FAKTA – Kasus tindak pidana korupsi penyaluran dana KUR (Kredit Usaha Rakyat ) fiktif Bank BRI Unit Balapulang Kabupaten Tegal Jawa Tengah ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tegal resmi ke tahap II. Tindak lanjut penyerahan tahap II disertai menyerahkan empat tersangka dan barang bukti.
Penyerahan tahap II dilakukan pada Kamis, 12 Juni 2025, pukul 10.00 WIB. Empat tersangka tersebut adalah MOH selaku Kepala Unit BRI Balapulang, TJF selaku Mantri, serta RP dan S yang berperan sebagai calo. Mereka diduga terlibat dalam skema kredit fiktif yang berlangsung pada periode 2022 hingga 2023, dengan total kerugian negara mencapai Rp12,58 miliar.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kabupaten Tegal, Pradipta Teguh Sutanto, menyampaikan bahwa proses pelimpahan dilakukan setelah seluruh berkas perkara dinyatakan lengkap.
“Kami telah menyerahkan tersangka dan 587 berkas barang bukti kepada Penuntut Umum. Ini bentuk komitmen Kejari Tegal dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi,” kata Pradipta, Kamis, 12 Juni 2025.
Tambahnya, kasus ini bermula ketika TJF, selaku mantri BRI, menghubungi seorang warga berinisial A untuk mencari masyarakat yang bersedia memberikan identitas pribadi guna keperluan pengajuan KUR. Kepada para warga, para calo menjanjikan bantuan dana dari pihak bank senilai Rp600 ribu hingga Rp2 juta.
Ujarnya lagi, dalam praktiknya, warga diminta menyerahkan fotokopi KTP, KK, foto usaha, serta menandatangani dokumen di kantor bank. Namun, buku tabungan dan ATM tidak diberikan kepada mereka. Seluruh proses pencairan dana dilakukan oleh TJF sendiri, tanpa sepengetahuan warga yang seolah-olah menjadi debitur.
Sebanyak 145 identitas masyarakat berhasil dikumpulkan dan diproses sebagai nasabah fiktif. Proses ini dilakukan atas kerja sama antara TJF dan MOH sebagai Kepala Unit BRI Balapulang, guna mempermudah persetujuan pinjaman. Sementara RP dan S merekrut belasan calo tambahan untuk mempercepat pengumpulan identitas, jelas Pradipta.
“Dana KUR yang dicairkan bervariasi antara Rp50 juta hingga Rp100 juta per nasabah, dengan total nilai mencapai Rp11 miliar. Dana tersebut sepenuhnya dikuasai oleh TJF untuk kepentingan pribadi,” kata Kasi Intel Kejari Kabupaten Tegal.
Namun hingga jatuh tempo pelunasan, seluruh pinjaman dari 145 nasabah fiktif tersebut mengalami gagal bayar dan dikategorikan sebagai kredit macet. Kerugian Negara dan Pasal yang Disangkakan Berdasarkan laporan audit independen dari Akuntan Publik tertanggal 13 Januari 2025, negara mengalami kerugian sebesar Rp12.589.124.976.
Para tersangka dijerat dengan: Primair: Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
“Kami akan terus mengawal proses ini hingga ke tahap persidangan untuk memastikan keadilan bagi negara dan masyarakat,” pungkas Pradipta. (sus)






