JOHN Refra alias John Kei berurusan kembali berurusan dengan polisi pada Senin (22/06/2020), Kei ditangkap Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Polres Tangerang Kota, dan Polres Bekasi Kota, atas dugaan penganiayaan dan penembakan di Cipondoh, Kota Tangerang, Banten.

Awalnya 15 anak buah John Kei mendatangi Cluster Australia Nomor 52, Perumahan Green Lake City Cipondoh, Kota Tangerang, Minggu siang pukul 12.25 dengan konvoi empat mobil. Tujuannya adalah rumah Nus Kei, masih kerabat John Kei. Para pelaku merangsek masuk mencari Nus, mereka merusak pintu rumah ruang tamu sampai kamar tidur. 4 mobil yang ada dirumah tersebut, dua milik Nus dan dua milik tetangga, turut jadi sasaran amuk. Karena tidak menemukan Nus Kei hanya ada anak dan istri, mereka lalu angkat kaki tancap gas keluar perumahan. Sopir mobil menerobos gerbang perumahan, seorang petugas keamanan ditabrak. Para pelaku juga diduga melepaskan tembakan. “Berdasarkan keterangan saksi, ada tujuh kali tembakan. jenis senjata masih didalami,” ucap Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Nana Sudjana.
Korban tembak ialah seorang sopir ojek daring mengenai jempol kaki kanannya. Petugas keamanan dan sopir ojek dirawat di RS Medika Karang Tengah. Anak buah John Kei juga membacok inisial ER serta AR, penganiayaan terjadi di daerah Kosambi, Jakarta Barat. ER dan AR diduga anak buah Nus Kei. ER tewas di tempat, sementara AR harus kehilangan empat jari. Sekitar pukul 20.15, polisi menggerebek rumah di Jalan Titian Indah Utama X, Kota Bekasi yang diduga markas kelompok John Kei. 25 orang, termasuk John, diringkus. Setelah perkara dikembangkan, 5 orang anggota lain turut dibekuk. Kini ada 30 orang yang diamankan di Polda Metro Jaya. Nana mengatakan motif penyerangan masalah tanah antara John Kei dan Nus Kei. “John Kei merasa dikhianati terkait pembagian uang,” kata Nana. Usai menganalisis ponsel milik pelaku, poisi menyimpulkan ada pemufakatan jahat. Para pelaku dijerat Pasal 88 KUHP, Pasal 340 KUHP, Pasal 351 KUHP, 170 KUHP dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Awal tahun 2020, John Refra Kei alias John Kei diperkenalkan Diaz Hendropriyono sebagai kader baru Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
John Kei cukup sohor, setidaknya dalam dua dekade terakhir namanya sering jadi bahan pemberitaan, salah satunya terkait kasus pembunuhan bos Sanex Steel, Tan Harry Tantono pada 2012. Ia juga dikaitkan dengan terbunuhnya bekas pengawal Wiranto, Basri Sangaji, pada 2004. Selain pernah mendekam di LP Cipinang, John Kei yang lahir pada 10 September 1969 itu pernah juga merasakan penjara legendaris di Indoneisa, yakni LP Permisan, Nusakambangan.
Kei adalah nama kepulauan di Kabupaten Maluku Tenggara. Pada zaman kolonial, menurut M Adnan Amal dalam Kepulauan Rempah-rempah (2016:284), Kei termasuk Keresidenan Ambon, yang merujuk kepada Kota Ambon di Pulau Ambon.
Namun, kini Ambon kerap menjadi sebutan untuk tempat dan nama segala etnis yang berasal dari Maluku. Maka, orang-orang dari Kei pun sering disebut sebagai orang Ambon.”Marga Kei khususnya dari Pulau Kei, Ambon, telah mengukir ceruknya sendiri di dunia jasa penagihan utang. Mereka bersaing dengan sesama marga Ambon seperti Sangaji, geng Flores Thalib Makarim, dan jejaring orang Timor Hercules,” tulis Ian Douglas Wilson dalam Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru (2018: 218).
