FAKTA – Konfirmasi resmi akhirnya keluar dari Kodam XII/Tanjungpura, membuka tabir peristiwa mencekam yang terjadi di area tambang PT Sultan Rafli Mandiri (PT SRM), Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Insiden yang berlangsung pada Minggu (14/12/2025) itu ternyata jauh melampaui gambaran keributan biasa. Di baliknya, tersimpan aksi brutal sekelompok Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok yang menyerang prajurit TNI dengan senjata berbahaya di wilayah kedaulatan Indonesia.
Kejadian bermula saat prajurit Batalyon Zipur 6/SD tengah melaksanakan latihan rutin. Suasana mendadak berubah tegang setelah laporan dari petugas keamanan perusahaan menyebutkan adanya drone tak dikenal yang beroperasi di sekitar area latihan militer. Merespons laporan tersebut, empat prajurit TNI segera bergerak melakukan pengecekan ke lokasi sumber aktivitas mencurigakan itu.
Di lokasi, para prajurit mendapati empat WNA asal Tiongkok yang sedang mengendalikan drone. Pendekatan dilakukan secara persuasif, dengan maksud meminta keterangan. Namun situasi yang awalnya terkendali mendadak berubah drastis.
Tanpa diduga, sebelas WNA lainnya muncul dari sekitar lokasi, membuat jumlah mereka menjadi 15 orang. Bukannya memberi penjelasan, kelompok WNA tersebut justru melancarkan serangan agresif terhadap prajurit TNI.
Serangan itu bukan dilakukan dengan tangan kosong. Para WNA tersebut dilaporkan membawa senjata tajam berupa parang, airsoft gun, serta alat kejut listrik atau stun gun.
Kondisi di lapangan menjadi tidak berimbang dan sangat berbahaya. Untuk mencegah eskalasi yang berpotensi menimbulkan korban jiwa, prajurit TNI mengambil langkah taktis dengan mundur ke area perusahaan.
Aksi brutal itu meninggalkan kerusakan serius. Satu unit mobil Hilux mengalami rusak berat, sementara sebuah sepeda motor Vario hancur akibat amuk kelompok WNA tersebut.
Fakta-fakta di lapangan kemudian mengarah pada persoalan yang lebih dalam, yakni sengkarut internal PT SRM. Perusahaan tambang itu diketahui telah berganti kepemilikan, dan manajemen baru yang sah menegaskan tidak pernah memberikan izin kepada para Tenaga Kerja Asing tersebut untuk beroperasi.
Dengan demikian, keberadaan para WNA di area tambang itu diduga kuat ilegal, tanpa restu pemilik sah maupun otoritas terkait. Kabar penyerangan terhadap prajurit TNI sebagai simbol negara pun memicu reaksi keras dari pemerintah pusat di Jakarta.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, langsung mengirimkan tim khusus dari pusat pada Selasa (16/12/2025).
Operasi gabungan yang melibatkan Imigrasi, TNI dari jajaran Kodim hingga Mabes TNI, serta Polri dari tingkat Polres dan Polsek, digelar untuk menyisir lokasi dan mengamankan para WNA tersebut.
Hasilnya, sebanyak 26 WNA asal China berhasil diamankan dan kini ditahan di Kantor Imigrasi Ketapang. Aparat mengungkapkan bahwa target awal berjumlah 34 orang, sehingga proses pencarian dan pengejaran masih terus berlanjut.
Kasus ini kini tak lagi dipandang sebagai sengketa ketenagakerjaan semata. Penyerangan terhadap aparat militer Indonesia dengan senjata berbahaya di wilayah NKRI telah masuk ke ranah pidana berat.
Negara pun bersikap tegas. Nasib para TKA ilegal tersebut kini berada di ujung tanduk, menghadapi ancaman hukuman penjara, yang dapat berujung pada deportasi setelah proses hukum dijalani. (F1)






