebaliknya? Apakah anda seorang yang mudah mendapatkan pekerjaan atau sebaliknya? Apakah anda tipe orang yang setiap kali mengakhiri hubungan dengan konflik atau sebaliknya? Berilah definisi dari kedua situasi yang menyimpan perbedaan diametral tersebut. Terimalah semuanya itu dengan kesadaran tinggi apa pun definisi yang anda miliki.
Pertanyaan kedua dan paling mendasar bagi kita adalah mengapa keadaan tersebut berlangsung secara berulang-ulang sehingga nampak seperti kemutlakan atau pengecualian ? Bahkan terkadang perubahan sekuat apa pun yang dilakukan, tetap tidak menembus pada akar pokoknya. Hampir dapat dipastikan bahwa penyebabnya adalah karena akar pokoknya bukan pada persoalan mengubah situasi eksternal melainkan meningkatkan (upgrading) kualitas personal. Mengapa tidak banyak orang miskin menjadi kaya, tidak banyak orang bodoh menjadi pintar, tidak banyak orang yang berkasta sosial rendah menjadi kasta kelas satu ? Padahal mereka awalnya menggunakan udara yang sama untuk bernafas dengan orang kaya, orang pintar, atau orang terhormat.
2. Rasa memiliki
Kesadaran bahwa kita sudah memiliki definisi tertentu tentang nasib kita baru berupa angka nol tetapi tidak berarti sia-sia, karena dari angka tersebut semua hitungan dimulai. Untuk mengubah nasib anda ke arah yang lebih baik, kita masih membutuhkan angka satu, dua dan tiga. Dan, sekali lagi jangan lupa, perubahan tersebut harus dimulai dari dalam diri sendiri bukan dari perubahan konstruksi keadaan di luar.
Langkah kita mengubah situasi eksternal bisa jadi hanya mampu mengubah format situasi tetapi ujung-ujungnya kembali lagi pada pola nasib kita semula.
Langkah pertama kita adalah merebut kepemilikan hidup. Artinya ; kitalah yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di dalam hidup karena kitalah yang memilikinya. Jika kepemilikan tidak pernah terjadi pada kita maka kemungkinan besar karena kita menggunakan naskah hidup orang lain atau kita menyerahkan naskah tersebut kepada orang lain. Hal itu menyebabkan cara berpikir kita : “Saya bisa berubah kalau lingkungan atau ada orang lain yang mengubah saya”.
Amatlah penting bagi kita untuk segera menjadi master bagi kehidupan pada saat kita mulai merebut tanggung jawab hidup. Dari sinilah perubahan akan dimulai. Begitu sudah tertanam rasa tanggung jawab yang penuh atas hidup kita, maka kekuatan yang muncul berupa kekuatan untuk menciptakan situasi tertentu bukan kekuatan untuk membiarkan situasi terjadi. Penyebab yang paling dominan mengapa nasib buruk bisa terjadi secara berulang kali adalah karena anda membiarkan situasi tersebut terjadi dan telah masuk ke dalam sistem keyakinan kita bahwa bukan menjadi tanggung jawab kita untuk mengubahnya.
3. Sinergi mental
Merubah situasi hidup identik dengan mengubah naskah hidup dan harus mulai dilakukan dengan melawan cara berpikir ‘nanti’. Awalilah perubahan dengan mulai menulis naskah hidup kedua di atas kertas sejarah dengan tinta imajinasi dan cat visualisasi. Naskah yang sudah kita pinjamkan kepada orang lain anggaplah sudah menjadi sejarah yang berarti pelajaran tetapi jangan sampai anda menjadi terbelenggu oleh keberadaannya. Kita membutuhkan imajinasi dan visualisasi mental tentang format perubahan nasib yang kita kehendaki.
Kita semua sudah tahu bahwa semua kreasi manusia di alam ini diciptakan pertama kali oleh imajinasi mental mulai dari kendaraan sepeda roda dua hingga pesawat terbang dengan berbagai modelnya. Demikian juga dengan model perubahan yang ingin kita wujudkan. Sinergi mental adalah proses di mana kita menggunakan potensi diri berupa imajinasi atau visualisasi tentang diri kita sendiri secara bayangan sampai ke tingkat sinergi diri ke dalam karakter dan potensi tindakan diri. Imajinasi adalah apa yang kita inginkan untuk terjadi, bukan apa yang kita miliki saat ini. Jangan hidup di dalam sejarah dan di dalam realitas jika perubahan nasib menjadi agenda anda, tapi hiduplah dengan imajinasi untuk mengubah sejarah dan realitas.
Paparan di atas belumlah cukup tuntas untuk merealisasikan keinginan kita dan masih tersedia cara-cara lain untuk bisa membekali diri dalam rangka merubah nasib diri kita sendiri. Kekuatan akal, mental, spiritual dan kepiawaian sosial adalah merupakan pijakan untuk kita berbuat sesuai dengan imajinasi kita. Yang pasti adalah : Segeralah miliki kendali hidup diri kita sendiri. Jangan pernah menunggu orang lain merubahnya dan marilah kita mencoba dan memulai semua itu sekarang juga dan bertindaklah dari hal-hal kecil yang dapat kita kendalikan. Semoga bermanfaat. (Iffah Rosyiana,M.Psi)