Seperti diketahui dalam program Kick Andy, John Kei mengaku lahir dari keluarga petani. Sejak sekolah dasar ia sudah terbiasa berkelahi. Sekolah menengahnya berantakan. Setelah terlibat keributan di Tual dan akan dipenjara, John Kei kabur naik kapal ke Surabaya sebagai penumpang gelap. Setelah menumpang sana sini di Surabaya, juga bikin keributan, ia kemudian pindah ke Jakarta, tepatnya ke Kampung Berlan yang sohor sangarnya di masa lalu.
Di Jakarta, tepatnya pada tahun 1992, ia mula-mula bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah kafe di Jalan Jaksa yang kerap dikunjungi para bule. Di situ Jhon Kei terlibat perkelahian karena kesal dipukul dari belakang. Ia pun membuat perhitungan dengan menebas leher lawannya. Akibat peritiwa itu, ia harus mendekam di penjara selama tiga tahun.
Waktu Soeharto masih berkuasa, nama John Kei belum begitu terkenal di Jakarta. Hanya saja ia mulai menjadi preman yang sangar setelah keluar dari penjara. Menurut Ian Wilson, kelompok yang dikomandoi Hercules, Basri Sangaji, dan John Kei kerap bertikai di Jakarta sejak akhir era 1990-an yang menyebabkan lusinan orang terbunuh. Setelah kerusuhan Mei 2000 di Tual, John Kei mendirikan dan memimpin Angkatan Muda Kei (AMKEI). Ian Wilson menambahkan, seperti juga Ongen Sangaji dan Hercules, John Kei adalah sosok karismatik yang dipandang di kampung halamannya. Jika ada pemuda dari kampung halamannya yang merantau ke Jakarta, maka John Kei adalah tempat persinggahan mereka. Di antara para pemuda itu, yang kesulitan mencari penghidupan di Jakarta, tidak menutup diri untuk menjadi pengikut John Kei. Pemuda dari kampung yang datang ke Jakarta adalah potensi bagus untuk memperkuat pasukan. AMKEI yang dipimpin John Kei mengklaim punya belasan ribu anggota.
Menurut catatan Ian Wilson, kelompok Hercules, Umar Kei, Basri Sangaji, dan John
John Kei sohor pada pertengahan 2000-an dalam dunia jasa penagihan utang. Tak hanya itu, kelompok John Kei juga terlibat dalam sengketa tanah. Dalam acara Kick Andy, John Kei mengaku tergerak karena ingin membela si pemilik tanah yang haknya diambil dan tidak berharap apa-apa. Setelah kasus pembunuhan bos Sanex Steel pada 2012, Jhon Kei kembali masuk bui. Tak hanya itu, setahun berikutnya adiknya yang bernama Tito Kei, yang dianggap pengganti John Kei dalam memimpin “imperium” tewas ditembak.
Berhentinya kelompok John Kei di Jakarta menjadi peluang bagi kelompok lain. Ian Wilson menyebutkan bahwa nasib John Kei yang masuk bui berpeluang membuka jalan bagi Hercules untuk mengklaim tempatnya sebagai gembong Jakarta. Ian Wilson juga menyebut “naiknya Prabowo ke kursi presiden akan mengamankan kedudukannya (Hercules).” Namun, nyatanya Prabowo tak jadi presiden pada 2019, dan hanya jadi Menteri Pertahanan.
Baru-baru ini John Kei keluar dari Nusakambangan berkat pembebasan bersyarat. Ia seharusnya baru bebas pada tahun 2025. Belum juga imperium orang-orang Kei bangkit lagi, kini John Kei ditangkap karena dianggap berada di balik penyerangan Green Lake City dan Duri Kosambi. Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana, “John Kei merasa dikhianati terkait pembagian uang.” Ia kali ini berseteru dengan Nus Kei. Orang-orang Kei tampak pecah kali ini. Bisa jadi John Kei tidak bisa aktif secara penuh di PKPI, tidak seperti Hercules di Gerindra.
