Rugikan Negara Bendahara PMI Resmi Ditahan

FAKTA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Muara Enim resmi menetapkan dan menahan seorang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Biaya Pengganti Pengolahan Darah (PBPPD) di Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Muara Enim.

Tersangka berinisial WDA, yang menjabat sebagai Bendahara Unit Donor Darah (UDD) PMI Muara Enim, langsung ditahan usai penetapan status hukumnya. Penetapan tersangka diumumkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Muara Enim, Zulfahmi, didampingi Kepala Seksi Intelijen, Arsitha Agustian, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Krisdiyanto, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kejari Muara Enim pada Selasa, 9 Desember 2025.

Laporan Tak Sesuai Fakta
Kasus ini berawal dari hasil penyidikan Tim Tindak Pidana Khusus Kejari Muara Enim berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-03.h/L.6.15/Fd.1/10/2025 tertanggal 19 November 2025.

Penyidikan difokuskan pada dugaan penyimpangan dalam pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah yang menjadi salah satu sumber pembiayaan operasional Unit Donor Darah PMI.

Menurut Kajari Zulfahmi, berdasarkan aturan resmi Kementerian Kesehatan melalui Surat Edaran Nomor HK/Menkes/31/1/2014 dan SK Pengurus Pusat PMI Nomor 017/KEP/PP PMI/2014, besaran PBPPD ditetapkan sebesar Rp360 ribu per kantong darah.

Dana ini seharusnya dipergunakan secara akuntabel untuk kebutuhan operasional seperti pembelian kantong darah, reagen, kalibrasi alat, hingga kebutuhan pendukung pelayanan transfusi.

Namun, hasil penelusuran aliran dana menunjukkan adanya ketidaksesuaian serius. Dari rekening koran UDD PMI Muara Enim tahun 2024, ditemukan total pengeluaran sebesar Rp2,48 miliar.

Ironisnya, dalam laporan pertanggungjawaban resmi hanya dicatat sebesar Rp1,95 miliar. Selisih inilah yang kemudian memicu kecurigaan penyidik hingga berujung pada pengungkapan dugaan korupsi.

Modus: Kwitansi palsu hingga mark-up anggaran dalam proses penyidikan, terungkap bahwa tersangka WDA diduga menjalankan modus terstruktur untuk menyalahgunakan dana PBPPD.

Sementara itu Zulfahmi mengungkapkan beberapa modus yang dilakukan, diantaranya:
Membuat sendiri lima kwitansi palsu terkait pencairan anggaran untuk pembelian kantong darah.

Menambahkan angka “1” pada dua invoice resmi, sehingga nominal pencairan membengkak masing-masing sebesar Rp100 juta dari nilai seharusnya, melakukan mark-up harga dalam pengadaan snack kegiatan serta pembelian blanko Unit Donor Darah.

Tak hanya itu, uang yang seharusnya digunakan untuk biaya kalibrasi peralatan medis, pembelian reagen, dan pengadaan kantong darah, justru dialihkan untuk kepentingan pribadi tersangka.

“Tersangka tidak menjalankan prinsip pengelolaan keuangan secara transparan, tertib, dan akuntabel, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan,” tegas Zulfahmi di hadapan awak media.

Kerugian Negara Nyaris Setengah Miliar Rupiah Berdasarkan hasil perhitungan resmi yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Sumatera Selatan, perbuatan tersangka WDA mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 477.809.672.

Angka tersebut diperoleh setelah dilakukan penghitungan terhadap seluruh transaksi mencurigakan selama periode 2022 hingga 2024, termasuk bukti transaksi, laporan keuangan, dan keterangan saksi-saksi.

Atas perbuatannya, tersangka WDA dijerat dengan pasal berlapis. Secara primair, ia dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Selain itu, secara subsidair, WDA juga dijerat Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b undang-undang yang sama. Ancaman hukuman dari pasal-pasal tersebut adalah pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda dan kewajiban pembayaran uang pengganti.

Penyidikan Berpotensi Berkembang
Untuk mempercepat proses hukum, Kejari Muara Enim langsung melakukan penahanan terhadap tersangka. WDA resmi dititipkan di Lapas Kelas IIB Muara Enim selama 20 hari terhitung sejak 9 Desember hingga 28 Desember 2025.

Penahanan ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Tingkat Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Muara Enim Nomor PRINT-06/L.6.15/Fd.1/12/2025.

Meski demikian, pihak Kejari Muara Enim menegaskan bahwa penyidikan belum berhenti pada satu tersangka. “Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, sementara tersangka melakukan perbuatan tersebut sendiri. Namun, kami tetap membuka peluang untuk mengembangkan perkara ini apabila ditemukan adanya keterlibatan pihak lain,” pungkas Kajari Zulfahmi. (Bambang MD)