FAKTA – Komisi II DPRD Padang Pariaman, Alam Sari, dari fraksi PAN menyoroti masalah penjualan pupuk bersubsidi yang terjadi karena berbagai praktik ilegal, seperti penjualan di atas harga eceran tertinggi (HET), manipulasi data e-RDKK, penjualan ke pihak yang bukan anggota kelompok tani, serta distribusi yang langka.
Pupuk subsidi hampir tak pernah sepi dari persoalan. Selain soal penyelewengan distribusi pupuk, juga adanya pemilik kios yang kadang menjual pupuk diatas HET. Alasannya, pemilik kios merugi jika menjual pupuk tersebut sesuai HET.
“Praktik penjualan pupuk tidak sesuai peruntukan atau di atas HET secara langsung merugikan petani kecil. Apalagi, saat ini para petani musim tanam, sehingga kestabilan dan ketersedian pupuk dapat diatasi di daerah ini. Ini akan menimbulkan kelangkaan pupuk, yang berdampak pada musim tanam bagi petani,” sebut Alam Sari, di sela-sela sidang paripurna dalam rangka penyampaian jawaban eksekutif atas pandangan umum fraksi-fraksi tentang rancangan KUA-PPAS tahun 2026, pada Senin (29/9/2025).
Ia menyebutkan, saat ini pemerintah menargetkan ketahan pangan, salah satunya terkait dengan persoalan irigasi dan pupuk. Menurutnya, Irigasi dan pupuk adalah dua faktor vital yang mendukung ketahan pangan nasional dengan meningkatkan produktivitas pertanian, memastikan ketersedian air dan nutrisi bagi tanaman.
“Nah, pemerintah daerah harus mendukung peran irigasi dan pupuk melalui pembangunan infrastruktur, peningkatan efesiensi, penyediaan pupuk bersubsidi, serta program pendamping petani untuk mencapai swasembada pangan nasional,” sebut Alam Sari.
Dewasa ini, penjualan pupuk bersubsidi di daerah ini berpedomam dari harga eceran tertinggi. Sementara pedagang di masing-masing kios tidak ada kejelasan margin keuntungan, dan masyarakat menilai dari harga HET. Pengecer mengeluh dengan margin yang tidak ada ke jelesan dan memadai, sehingga tidak sebanding biaya operasional. Beberapa pihak menjual pupuk bersubsidi melebihi HET yang telah ditetapkan, yang bisa mengurangi margin yang seharusnya tersedia bagi pengecer resmi.
“Seharusnya pemerintah harus menyesuaikan margin keuntungan pengecer pupuk karena banyak keluhan margin yang tidak ada kejelasan. Masyarakat menilai harga HET. Harga HET misalnya dijual di harga Rp110 atau 120, sementara margin keuntungannya berapa. Hingga kini, pupuk tersebut tiba di gudang membutuhkan biaya transportasi, dan bentuk pembiayaan lainya, sementara marginnya tidak jelas,” ungkap Alam Sari.
Ia menilai, dengan tidak ada margin sebagai pedoman pengecer dalam penjualan pupuk tersebut, pihak pengecer tidak berani untuk mendistribusikan pupuk tersebut. Ini akan berdampak pada kelangkaan pupuk akan terjadi di daerah ini. Hal ini akan berdampak kepada pemerintah daerah.
“Apalagi saat ini para petani sedang musim tanam, sementara margin penjualan pupuk tidak jelas. Pedagang dan distributor tidak berani mengeluarkan pupuk, sehingga terjadi kelangkaan pupuk, dan ini nantinya yang disalahkan adalah pemerintah, ” ujarnya.
Ia berharap kepada pihak terkait, dalam hal ini Komisi Pengawas Pupuk dan Pektisida (KPPP) Pemkab Padang Pariaman agar mencari solusi dengan duduk bersama dengan pemangku kepentingan. Selain itu, pratik penjulan pupuk tidak sessuai peruntukan atau di atas HET secara langsung merugikan petani kecil.
“KPPP secepatnya mewadahi dalam rapat bersama OPD terkait, Kepolisian, Kelompok Pertanian, Kios dan Distributor, Dinas Perdagangan, serta Dinas Pertanian dapat mencari solusi titik temu persoalan ini,” tutup Alam Sari. (SS)






