Semua  

PARA KORBAN PENIPUAN REKRUTMEN PEGAWAI NON PNS BLUD RSUD KOTA SALATIGA MENGADU KE POLDA JATENG

Bambang Tri Wibowo SH, kuasa hukum para korban, bersama para korban saat melapor ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Ditreskrimum Polda Jawa Tengah.
Bambang Tri Wibowo SH, kuasa hukum para korban, bersama para korban saat melapor ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Ditreskrimum Polda Jawa Tengah.
Bambang Tri Wibowo SH, kuasa hukum para korban, bersama para korban saat melapor ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Ditreskrimum Polda Jawa Tengah.
Bambang Tri Wibowo SH, kuasa hukum para korban, bersama para korban setelah gelar perkara di SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Ditreskrimum Polda Jawa Tengah.

TIDAK kurang 29 orang korban dugaan penipuan penerimaan pegawai non PNS BLUD RSUD Salatiga, dengan didampingi dua pengacara/advokat, Bambang Tri Wibowo SH dan Nur Adi Utomo SH, mendatangi gedung DPRD Kota Salatiga di Jalan Sukowati No. 51 Salatiga, Senin (13/5). Kedatangan mereka sekitar pukul 09.00 Wib itu untuk menyampaikan kasus yang telah menimpanya beberapa tahun lalu. Kedatangannya diterima langsung Ketua DPRD Kota Salatiga, Milhous Teddy Sulistio SE, beserta Ketua Komisi A H Bambang Riantoko maupun beberapa anggota DPRD Salatiga.

Bambang Tri Wibowo SH, kuasa hukum para korban, mengatakan bahwa awal mula kasus ini adalah sejak dibukanya rekrutmen/penerimaan pegawai non PNS BLUD RSUD Kota Salatiga. Mengetahui ada penerimaan pegawai itu, para korban ataupun anaknya berminat untuk ikut melamarnya. Bahkan, mereka juga menerima informasi jika ada seseorang yang dapat memasukkan menjadi pegawai non PNS BLUD RSUD Salatiga itu, namun harus dengan “uang pelicin” yang jumlahnya bervariasi sesuai dengan jenjang kelulusan.

Mereka kemudian bertemu dengan Sulistyorini, seorang bidan di Susukan, Kabupaten Semarang. Untuk meyakinkan para pelamar, Sulistyorini mengaku sebagai PNS dan telah berhasil memasukkan sebanyak 20 orang menjadi pegawai di RSUD Salatiga. Dari penjelasan ini, para korban pun bersemangat untuk dapat masuk melalui Sulistyorini, namun tetap dengan menggunakan “uang pelicin”.

“Salah satu syarat besar-kecilnya ‘uang pelicin’ adalah untuk lulusan SMA (SLTA) harus membayar Rp 75 juta, lulusan Diploma 3 (D3) bayar Rp 85 juta dan lulusan perguruan tinggi/sarjana/S1 dengan membayar Rp 95 juta. Dalam pembayaran itu, Sulistyorini berani memberikan bukti berupa kwitansi kepada penyetor. Bahkan, setelah pembayaran ini, Sulistyorini menyatakan akan dilanjutkan dengan pemberkasan yang akan diproses Pak Sri Mulyono. Selain itu, ditegaskan pula bahwa jaminan penerimaan pegawai non PNS BLUD RSUD Salatiga ini adalah Walikota Salatiga,” jelas Bambang Tri Wibowo SH, di sela-sela audiensi dengan Ketua DPRD Salatiga, Senin (13/5).

Ditambahkan Bambang bahwa selain “uang pelicin” tersebut, Sulistyorini juga masih meminta sejumlah uang yang nilainya antara Rp 1,8 juta hingga Rp 3,5 juta. Uang ini, katanya, sebagai percepatan pemberkasan yang akan dilakukan oleh Sri Mulyono. Namun, para korban ini dalam penyerahan uangnya kepada Sulistyorini dan ada bukti kwitansinya yang ditandatangani Sulistyorini.

Muhamad Eko, salah seorang korban, mengaku bahwa indek prestasi (IP)-nya yang dimiliki kurang dari 3,00 maka ‘uang pelicinnya’ harus tambah Rp 10 juta. Dan ini dikatakan Sulistyorini langsung. Saat itu permintaan ini juga diturutinya. Setelah Sulistyorini meninggal dunia pada bulan Januari 2018 lalu, komunikasi permasalahan ini beralih kepada Linda, anak kandung almarhumah Sulistyorini. Namun, usai pemberkasan pada bulan Desember 2018, hingga sekarang tidak ada kepastiannya.

