JARINGAN calo seleksi CPNS berkeliaran di daerah. Pengawasan diminta teliti memeriksa identitas peserta saat pelaksanaan tes. Enam orang sindikat percaloan seleksi CPNS berhasil dibekuk polisi. Masing-masing bernama Martin Tumpak Rumapea (27), Ahmad Lutfi (32), Hamdi Widi, Adi Putera Sujana (24), Wahyudi, dan Mustari (27). Mereka membagi peran masing-masing.
Wahyudi seorang dokter bertugas di Pelabuhan Makassar. Dia brokernya. Demikian kata Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Irwan Anwar, saat merilis kasus percaloan CPNS di halaman Mapolrestabes Makassar, Senin (29/10). Tersangka Martin Tumpak Rumapea, Ahmad Lutfi, Hamdi Widi, Adi Putera Sujana, bertugas sebagai joki yang menggantikan pelamar CPNS mengikuti ujian. Sementara Masriadi adalah peserta CPNS). Mereka satu sindikat nasional karena ada yang dari Provinsi Sumatera Utara (Martin), Jawa Timur (Adi) dan lainnya.
Irwan menyebutkan, penyidik masih mengejar jaringan lainnya yang identitasnya sudah diketahui. Jumlahnya 9 orang. ‘’Jadi, dua orang broker berinisial SM dan IR. Empat orang perantara berinisial ER, NR, MM, dan RS. Tiga orang lainnya peserta berinisial MA, RH, dan AJ,’’ ujarnya.
Sindikat percaloan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tersebut sudah bekerja selama dua tahun terakhir. Jadi, arah penyidikannya kepada mereka yang sudah jadi pegawai (ASN) berkat jasa kelompok joki ini. Mereka akan diambil keterangannya sebagai kelengkapan penyidikan. Dan yang bersangkutan bisa dijerat hukum. Mereka juga terancam diberhentikan sebagai ASN.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani, meminta agar calo yang sudah masuk DPO segera menyerahkan diri sebelum jadi TO. ‘’Karena identitas anda akan disebar ke semua jajaran kepolisian RI. Jadi, lebih baik menyerahkan diri,’’ kata Dicky di halaman Mapolretabes Makassar.
‘’Sindikat percaloan CPNS ini membujuk para peserta dengan membuka tempat bimbingan atau les privat bagi pelamar CPNS. Untuk jasa joki Rp 10 juta sampai Rp 40 juta. Kalau sudah lulus, broker meminta peserta membayar lagi Rp 124 juta sampai Rp 150 juta,’’ kata Dicky.
Pihak kepolisian berhasil mengungkap kasus ini berkat ketelitian pengawas saat ujian hari Minggu, 28 Oktober 2018, pukul 10.00 Wita, di lokasi tes CPNS Kemenkumham di Jalan Riburane, Kantor RRI Kota Makassar. Aksi para joki ketahuan karena foto yang disetor tidak sesuai dengan foto peserta. Polisi yang menerima laporan langsung membekuk pelaku, kemudian melakukan pengembangan. Hasilnya Musriadi dan Wahyudi selaku broker ditangkap dan jaringan lainnya kini menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO). Dicky menyakini, jika modus percaloan CPNS ini tak hanya terjadi di Sulsel saja. Untuk itu perlu ketelitian dari panita atau pengawas memeriksa identitas peserta.
Pelaku akan dijerat pasal 263 ayat (1) dan (2) jo pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP yaitu tindak pidana pemalsuan surat dan menggunakan surat palsu dan atau turut serta melakukan kejahatan. Ancaman hukumannya paling lama 6 tahun penjara.
Sedangkan Karo SDM Polda Sulsel, Kombes Pol Yohanes Ragil Heru Susetyo, mengatakan, pengamanan di lokasi tes CPNS melibatkan ring satu, dua dan tiga. Jadi ada 85 anggota dari polda yang bertugas khusus. Sebelum tes dimulai, seluruh ruangan disterilkan terlebih dahulu. Seluruh komputer yang digunakan untuk tes dibersihkan. Peserta digeledah terlebih dahulu dan tak boleh ada yang membawa handphone. Bahkan ikat pinggang, jam tangan, dan sisir sekalipun tak boleh dibawa masuk ke dalam ruang tes.
Tes CPNS harus betul-betul dijaga ketat. Menurutnya, tindak kecurangan bisa saja terjadi, lantaran tingginya animo masyarakat menjadi CPNS tak sebanding dengan kuota yang akan diterima.
Asmen Hukum dan Humas Pelindo IV Cabang Makassar, Anna Maryani, yang dikonfirmasi menegaskan bahwa Wahyudi yang ditangkap polisi bukan pegawai pelindo. “Yang bersangkutan merupakan tenaga kesehatan di pelabuhan. Tidak ada pegawai kami dokter,” katanya. (F.546)