Jembatan Koto Buruak Putus, Tiga Nagari di Lubuak Aluang Terancam Terisolasi Total, Pemerintah Percepat Evakuasi Warga

Jembatan Koto Buruak Putus, Kamis (27/11/2025).

FAKTA – Kamis, 27 November 2025 — Deru air bah yang menghantam Jembatan Koto Buruak di Kecamatan Lubuak Aluang, Padang Pariaman, Sumatera Barat, Kamis (27/11), bukan hanya memutus konstruksi beton di atas Batang Anai. Ia juga memutus nadi aktivitas ribuan warga dari tiga nagari sekaligus, memunculkan kekhawatiran luas akan terjadinya isolasi total di wilayah tersebut.

Jembatan yang selama ini menjadi penghubung vital antara Nagari Lubuak Aluang, Sikabu, dan Salibutan itu runtuh dalam hitungan detik ketika debit air sungai melonjak tajam akibat hujan deras berhari-hari.

Kondisi ini diperburuk dengan belum diperbaikinya Jembatan Kayu Gadang, akses alternatif yang sebelumnya juga putus. Dengan dua jalur utama tak lagi berfungsi, ruang gerak masyarakat kini menyempit drastis.

Satu-satunya jalur yang tersisa kini hanya melalui arah Nagari Buayan Lubuak Aluang. Namun rute tersebut dinilai terlalu jauh, terutama bagi warga Salibutan dan Sikabu yang harus menempuh lintasan berbukit serta rawan longsor.

“Jalan Pasie Laweh juga putus. Jadi warga tak punya pilihan lain,” ujar Rian, warga Lubuak Aluang.Ia mengaku banyak warga memilih tetap di rumah karena hujan yang tak kunjung reda membuat perjalanan menjadi taruhan nyawa.

Rian menggambarkan ketakutan kolektif masyarakat. “Hujan sedikit saja, tebing bisa longsor. Kami hanya berharap cuaca membaik. Semoga Allah melindungi,” tuturnya.

Resti, warga Nagari Sikabu, mengatakan seluruh arus mobilitas kini bertumpu pada satu jembatan besar menuju arah Buayan. Jika akses itu ikut terganggu, tiga nagari akan lumpuh total.

“Itu satu-satunya jembatan yang masih tersisa. Kalau sampai tidak bisa dipakai juga, habis sudah. Tidak ada yang berani menyeberang Batang Anai dengan arus seperti sekarang,” ujarnya.

Ia menilai situasi kali ini sebagai yang terburuk dalam beberapa tahun terakhir. “Bukan hanya soal transportasi, tapi akses kesehatan, pendidikan, dan distribusi barang bisa berhenti total.”

Sementara itu, Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis (JKA), turun langsung ke lokasi jembatan yang putus. Mata berkaca-kaca, ia menyaksikan sisa-sisa konstruksi yang terseret banjir besar.

“Ini bukan sekadar jembatan. Ini urat nadi kehidupan masyarakat,” ucap JKA dengan suara berat.

Dampak kerusakan terasa paling parah di Nagari Sikabu. Warga mulai dari anak-anak, lansia hingga ibu-ibu, terjebak di kawasan tanpa akses keluar yang aman.

Meski suasana penuh duka, JKA menegaskan pemerintah daerah tidak akan tinggal diam. Dari lokasi kejadian, ia langsung mengeluarkan sejumlah instruksi darurat:

  1. Keselamatan jiwa sebagai prioritas utama — warga di daerah rawan diimbau segera dievakuasi ke tempat aman dan lebih tinggi.
  2. Seluruh perangkat daerah diminta turun ke lapangan untuk mempercepat proses evakuasi dan penyelamatan.
  3. Pembentukan dapur umum guna memastikan kebutuhan pangan pengungsi terpenuhi.
  4. Sekolah diliburkan sementara hingga kondisi dinyatakan aman oleh pemerintah daerah.
  5. Permohonan dukungan penuh kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat agar penanganan darurat dapat dilakukan dengan cepat dan komprehensif.

“Saya mengajak kita semua untuk berdoa agar musibah ini segera berlalu, dan masyarakat diberi keselamatan,” ujar JKA.

Musibah ini juga menelan korban. Seorang ibu yang tengah melintas bersama anaknya ikut terjatuh ketika jembatan ambruk. Sang anak berhasil diselamatkan warga, namun sang ibu masih dalam pencarian hingga hari ini.

Upaya pencarian dilakukan dengan peralatan terbatas karena arus Batang Anai yang luar biasa deras.

Dengan intensitas hujan diperkirakan masih tinggi dalam beberapa hari ke depan, warga berharap pemerintah bergerak cepat mengatasi kondisi darurat ini. Ribuan penduduk kini berada dalam situasi yang serba terbatas dan penuh kecemasan.

“Tolong pemerintah jangan lepas pantau kondisi Sikabu, Salibutan, dan sebagian Lubuak Aluang. Kalau satu jembatan lagi rusak, kami benar-benar terputus dari dunia luar,” ujar Resti.

Sementara itu, camat, perangkat nagari, relawan, dan aparat TNI-Polri terus bersiaga di lapangan untuk mengantisipasi kondisi terburuk.

Musibah ini kembali menjadi pengingat betapa rentannya infrastruktur daerah terhadap cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi. Bagi masyarakat Lubuak Aluang, setiap tetes hujan kini bukan lagi sekadar cuaca, melainkan ancaman yang bisa memutus kehidupan. (ss)