FAKTA – Penulis pernah mendengar cerita seseorang yang sering mengeluh sakit kepala. Saat merasakan sakit kepala, orang tersebut harus mengonsumsi 2 hingga 3 butir obat sekaligus. Meskipun obat tersebut mengurangi rasa nyeri, sakit kepala kembali muncul beberapa hari kemudian.
Suatu hari, penulis secara kebetulan menemukan artikel yang membahas dampak fisik dari perilaku buruk seperti berbohong dan berselingkuh. Artikel tersebut berisi analisis psikologis, studi kasus, dan hasil penelitian ilmiah.
Dalam artikel tersebut, dijelaskan bagaimana perilaku tersebut dapat menyebabkan stres kronis, melemahkan sistem kekebalan tubuh, mengganggu tidur, serta meningkatkan risiko penyakit kronis. Pentingnya kejujuran dan integritas dalam menjaga kesehatan fisik dan mental juga disorot dalam artikel tersebut.
Banyak orang menganggap bahwa berbohong dan berselingkuh hanya berdampak pada hubungan antarpribadi. Padahal perilaku tersebut juga dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik, salah satunya adalah sakit kepala. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa sakit kepala juga bisa disebabkan oleh perilaku menyimpang seperti berbohong dan berselingkuh.
Kebiasaan berbohong dapat memicu respons stres yang kuat dalam tubuh. Saat seseorang berbohong, aktivitas otak mereka meningkat di area yang terkait dengan ketakutan dan kecemasan. Hal ini mengakibatkan pelepasan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin yang berdampak negatif pada kesehatan fisik.
Stres kronis yang diakibatkan oleh rasa bersalah, ketakutan aib terbongkar, dan tegangan dalam hubungan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko penyakit kronis, dan memperburuk kondisi kesehatan yang sudah ada.
Stres kronis akibat berbohong dan berselingkuh dapat menyebabkan gangguan tidur, kesulitan tidur, insomnia, dan mimpi buruk. Hal ini umum dialami oleh orang yang gemar berbohong dan berselingkuh karena otak mereka terus-menerus berusaha mengatasi rasa bersalah dan ketakutan aib terbongkar.
Banyak studi kasus menunjukkan bahwa berbohong dan berselingkuh berdampak buruk pada kesehatan fisik. Sebagai contoh, sebuah studi dari Universitas Harvard menemukan bahwa orang yang gemar berbohong cenderung mengalami peningkatan risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Studi lain juga menunjukkan bahwa perselingkuhan dapat meningkatkan risiko depresi dan menurunkan kualitas hidup. Dalam sebuah artikel kesehatan yang dibaca oleh penulis, diungkapkan efek berbahaya dari perilaku berbohong dan berselingkuh terhadap kesehatan fisik. Beberapa gangguan kesehatan akibat perilaku tersebut, salah satunya terjadi masalah kulit.
Stres kronis dapat memperburuk kondisi kulit seperti eksim, psoriasis, dan jerawat karena stres meningkatkan produksi hormon yang merangsang peradangan pada kulit. Selain itu, stres kronis juga dapat menyebabkan gangguan menstruasi pada wanita karena stres mengurangi produksi hormon estrogen dan meningkatkan produksi hormon kortisol.
Beberapa gangguan kesehatan yang diungkap dalam artikel tersebut ternyata dialami oleh orang yang diceritakan kepada penulis. Informasinya bahwa orang tersebut dalam kesehariannya kerap melakukan kebohongan atas hubungan kehidupan pribadinya.
Sebab kepiawaiannya berbohong, orang ini juga memiliki perilaku buruk lainnya, yaitu senang berselingkuh. Kebiasaan tersebut masih berlanjut meskipun sudah memiliki pasangan sah. Sebab kelakuannya itu ia beberapa kali gagal dalam membangun hubungan berumah tangga.
Buruknya, perilaku gemar berbohong dan suka main serong ternyata adalah gangguan atau penyimpangan yang memang sulit disembuhkan. Perilaku berbohong dan berselingkuh menciptakan siklus negatif yang sulit diputus. Seseorang yang terjebak dalam siklus ini cenderung mengulangi pola perilaku yang merusak.
Individu yang terlanjur berbuat gangguan ini akan terus mengulang seiring keberhasilan menjalankan aksi kebohongan dan praktik perselingkuhannya. Akibat tak bisa melepaskan diri dari perilaku buruk ini, pelaku terus menderita gangguan sakit kepala dan gejala gangguan kesehatan lainnya.
Pakar lain menjelaskan bahwa orang yang gemar berbohong dan berselingkuh cenderung sulit meraih kebahagiaan sejati. Melalui analisis psikologis dan studi kasus, perilaku ini menciptakan siklus negatif yang menggerogoti kepercayaan diri, hubungan antarpribadi, dan kesehatan mental.
Tetapi seringkali bagi individu yang mengidap perilaku gemar bohong dan hobi main serong, bahwa hal tersebut dipandang sebagai jalan pintas untuk meraih kepuasan sesaat. Namun, realitasnya jauh lebih kompleks.
Perilaku tersebut, meskipun mungkin tampak menguntungkan di permukaan, nyatanya menciptakan bayangan gelap yang menghantui kehidupan seseorang. Bayangan ini berupa rasa bersalah, ketidakpercayaan diri, dan ketakutan yang terus-menerus, yang pada akhirnya menggerogoti kebahagiaan sejati.
Kebohongan dan perselingkuhan memiliki dampak negatif yang luas, baik secara personal maupun sosial. Berikut beberapa dampak buruk akibat dua perilaku tak waras tersebut, yaitu krisis kepercayaan diri. Pribadi yang gemar berbohong cenderung mengalami penurunan kepercayaan diri.
Mereka merasa tidak pantas dipercaya dan mengalami kesulitan membangun hubungan yang sehat, baik menurut pandangan agama maupun norma yang berlaku di masyarakat. Rasa bersalah, kecemasan, dan depresi seringkali menyertai kehidupan seseorang yang gemar berbohong dan berselingkuh.
Banyak studi kasus menunjukkan kebohongan dan perselingkuhan membawa dampak negatif pada kehidupan seseorang. Misalnya, sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas California.
Hasil studi ini menyatakan bahwa orang yang gemar berbohong cenderung mengalami masalah kesehatan mental yang lebih serius dibandingkan dengan orang yang jujur. Studi lain menunjukkan bahwa perselingkuhan dapat meningkatkan risiko perceraian dan menurunkan kebahagiaan dalam hubungan.
Bersumber dari referensi kesehatan, terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk membangun kehidupan yang lebih sehat dan bahagia, seperti Memulai membangun Hubungan yang Sehat.
Membangun hubungan yang sehat memerlukan kejujuran dan komunikasi yang terbuka. Hindari pola perilaku yang merusak dan fokus pada membangun hubungan yang berdasarkan pada cinta, hormat, dan transparan.
Menerima tanggung jawab atas perbuatan merupakan langkah penting dalam proses penyembuhan. Hindari menyalahkan orang lain atau mencari alasan untuk membenarkan perilaku yang merusak.
Membangun kejujuran memerlukan komitmen yang kuat. Dapat dimulai dengan belajar mengatakan kebenaran dalam situasi kecil dan seiring waktu, bangun keberanian untuk mengatakan kebenaran dalam situasi yang lebih kompleks.
Jangan ragu untuk mencari dukungan dari terapis, konselor, atau kelompok pendukung. Mereka dapat memberikan panduan dan dukungan yang diperlukan untuk memperbaiki pola perilaku yang merusak. (Hasan Hasir)






