FAKTA – Kritik Mahfud MD terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan sekadar adu argumen di ruang publik.
Lebih dari itu, sindiran mantan Menko Polhukam ini seolah menjadi cermin yang memantulkan wajah lembaga antirasuah yang kini tampak kehilangan refleks dasarnya, kepekaan terhadap dugaan tindak pidana korupsi.
Melalui akun media sosial X miliknya, Sabtu (18/10/2025), Mahfud menilai permintaan KPK agar dirinya melapor secara resmi terkait dugaan mark up proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) adalah langkah yang “aneh dan keliru”.
“Dalam hukum pidana, jika ada informasi tentang dugaan peristiwa pidana mestinya aparat langsung menyelidiki, bukan menunggu laporan,” tulis Mahfud.
Kritik itu sederhana tapi menohok, mengapa lembaga yang seharusnya paling gesit justru tampak menunggu “bola datang” di depan gawangnya sendiri ?
Mahfud menegaskan bahwa kasus dugaan mark up itu bukan hasil temuannya pribadi.
Ia hanya mengulas kembali tayangan NusantaraTV yang lebih dulu membahasnya bersama ekonom Anthony Budiawan dan pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo.
“Kalau KPK berminat, panggil saja saya, lalu panggil NusantaraTV dan narasumbernya. Tidak usah menunggu laporan,” ujarnya.
Sindiran itu disampaikan dengan gaya khas Mahfud—dingin, logis, tapi berisi. Pesan tersiratnya jelas, di tengah maraknya pemberitaan dan sorotan publik, seharusnya KPK tak perlu menunggu aba-aba untuk bergerak.
Dalam konteks hukum pidana, pernyataan Mahfud bukan tanpa dasar.
Prinsip officium nobile atau kewenangan proaktif aparat penegak hukum memungkinkan lembaga seperti KPK untuk langsung menindaklanjuti dugaan korupsi yang sudah terang benderang di ruang publik.
Namun di lapangan, KPK justru meminta laporan resmi. Sebuah langkah yang bagi banyak pihak menunjukkan betapa lembaga itu kini lebih sibuk mengurus prosedur daripada substansi.
Publik pun membaca kritik Mahfud ini bukan semata soal Whoosh, melainkan soal arah.
Tentang KPK yang dulu dikenal berlari lebih cepat dari kabar, kini malah berjalan pelan di belakang pemberitaan.
“Aneh kalau KPK belum tahu tayangan itu sudah viral di media,” tutup Mahfud dalam unggahannya—sebuah kalimat penutup yang terasa lebih seperti tamparan halus ketimbang pernyataan.
Kini, publik menunggu bukan sekadar siapa yang benar, tapi apakah KPK masih punya refleks untuk bergerak cepat tanpa perlu diundang laporan.
Karena dalam urusan korupsi, menunggu sering kali sama artinya dengan membiarkan. (Laporan : F1||majalahfakta.id)






