FAKTA – Perayaan Nyepi Tahun 1945 Caka di Desa Balun, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur sangat menyita perhatian banyak pihak karena desa yang hanya berjarak lima kilometer dari pusat kota Soto ini dijuluki sebagai Desa Pancasila, atau Bali kecil karena keberagaman warganya yang memeluk tiga agama yakni Islam, Hindu dan Kristen, secara berdampingan.
Di desa ini ada 55 KK atau 6 persen warga Hindu, 12 persen Kristen dan selebihnya adalah warga muslim (Islam). Ketiga agama inipun berada dalam bingkai kerukunan dan kebhinekaan dengan bukti rumah ibadahnya masjid, pura dan gereja dalam satu lingkungan yang berdekatan atau berdampingan.
Menarik sebagai contoh yang menginspirasi keberagaman di tengah ancaman intoleransi, wartawan ini, menyempatkan liputan khusus perayaan baik sebelum dan saat berlangsungnya Hari Raya Nyepi di desa yang mayoritas warganya memiliki mata pencaharian sebagai petani tambak ini.
Dua hari sebelum Nyepi, media ini sudah sambang di desa ini untuk melihat persiapan warganya menyiapkan pawai Ogoh-ogoh. Tidak lupa juga mengunjungi Pura Sweta Maha Suci yang dalam keadaan sepi dan terkunci, karena semua warganya harus ke Surabaya untuk melakukan Upacara Melasti.
Jelang hari Raya Nyepi tahun baru Saka 1945, umat Hindu harus melalui tahapan ritual, yakni upacara Melasti yang di pantai. Upacara ini bertujuan untuk membersihkan semua prasarana yang biasa digunakan untuk sembayang yang disimpan di pura Desa setempat.
Tokoh Hindu, Mangku Tadi mengatakan, jelang Nyepi, seluruh umat Hindu di Balun dan daerah lainnya melaksanakan Melasti yang dilakukan selama tiga hari atau dua hari sebelum pelaksana Catur Brata Penyepian yang dilaksanakan pada 22 Maret 2023.
“Melasti ini adalah pemebersihan alam semesta termasuk pembersihan diri, sebagai mahluk Tuhan, sehingga semua atribut yang ada di pura dibersihkan dengan membawa ke laut dengan tujuan untuk memohon kesucian kepada Dewa Baruna. Untuk Melasti ini dilaksanakan di Pantai Mentari, Kenjeran, Surabaya,” tutur Mangku Tadi.
Dari referensi yang ada, saat Melasti ini, umat Hindu membawa sarana dan pransarana suci yang bisa di simpan di pura setempat untuk dibersihkan di pantai terdekat. Setelah menggelar upacara Melasti di pantai, semua sarana tersebut di kembalilan ke pura.
Beberapa tahapan dalam ritual Nyepi adalah : upacara Melasti, Tawur Agung ke Sanga, Membuat- mengarak dan membakar Ogoh-ogoh, Catur Barata Nyepi dan Ngembak Geni.
Dalam catatan media ini ritual itu berjalan lancar. Begitupun acara pawai Ogoh-ogoh yang sakral itupun menjadi hiburan dan tontonan menarik (fenomenal) setelah vakum selama 3 tahun karena pandemi.
Bupati Lamongan, H. Yuhrohnur Efendi yang hadir di sesi pembakaran Ogoh-ogoh, menyapa lautan massa yang hadir, khususnya warga Balun yang luar biasa dalam satu ikatan toleransi dan persaudaraan yang tinggi.
“Saya ucapkan selamat Hari Raya Nyepi Tahun 1945 Caka, maka di prosesi pawai dan moment sebelum pembakaran Ogoh-ogoh ini marilah kita bakar ke angkara murka-an dalam diri kita. Kita buang (bersihkan) sifat kemarahan, keangkuhan, kesombongan. Dan kita senantiasa tawadu’ pada Tuhan, karena segala kekuatan dan keselamatan manusia itu karena atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa,” tuturnya.
Di akhir sambutannya, Bupati Yes, juga berharap di kekuatan Nyepi ini Kabupaten Lamongan, dan khususnya desa Balun selalu diberi kedamaian, keberhasilan dalam pembangunan, mencapai kejayaan dan dihindarkan dalam bencana serta marabahaya. (ari)