Jejak John Kei John Kei bukan nama asing bagi publik Jakarta. Ian Douglas Wilson menjadikan kelompok ini sebagai salah satu bahan studi dalam buku terbarunya, Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru. Kelompok John Kei adalah salah satu kelompok preman besar di ibu kota dan sekitarnya. “Marga Kei khususnya dari Pulau Kei, Ambon, telah mengukir ceruknya sendiri di dunia jasa penagihan utang. Mereka bersaing dengan sesama marga Ambon seperti Sangaji, geng Flores Thalib Makarim, dan jejaring orang Timor Hercules. Pertempuran-pertempuran antargeng sebelumnya–sebagian melibatkan baku tembak di jalanan ramai Jakarta–membuat geng dari timur Indonesia mendapat cap liar dan tak terduga,” kata Ian.
Pada tahun 2004 John Kei ditangkap Polda Metro Jaya setelah kelompoknya diduga terlibat dalam penyerangan terhadap Basri Jala Sangaji hingga tewas di Hotel Kebayoran Inn pada 12 Oktober 2004. Karena tak ada bukti, polisi melepas John Kei. Namun delapan anak buahnya ditetapkan sebagai tersangka. 2008 John Kei ditangkap Detasemen Khusus Antiteror di Desa Ohoijang, Kuta Tual, Maluku, pada 11 Agustus 2008. Ia diduga menganiaya dan memotong jari Charles Refra dan Jemry Refra yang masih terbilang saudara.
John disidang di PN Surabaya pada 3 Maret 2009. PN Surabaya memvonis John Kei delapan bulan penjara. Tahun 2010 kelompok John Kei terlibat keributan dengan kelompok Flores Ende yang dipimpin Thalib Makarim. Keributan tersebut dipicu pertengkaran salah satu anggota Kei dengan penjaga Blowfish Kitchen and Bar, Wisma Mulia, Jakarta Selatan pada April 2010. Empat orang dari kelompok Flores Ende kemudian disidang di PN Jakarta Selatan karena diduga membunuh dua orang dari kelompok Kei. 2012 John Kei ditangkap Polda Metro Jaya di Hotel C’One, Pulomas, Jakarta Timur pada 17 Februari 2012 setelah diyakini terlibat pada pembunuhan berencana terhadap Tan Harry Tantono alias Ayung, pengusaha peleburan besi baja yang disebut punya relasi dengan banyak politikus. Ayung diduga dibunuh pada 26 Januari 2012 dan ditemukan tewas dengan 32 luka tusuk di dalam kamar 2701 Swiss-Bell Hotel. John Kei divonis penjara 12 tahun pada akhir 2012. Pada 29 Juli 2013, Mahkamah Agung (MA) menambah hukuman John menjadi 16 tahun. Ia kemudian dipindahkan dari Rutan Salemba ke Lapas Permisan Nusakambangan.
Di Nusakambangan ia kembali berulah. Ia bentrok dengan napi terorisme pada Selasa pagi 7 November 2017. Kelompok John Kei menganiaya Tommy, seorang napi teroris. Napi teroris tak terima dan menyerang sel John Kei. Napi umum yang melihat peristiwa itu membantu John Kei. Kelompok teroris terdesak dan kembali ke selnya masing-masing dan mengunci diri dari dalam. Dalam peristiwa ini anak buah John Kei, Tumbur Biondy Alvian Partahi Siburian alias Ondy Bin Robert Freddy Siburian, tewas. John bebas bersyarat pada 26 Desember 2019. Ia semestinya dipenjara sampai 2028, tapi dapat remisi 36 bulan 30 hari sehingga akan bebas murni pada Maret 2025. Karena penyerangan ini pembebasan bersyaratnya bisa dicabut, kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti. “Pelanggaran umum salah satunya apabila yang bersangkutan dalam masa bimbingan masih melakukan tindakan pidana pengulangan,” jelas Rika. “Maka [surat bebas bersyarat] dicabut. Dia akan kembali menjalani sisa pidana di dalam lapas dan ditambah pidana yang baru berdasarkan putusan pengadilan,”(Tim).






