Kota Pariaman Petakan Potensi Bencana Melalui Penyusunan DKRB

Wawako Mulyadi saat pimpin diskusi publik.

FAKTA — Pemerintah Kota Pariaman mulai memetakan ulang potensi bencana melalui penyusunan Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB), langkah strategis yang digelar dalam sebuah diskusi publik di Ruang Rapat Wali Kota Pariaman, Senin, 17 November 2025. Forum resmi yang dibuka oleh Wakil Wali Kota Mulyadi itu menandai komitmen Pemkot untuk memperkuat kesiapsiagaan menghadapi berbagai ancaman alam yang semakin tak terduga.

Dalam diskusi yang dihadiri organisasi perangkat daerah, akademisi, dan Balitbang Provinsi Sumatera Barat secara daring, Pemerintah Kota Pariaman menegaskan bahwa mitigasi tidak lagi cukup dilakukan secara seremonial—melainkan harus berbasis kajian ilmiah yang rinci, terukur, dan menjadi pijakan kebijakan jangka panjang.

Pariaman merupakan salah satu daerah dengan tingkat kerawanan bencana tertinggi di Sumatera Barat. Peta nasional kebencanaan menempatkan kota pesisir ini sebagai satu dari lima wilayah berisiko besar: menghadapi ancaman tsunami, gempa bumi, abrasi pantai, hingga kerentanan sosial-ekonomi yang memperburuk dampak bencana.

Dalam konteks tersebut, penyusunan Dokumen KRB menjadi langkah mendesak. Dokumen ini akan menghimpun analisis ancaman, tingkat kerentanan, serta kapasitas daerah dalam merespons bencana, sebelum kemudian diturunkan menjadi Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan road map mitigasi 2026.
Wakil Wali Kota Pariaman, Mulyadi, menegaskan bahwa upaya penyusunan KRB merupakan strategi fundamental dalam merencanakan penanganan bencana yang komprehensif.

“Kota Pariaman merupakan salah satu daerah rawan bencana. Satu sisi kita tidak ingin bencana itu datang, tetapi kita juga tidak bisa menolaknya. Karena itu, kita perlu langkah antisipatif yang terarah, terencana, dan terstruktur,” ujar Mulyadi.

Ia menambahkan bahwa proses diskusi publik menjadi ruang untuk menyamakan persepsi sekaligus memperkaya naskah KRB dengan masukan para pemangku kepentingan.

“Dokumen ini akan menjadi pijakan ilmiah dalam merumuskan kebijakan penanggulangan bencana untuk masa yang akan datang. Dari sini akan lahir rencana penanganan jangka panjang yang lebih menyentuh aspek keselamatan masyarakat,” katanya.

Diskusi menghadirkan Revanche Jefrizal, Direktur PT DRR Indonesia, sebagai narasumber utama. Ia memaparkan bahwa KRB harus mampu memberikan gambaran rinci mengenai seluruh unsur risiko: mulai dari peta sebaran ancaman tsunami dan gempa, potensi abrasi, hingga evaluasi kerentanan sosial-ekonomi, fisik wilayah, dan kondisi lingkungan.

Dokumen ini juga menilai kapasitas daerah dalam merespons bencana—mulai dari sumber daya manusia, kelembagaan, hingga kesiapan fasilitas penanganan darurat.

Pemkot Pariaman menargetkan Dokumen KRB menjadi dasar penyusunan road map mitigasi bencana Kota Pariaman 2026 yang nantinya disinergikan dengan program BMKG Sumatera Barat.Mulyadi menekankan pentingnya partisipasi aktif peserta diskusi, baik luring maupun daring.

“Kami berharap dokumen KRB ini dapat selesai tepat waktu dan menjadi panduan utama. Dengan penanganan bencana yang komprehensif dan terstruktur, kita ingin memastikan jaminan keselamatan bagi masyarakat Pariaman,” ujarnya.

Penyusunan Dokumen Kajian Risiko Bencana menandai fase baru mitigasi di Pariaman. Dengan pendekatan ilmiah, partisipatif, dan terintegrasi dengan lembaga nasional, Pemkot berharap kota pesisir itu lebih siap menghadapi bencana alam yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Upaya serius ini menjadi fondasi krusial dalam membangun ketangguhan masyarakat di masa mendatang. (ss)