Hal yang sama diungkapkan Isantini, bahwa dirinya ditawari Sulistyorini pada Desember 2013 silam. Apabila anaknya berminat menjadi pegawai non PNS BLUD RSUD Salatiga harus menyerahkan ‘uang pelicin’ Rp 75 juta. Karena memang berminat, lalu uang itu diserahkan kepada Sulistyorini, namun dalam perjalanannya kembali Sulistyorini meminta lagi Rp 55 juta dan anaknya dijanjikan akan ditempatkan pada bagian pendaftaran di RSUD Salatiga.

“Sebelum Sulistyorini meningggal dunia, kami diajak bertemu dan dijanjikan pemberkasan akan segera selesai. Namun, kembali kami dimintai uang Rp 1.800.000,- dan kami turuti lagi. Setelah uang tersebut diterima Sulistyorini dan sejak Sulistyorini meninggal dunia, sampai sekarang tidak ada kabarnya. Sepertinya, bukan saya saja yang dimintai tambahan uang oleh Sulistyorini sebagai percepatan pemberkasan,” terang Isantini.

Sementara, Ketua DPRD Kota Salatiga, Milhous Teddy Sulistio SE, mengatakan bahwa apa yang menjadi keluhan para korban ini harus segera ada penyelesaian. Bahkan, Teddy di hadapan para korban menyatakan agar para korban berani secara terbuka menceritakan apa yang dialaminya tanpa harus ditutup-tutupi. “Di sini jangan hanya diam saja, Anda semua itu menjadi korbannya. Sudah kehilangan uang hingga puluhan juta kok hanya diam saja, silakan dengan terbuka mengungkapkan yang dialami. Jangan takut, sebutkan nama orangnya yang meminta-minta uang dengan janji dapat memasukkan menjadi pegawai non PNS BLUD RSUD Salatiga. Mumpung di sini ada Pak Dokter Sri Pamuji Eko Sudarko, Direktur RSUD Salatiga,” jelas Teddy.

Menurutnya, terkait kasus ini disarankan untuk melaporkannya ke ranah hukum ke kepolisian. Teddy yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Salatiga ini merasa yakin pihak kepolisian akan memproses laporan warga sesuai hukum yang berlaku. “Silakan kasus ini dilaporkan ke kepolisian, apalagi bapak/ibu semua (para korban) sudah didampingi advokat/pengacara Mas Bambang Tri Wibowo SH. Saya yakin pihak kepolisian akan menindaklanjutinya dengan memperoses sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya.

Direktur RSUD Kota Salatiga, dr Sri Pamuji Eko Sudarko.
Direktur RSUD Kota Salatiga, dr Sri Pamuji Eko Sudarko.

Sedangkan Direktur RSUD Kota Salatiga, dr Sri Pamuji Eko Sudarko, mengatakan bahwa memang benar di RSUD Salatiga pernah dibuka lowongan menjadi pegawai non PNS BLUD RSUD Salatiga. Dari yang awalnya akan diterima sebanyak 250 orang, namun setelah dilakukan rapat bersama Dewan Pengawas RSUD Salatiga, salah satunya adalah Sri Mulyono, akhirnya turun menjadi 125 orang. Dengan berbagai pertimbangan turun lagi menjadi 95 orang dan paling akhir diputuskan akan menerima sebanyak 85 orang pegawai non PNS. Dan rekrutmennya sendiri mulai dibuka pada bulan September 2018 lalu.

“Dalam rekrutmen pegawai ini, pihak RSUD Salatiga bekerja sama dengan Universitas Negeri Semarang (Unes) dan ada MoU-nya antara Walikota Salatiga dengan Rektor Unes. Namun, apabila para korban tersebut menyebut nama Sri Mulyono, memang benar Pak Sri Mulyono itu menjadi salah satu anggota Dewan Pengawas RSUD Salatiga. Saya tegaskan, saya tidak tahu-menahu jika ada puluhan korban yang telah menyetorkan uangnya mencapai puluhan juta rupiah terkait dengan rekrutmen ini,” tandas dr Pamuji saat memberikan penjelasan di hadapan para korban di gedung DPRD Salatiga.

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) RSUD Salatiga, Drs H Sri Mulyono SH MH.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) RSUD Salatiga, Drs H Sri Mulyono SH MH.

