Majalahfakta.id – Para partai politik (PARPOL) berkemungkinan membentuk 4 poros koalisi untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden (CAPRES-CAWAPRES) pada pemilihan presiden (PILPRES) 2024.
Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator Forum Nitizen Banyuwangi Yahya Umar. Dan Yahya menilai empat poros dalam pemilu 2024 mendatang dengan peta koalisi yang dimungkinkan adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yaitu GOLKAR-PAN-PPP, kemudian NASDEM-PKS-Demokrat dan terakhir GERINDRA-PKB.
“Meskipun santer diberitakan GERINDRA dan PDIP akan berkoalisi, tetapi hal itu sepertinya sulit terjadi. Karena PDIP adalah partai pemenang di dua pemilu sebelumnya, dan hari ini dia satu-satunya partai yang bisa mengusung CAPRES-CAWAPRES tanpa harus koalisi. Tentunya tak mungkin mau jika nantinya berkoalisi namun hanya sebagai CAWAPRES saja, apalagi semenjak tahun 2004 PDIP selalu ikut PILPRES dengan mencalonkan kader terbaiknya sebagai CAPRES,” Kata Yahya.
Bang Yahya sapaan akrabnya mengatakan, GERINDRA kemungkinan besar akan membuat poros koalisi baru dengan PKB. Karena sampai saat ini baru partai besutan Muhaimin Iskandar yang belum menentukan sikap untuk menentukan arah koalisinya.
“Jika merapat ke KIB kesulitan karena ada PPP disana, diakui atau tidak keduanya (PKB dan PPP) saling berebut suara NU. Apalagi kemarin ketum PROJO hadir di acara rapat KIB, jadi tak sedikit pengamat menyimpulkan bahwa KIB ternyata dibentuk sebagai upaya untuk mendorong Ganjar menjadi CAPRES. Karena ditengarai sosok Presiden Jokowi dan MENKOMARVES LBP sebagai aktor dibelakangnya. Dan jika ingin bergabung ke KIB kemudian menginginkan CAWAPRES juga berat, karena harus bersaing dengan Airlangga Hartarto ketum GOLKAR. Diluar itu, terdengar isu jika PAN dan PPP juga menyodorkan nama Khofifah masuk dalam kandidat CAPRES-CAWAPRES yang akan diusung KIB,” Jelasnya.
Menurutnya, jika cak Imin bergabung ke NASDEM-PKS-Demokrat juga kecil kemungkinannya, karena koalisi ini arah-arahnya akan mengusung duet Anies-AHY. Karena Anies memiliki kedekatan dengan NASDEM dan PKS, dan kedua partai tersebut tak memiliki tokoh potensial untuk di usung. Selain itu, Demokrat lebih potensial untuk melengkapi koalisi ini dengan AHY ketumnya menjadi CAWAPRES.
“Kita semua tau jika Anies adalah orangnya JK, dan dulu pada PILPRES 2004 JK pernah menjadi CAWAPRES SBY. Ketika nanti Anies-AHY berduet, maka dibalik ini semua pasti ada campur tangan dari SBY dan JK. Tak hanya disitu, faktor lainnya adalah massa pendukung PKB dan PKS di akar rumput sering bersitegang menjadi salah kendalanya,” Urainya.
Oleh karena itu, Yahya melihat Kans PKB cenderung membuat poros dengan GERINDRA semakin terbuka lebar. Lumayan berat jika harus berkoalisi dengan PDIP, karena PDIP sendiri memiliki kedekatan dengan PBNU yang selama ini berkonflik secara elite dengan Muhaimin.
“Tiga kali GERINDRA ikut PILPRES sejak tahun 2009, tak pernah sekalipun bertemu dengan PKB. Mungkin PILPRES ini menjadi awal nantinya Prabowo bepasangan dengan tokoh Nahdiyin. Karena Cak Imin merupakan sosok yang tumbuh besar dilingkungan pesantren dan yang jelas pioner NU. Tinggal nanti berbicara deal-deal politik kedua partai tersebut jika berkoalisi, karena cak Imin masih bersikukuh menjadi CAPRES dan tak mungkin juga jika nantinya Prabowo akan menjadi CAWAPRES. Selain karena perolehan kursi GERINDRA lebih banyak dari PKB, faktor dua kali PILPRES Prabowo menjadi CAPRES juga menjadi acuan,” Terang Yahya.
