FAKTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Sumatra Barat, menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada mantan Kabag Operasional Polres Solok Selatan, Dadang Iskandar, dalam perkara pembunuhan berencana terhadap sesama anggota polisi, AKP Ryanto Ulil Anshari (kini dianugerahi pangkat anumerta Kompol). Putusan dibacakan pada Rabu (17/9/2025).
Ketua Majelis Hakim, Adityo Danur Utomo, menegaskan dalam amar putusannya bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana, sebagaimana dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum (JPU) berdasarkan Pasal 340 KUHP dan Pasal 340 juncto 53 KUHP.
“Majelis menjatuhkan pidana seumur hidup kepada terdakwa,” ucap Adityo.
Dalam pertimbangan putusan, hakim menyatakan tidak ada faktor yang dapat meringankan hukuman terdakwa. Sebaliknya, perbuatannya dinilai menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban, tidak mencerminkan sikap aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi masyarakat, serta mencoreng nama baik institusi kepolisian.
Dadang yang hadir di ruang sidang dengan kemeja hitam hanya terdiam mendengar vonis. Sementara itu, keluarga korban yang mengikuti jalannya persidangan langsung histeris begitu putusan dibacakan.
Jaksa Penuntut Umum, M. Taufiq Yanuarsyah, menyebutkan menghormati putusan hakim, meskipun sebelumnya pihaknya menuntut terdakwa dengan hukuman mati.
“Pada prinsipnya kami menghargai putusan majelis. Dakwaan kami, baik primer pertama maupun kedua, telah terbukti di pengadilan,” sebut dia.
Baik tim JPU maupun penasihat hukum terdakwa masih menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya, apakah menerima putusan atau mengajukan banding.
Sebelumnya, kuasa hukum Dadang sempat menyampaikan sikap “pikir-pikir” terkait putusan tersebut. Namun, seusai sidang, mereka memutuskan untuk menempuh upaya hukum lanjutan.
“Kami masih punya waktu tujuh hari untuk mengajukan banding,” ujar pengacara Dadang, Sutan Mahmud Syaukat, Rabu (17/9/2025).
Menurutnya, banyak fakta persidangan yang tidak dipertimbangkan hakim dalam amar putusan. Salah satunya, percakapan telepon antara Dadang dan korban yang disebut tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. “Hakim selalu menyebut korban mengatakan ‘tidak bisa’, padahal kalimat itu tidak pernah keluar. Kalau memang ada, silakan buktikan,” tegasnya.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti kesaksian seorang satpam BRI yang melihat Dadang mencari ponselnya yang hilang. Kesaksian tersebut tidak masuk dalam pertimbangan hakim. Sebaliknya, majelis hakim menilai hilangnya ponsel hanyalah modus agar terdakwa bisa keluar-masuk Polres untuk memantau keberadaan korban. “Faktanya, ponsel itu benar-benar hilang, bukan skenario. Ada saksi yang melihat langsung,” tambah Sutan.
Majelis hakim menjatuhkan vonis seumur hidup, lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman mati. Hakim menilai Dadang terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 53 KUHP.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Dadang dengan sengaja menembak Ulil Riyanto dari jarak dekat di halaman Mapolres Solok Selatan, hingga korban meninggal di tempat. Usai kejadian, Dadang melarikan diri menggunakan mobil dinasnya menuju rumah dinas Kapolres AKBP Arief Mukti. Ia kemudian melepaskan tembakan ke arah rumah dinas, namun tidak ada peluru yang mengenai Kapolres maupun ajudannya.
Hakim menilai tindakan Dadang menimbulkan luka mendalam bagi keluarga korban, mencoreng nama baik institusi Polri, serta bertolak belakang dengan tugas seorang polisi yang seharusnya melindungi masyarakat. Tidak ditemukan satu pun hal yang meringankan bagi terdakwa.
Peristiwa tragis itu disebut berawal dari perselisihan terkait permintaan Dadang agar korban membantu menyelesaikan persoalan tambang ilegal di Solok Selatan. Namun permintaan tersebut ditolak oleh Ulil Riyanto, hingga akhirnya berujung pada penembakan pada 22 November 2024.
Setelah sempat melarikan diri, Dadang akhirnya menyerahkan diri ke Polda Sumatera Barat tak lama setelah kejadian. (ss)






