PON I Solo 1948, Dihadiri Delegasi asal Jawa, Daerah Lain Diblokade Belanda

Cabang atletik PON I di Solo, 9-12 September 1948. Foto: Frans Mendur/repro IPPHOS Remastered karya Yudhi Soerjoatmodjo.

Majalahfakta.id – PON I saat itu berlangsung pada 8-12 September dengan pembukaannya pada 9 September yang ditetapkan sebagai Hari Olahraga Nasional. Pada saat itu kegiatan olahraga ini diramaikan oleh 13 Karesidenan.

Namun saat itu delegasi yang hadir hanya berasal dari Jawa. Blokade Belanda membuat perwakilan dari daerah lain kesulitan untuk berpartisipasi.

Para peserta PON I berasal dari sejumlah karisidenan seperti Surakarta (Solo), Yogyakarta, Kediri, Madiun, Malang, Semarang, Pati, Jakarta, Kedu, Surabaya, dan ditambah Bandung, Magelang, serta Banyuwangi.

Sementara itu walau suasana Solo masih begitu panas karena konflik beberapa aliran laskar. Pihak penyelenggara tetap memilih Kota Budaya ini sebagai tuan rumah karena fasilitas-fasilitas olahraga yang paling mumpuni.

Stadion Raden Maladi (sekarang menjadi Stadion Sriwedari) yang berdiri gagah di tengah Kota Solo, menjadi awal mula diselenggarakannya PON 1948. Menurut Agung Nugroho, Stadium Maladi adalah stadion dengan kesiapan optimal untuk penyelenggaraan event besar.

“Stadion yang berbentuk oval dan dilengkapi dengan trek untuk bermain atletik, serta adanya lampu sorot di setiap sudut ini, akhirnya selesai pada tahun 1933, atas inisiasi dari Sri Sultan Pakubuwana X” tulisnya dalam Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) Solo Racquet Sport Center.

Stadion Sriwedari hingga Gedung Wayang Orang Sriwedari digunakan untuk venue pertandingan PON 1 1948. Ternyata ada beberapa venue lainnya yang juga ikut digunakan. Seperti pencak silat menggelar pertandingannya di Gedung Bioskop Sriwedari, yang saat ini sudah rata dengan tanah bangunannya.

“Pada tanggal (10/9) malam untuk pendekar muda, dan (11/9) malam untuk pendekar tua. Selain itu pada (12/9) malam akan diadakan demonstrasi sistem gerak badan pencak dan silat bagi anak sekolah,” jabaran cabor pencak silat yang dituliskan Nasional edisi, 2 September 1948.

Saat itu Presiden Soekarno memerintahkan PON I digelar sesuai jadwal, yang kemudian diikuti 600 atlet dari sembilan cabang olahraga (cabor). Cabor yang dipertandingkan antara lain atletik, bola kerangjang, bulutangkis, sepak bola, tenis, renang, panahan, bola basket, dan pencak silat.

Surakarta tampil sebagai juara umum PON I, diikuti Yogyakarta di tempat kedua dan Kediri di tempat ketiga. Namun para pemenang dari setiap cabor tidak mendapatkan medali berupa emas, perak dan perunggu atau piala. Pemenang hanya mendapatkan secarik kertas berbentuk piagam.

“Saat itu, usia saya 14 tahun dan ikut kontingen Kediri di cabang lompat tinggi. Saya keluar sebagai pemenang waktu itu dan hanya secarik kertas bertuliskan juara 1, juara 2 dan juara 3 bagi setiap pemenangnya,” kata Titi S Sudibyo atlet atletik asal Kediri seperti dikutip dari situs kemenpora.go.id.

Beberapa delegasi yang hadir dalam ajang olahraga ini bukan hanya sekadar menunjukkan kebolehannya di bidang olahraga, tetapi juga adanya sikap persatuan. Pasalnya hal ini ditunjukan melalui keikutsertaannya dalam bayang-bayang ancaman Kolonial Belanda. (artikel : risky kusumo)