Sementara itu, Ketua Umum Lembaga Diskusi Kajian Sosial Pilar Jaringan Aspirasi Rakyat (LDKS PIJAR) sependapat dengan analisa dan gagasan yang dikemukakan oleh koordinator Forum Nitizen Banyuwangi. Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Bang Yahya Umar sesuai dengan perkembangan dinamika politik nasional saat ini menyambut datangnya pemilu.
“Yang pasti PDIP ingin mencetak hat-trick, tiga kali menang PILEG dan tiga kali pula menang PILPRES. Maka sudah dipastikan PDIP akan mengusung kader terbaiknya menjadi CAPRES, apalagi satu-satunya PARPOL yang tanpa berkoalisi bisa mengusung CAPRES-CAWAPRES hanya PDIP. Wajar jika ada spekulasi PDIP berjalan sendiri tanpa koalisi,” Kata Bondan.
Alumni muda HMI ini membeberkan, perbedaan soal CAPRES yang akan diusung oleh Megawati dan PDIP dengan presiden Jokowi semakin memanaskan gelaran PILPRES pada tahun ini. Seperti diketahui bersama, Megawati berencana mengusung Puan Maharani Ketua DPR-RI, Sedangkan Jokowi kemungkinan besar mendukung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Wacana Cerai Politik pun semakin mencuat ke permukaan akibat beda pilihan CAPRES yang akan dicalonkan oleh keduanya.
“Jokowi seorang kader dan merupakan presiden dua periode yang diusung oleh PDIP, jika memang 2024 bersebrangan dengan CAPRES pilihan partainya, ini menjadi tantangan tersendiri bagi Megawati dan PDIP. Soliditas dan militansi kader benar-benar diuji, namun di lain sisi ini menjadi motivasi besar untuk partai berlogo banteng untuk melawan kadernya yang tidak satu komando atau mbalelo,” Tukasnya.
Si Raja Demo ini menambahkan, kalau nantinya PDIP mengusung CAPRES-CAWAPRES sendiri tanpa koalisi, dapat dipastikan akan memilih kader NU sebagai pasangannya. Meskipun NU bukan partai politik, namun sebagai Organisasi Massa (ORMAS) terbesar di Indonesia, setiap PARPOL pasti berharap dukungan dan ingin maraup suara terbanyak dari ORMAS yang saat ini di pimpin oleh KH. Yahya Cholil Staquf atau yang biasa di panggil Gus Yahya.
“Kemungkinan besar CAWAPRESnya dari NU, karena ada Mardani H. Maming Ketum DPD PDIP KALSEL yang saat menjadi sebagai BENDUM PBNU. Belum lagi SEKJEND PBNU Saifullah Yusuf memiliki kedekatan dengan Megawati karena dulu pernah dititipkan Gus Dur ke PDIP. Bahkan ada yang mengartikan bahwa Gus Ipul adalah simbol aliansi antara Gus Dur dan Megawati. Jadi komunikasi PDIP dengan PBNU lebih cair dan lebih mudah di periode ini,” Pungkasnya.
“Menurut kami jika CAPRES dari PDIP benar Mbak Puan, maka kader NU yang berpeluang besar menjadi CAWAPRESnya adalah Gus Ipul dengan tiga alasan kuat melatarbelakanginya. Alasan pertama, karena beliau orang yang sudah dikenal baik oleh Megawati ketum DPP PDIP, bahkan ketika di PILGUB JATIM yang harusnya PDIP bisa mencalonkan CAGUB, malah merelakan kadernya sebagai CAWAGUB Gus Ipul. Kedua, beliau adalah salah satu tokoh muda Nahdiyin yang memiliki berpengaruh besar di NU, terbukti dari kemenangan Gus Yahya di muktamar NU mengalahkan Incambent KH. Said Akil tak terlepas dari campur tanganya. Ketiga, Posisinya saat ini sebagai SEKJEND PBNU akan menjadi nilai tawar tersendiri untuk memperoleh suara signifikan dari akar rumput NU, baik itu struktural maupun kultural bahkan ke pesantren-pesantren tanpa harus diperintahkan”. Imbuhnya. (ara)