Secara terpisah, Anggota Dewan Pengawas (Dewas) RSUD Salatiga, Drs H Sri Mulyono SH MH, yang namanya disebut-sebut oleh para korban saat mendatangi gedung DPRD Salatiga, saat di konfirmasi harian7.com pada Senin (13/5) mengatakan, adanya proses dan adanya informasi rekrutmen tenaga di RSUD Salatiga, itu benar. Akan tetapi soal adanya pungutan uang tersebut dirinya mengaku sama sekali tidak mengetahui. “Waktu itu, mereka (para korban) dan Mbak Sulistyorini datang menemui saya. Lalu saat bertemu dengan saya, kemudian saya jelaskan soal semua mekanisme dalam rekrutmen di BLUD Salatiga. Mengenai soal uang, saya tandaskan saya  tidak pernah menerima uang sepeser pun dari para korban tersebut dan semuanya lewat Sulistyorini tersebut,” tandas Sri Mulyono.

Lebih lanjut Sri Mulyono menjelaskan, sebelumnya antara korban dan Sulistiyorini sudah saling berhubungan dan saling kenal terlebih dahulu. “Jadi bisa dimungkinkan serah terima uang tersebut sebelum mereka menemui saya. Jadi mereka menemui saya hanya sebatas menyerahkan berkas persyaratan saja, dan tidak ada penyerahan uang. Dan saat itu saya sampaikan dalam penerimaan calon pegawai BLUD itu tidak ada biaya, yang penting memenuhi syarat. Semisal mau pakai uang pun jika tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan maka tidak akan diterima,” jelasnya.

Lanjut Sri Mulyono,”Jadi, mengenai saya menemui mereka di Ruang Direktur itu hanya sebatas memberi penjelasan saja dan tidak pernah ada pembicaraan mengenai uang. Jadi, jika ternyata muncul uang itu di luar sepengetahuan saya,” ungkap Sri Mulyono.

Menanggapi namanya disebut-sebut menerima “uang pelicin” dari para korban, Sri Mulyono menegaskan bahwa ia akan melakukan upaya hukum karena telah mencemarkan nama baiknya. “Namun saya akan memberikan kesempatan untuk membuktikan jika ada yang sebut saya menerima uang itu. Namun jika tidak ada bukti dan mencemarkan nama saya, maka saya akan ambil langkah hukum,” tandasnya.

Sri Mulyono menambahkan,”Saya selaku dewan pengawas memang benar memberi arahan kepada calon yang dibawa oleh Listyorini dalam arti agar mempersiapkan berkas yg dibutuhkan, akan tetapi saya tidak pernah menerima uang atau jenis apa pun dari para calon. Sekali lagi saya tandaskan, saya akan melakukan upaya hukum terhadap orang yang mengatakan saya menerima uang tanpa disertai bukti yang sahih,” pungkasnya.

Akhirnya para korban dugaan penipuan rekrutmen pegawai non-PNS di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Salatiga memilih mengadukan kasus ini ke Direskrim Umum Polda Jawa Tengah, Jumat (24/5). Mereka berharap, polisi bisa menangani kasus ini hingga tuntas.

Kuasa hukum para korban, Bambang Tri Wibowo, mengatakan, kliennya memilih mengadukan kasus ini ke Polda Jawa Tengah dengan berbagai pertimbangan. “Yang pasti mereka ingin kasus ini bisa cepat diproses sesuai hukum yang berlaku. Kami berharap masalah ini segera selesai dan nasib korban menjadi perhatian,” katanya.

Menurutnya, dengan ditangani Polda Jateng akan lebih cepat dan efektif sehingga harapan uang para korban yang nilai totalnya mencapai ratusan juta rupiah bisa kembali. Sebab, ada korban yang rela menjual tanah dan hasilnya untuk membayar “pelicin” untuk mendaftarkan anaknya menjadi pegawai BLUD RSUD Salatiga. “Kasihan para korban. Mereka hanya dijanjikan diterima bekerja di BLUD RSUD Salatiga. Padahal mereka sudah membayar puluhan juta rupiah tapi ternyata uangnya ditilap dan mereka ditipu,” ujarnya.

Kabid Humas Polda Jateng, Kombespol HMS Agus Triatmaja, dikonfirmasi Edi Sasmito dari FAKTA melalui WA pada Minggu (26/5) mengatakan bahwa surat pengaduan ke Ditreskrimum Polda Jateng tentang korban penipuan rekrutmen non PNS BLUD RSUD Kota Salatiga masih ada di meja direktur menunggu disposisi. (Tim)