Daerah  

Penasihat Hukum Asisten 1, SK Wali Kota Pariaman Cuma Bisa Diputuskan Pengadilan Tata Usaha Negara

SK Wali Kota Pariaman

FAKTA – Mantan Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kota Pariaman, Yaminu Rizal, yang diduga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, resmi menggugat Surat Keputusan (SK) Wali Kota tentang pembebasan tugas sementara dari jabatan Pimpinan Tinggi Pratama ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang.

Yaminu Rizal menyebutkan, yang menjadi objek sengketa yang digugat ke PTUN Padang yakni SK Wali Kota Nomor 1220/SK/KEP/WAKO-2025 tanggal 3 Juli 2025 tentang pembebasan tugas sementara dirinya dari jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.

Gugatan tersebut, yang diajukan oleh tim kuasa hukumnya, menuntut SK Wali Kota itu dinyatakan batal atau tidak sah dan tergugat wajib mencabut keputusan itu, serta memulihkan harkat dan martabat pengugat.

Menurut Yaminu Rizal, kebijakan yang dilakukan oleh Wali Kota itu tanpa alasan hukum yang jelas dan tidak melalui mekanisme atau prosedur evaluasi kinerja, dan kebijakan itu sangat merugikan pada dirinya. Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh Wali Kota ini telah melanggar hak-hak administratifnya sebagai ASN.

“SK Wali Kota itu saya terima pada 3 Juli 2025 . Alasannya untuk kelancaran pemeriksaan atas dugaan pelanggaran disiplin. Namun, kebijakan Wali Kota itu tanpa alasan hukum yang sah dan tidak melalui prosedur evaluasi kerja,” sebut Yaminu Rizal, Selasa (30/9/2025).

Seharusnya, sebut Yaminu Rizal, setiap pelanggaran disiplin wajib didahului panggilan tertulis oleh atasan. Menurutnya, keputusan yang dilakukan Wali Kota itu, tanpa melalui prosedur sebagai pimpinan terhadap bawahan. Selain itu, tindakan dilakukan Wali Kota ini menimbulkan kerugian

“Saya tidak pernah menerima teguran, surat panggilan, atau diperiksa secara resmi sebagaimana diatur dalam PP No 94 Tahun 2021 tentang disiplin pegawai negeri sipil. Jadi, keputusan yang dilakukan tanpa prosedur pemeriksaan yang sah, adalah tindakan yang cacat prosedur dan ini melanggar hukum,” sebut dia.

Ia menilai, tindakan dilakukan Wali Kota ini menimbulkan kerugian pada dirinya. Kerugian yang dimaksud adalah kerugian materil dengan hilangnya penghasilan tambahan yang melekat pada jabatan dan hak keuangan lainya. Selain itu, juga tidak menerima tambahan penghasilan pegawai (TPP) untuk bulan Mei dan Juni.

Bukan itu saja, sebut Yaminu Rizal, dengan kebijakan Wali Kota tersebut, dirinya mengalami penurunan martabat, nama baik, dan reputasi sebagai pejabat senior di lingkungan Pemerintah Kota Pariaman.

“Keputusan yang dilahirkan Wali Kota itu tanpa melalui prosedur pemeriksaan yang adil membuat Saya dan keluarga mendapatkan stigma negatif dari lingkungan kerja dan masyarakat,” jelasnya.

Semenentara itu penasehat hukum pengugat, Yohannas Permana dari KREASI LAW FIRM menyebutkan, sebelumnya mengajukan gugatan ke PTUN, pihaknya telah menempuh upaya administratif kepada Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Pariaman, serta kepada Wali Kota. Namun, upaya tersebut tidak mendapat respons.

“Klien kami telah mengajukan keberatan administratif pertama kepada Sekdako, pada tanggal 4 Juli 2025. Kemudian, pada tanggal 9 Juli 2025, Klien kami kembali mengajukannya melalui surat terpisah yang ditujukan kepada Wali Kota dan Ketua Tim Pemeriksa,” sebut Yohannas Permana kepada wartawan.

Hingga gugatan didaftarkan, upaya keberatan administrasi resmi yang diajukan Klien belum mendapatkan tanggapan dari Tergugat. Menurutnya, mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung nomor 6 Tahun 2028, prosedur untuk memperoleh keadilan bagi Penggugat adalah mengajukan gugatan ke PTUN.

“Kami telah melakukan mekanisme sebelum ke PTUN atas SK Wali Kota Pariaman itu, dan ini bisa disikapi melalui PTUN,” tegasnya.

Selain itu, Yohannas juga menyoroti sejumlah pelanggaran asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) yang dilanggar oleh Tergugat, termasuk Asas Kepastian Hukum, Asas Keterbukaan, Asas Tidak Menyalahgunakan Wewenang, dan Asas Proporsionalitas dan Perlakukan yang Adil.

“Lahirnya SK Wali Kota itu, tanpa proses pemeriksaan dan tanpa penjelasan yang memadai mencerminkan penggunaan wewenang secara sewenang-wenang (arbitrary) yang dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.

Pihaknya berharap, Majelis Hakim PTUN Padang yang memeriksa dan memutuskan perkara ini dapat mengabulkan gugatan Klien kami dan menyatakan Keputusan Wali Kota Pariaman tersebut batal atau tidak sah,” tutup Yohannas Permana. (SS)