Semua  

68 Tahun Menjaga Mata Air Durian Depun Tak Pernah Kering

(Kiri) H Rasyid saat diwawancarai FAKTA.
(Kiri) H Rasyid saat diwawancarai FAKTA.

DI tengah hiruk-pikuk uji coba pengaliran air baku dari sumber utamanya

(intake) di Kelurahan Durian Depun, Kecamatan Merigi, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu, Kamis (13/10), oleh Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) VIII Palembang, nyaris tak ada yang tahu siapa penjaganya.

Dialah H Rasyid, lelaki 87 tahun yang masih nampak gagah menggambarkan sebagai pekerja keras dengan pandangan mata tajam tapi sangat ramah bicaranya saat disapa FAKTA. Karena dialog dilakukan dalam bahasa Rejang, tentu banyak peserta dan undangan yang menghadiri uji coba pengaliran air baku tersebut tidak mengerti dan mengenal H Rasyid.

Kepada FAKTA, H Rasyid mengaku berasal dari Desa Kesambe, pinggir Kota Curup. Rasyid muda masuk ke Sungai Durian Depun (sumber mata air baku) untuk bertani tahun 1952. Saat itu ia baru berumur 12 tahun. Di situlah ia memulai belajar bertani, bekerja untuk mengais rezeki hingga rambut memutih di kepalanya. Ayah dari 5 orang anak dengan 20 cucu dan 18 cicit ini membangun mimpinya agar hidup generasi penerusnya (anak, cucu, cicit) akan lebih baik dari kehidupan yang dijalaninya sekarang.

“Saya sudah tua, yang tersisa hanya semangat hidup dan memberi motivasi kepada anak-anak agar membangun kehidupannya lebih baik. Cucu dan cicit saya agar sekolah yang tinggi. Jangan seperti saya,” tuturnya.

Ia pun mengaku sudah 64 tahun menjaga sumber mata air Durian Depun. “Bayangkan dari tahun 1952 hingga kini, hari-hari muda hingga di ujung senja saya habiskan di sekitar sini. Coba lihat kayu-kayu yang saya tanam, seperti kemiri, kayu manis dan lainnya sudah menjulang tinggi. Saya pesan kepada anak-anak dan cucu-cicit agar kayu-kayu ini tidak boleh ditebang apalagi digunduli. Jangan sampai ya mata airnya jadi terancam jika kayunya ditebangi,” paparnya.

Ketika ditanya lokasi lahan sawah pertaniannya, Rasyid berkata sambil menunjuk,”Ini di depan kita. Sebagian sudah jadi kolam, bersama kolam adik saya (keluarga). Saya nyaman tinggal di sini. Masih bisa melihat air yang jernih, pohon yang masih hijau, membuat pikiran saya tenang”.

Rasyid menjelaskan lebih jauh bahwa mata air yang dijaganya berpuluh-puluh tahun itu tak pernah kering. Ketika hari tidak hujan pun airnya tetap besar dan ketika hujan terkadang airnya terasa agak hangat. “Secara keseluruhan enak dan aman saja, hingga kini masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat sebagai sumber air minum yang bersih”.

Ketika ditanya apakah tanahnya dijual kepada pihak PDAM Kepahiang yang dulu bergabung dengan Kabupaten Rejang Lebong, di mana Kepahiang masih berstatus kecamatan, sambil mengarahkan pandangannya ke langit Rasyid dengan cepat mengatakan, tidak dijual melainkan diberikan cuma-cuma untuk pembangunan. “Saya diberi kompensasi bekerja di sini sebagai penjaga PAM lama dan ada surat dari bupati dalam bentuk SK (Surat Keputusan). Sampai sekarang sudah 10 tahun tidak diberi gaji, kalau dulu ada bantuan rokok dan makan, kini tidak lagi. Ketika saya sudah tiada nanti bisa diganti dengan anak atau cucu saya untuk meneruskan tugas saya ini. Saya berharap ada pertimbangan dari pemerintah, di usia senja ini saya bisa dapat bantuan sekedar untuk makan dan minum. Saya merasa sudah sangat dekat dengan kawasan ini, karena sejak muda saya di sini”.

Dari pengamatan FAKTA, sudah seharusnya Pemerintah Kabupaten Kepahiang menghargai kerja keras H Rasyid yang sejak muda memelihara (melestarikan) sumber mata air yang kini menjadi sumber kehidupan masyarakat Kepahiang, menikmati air bersih yang layak minum. Apalagi kini ia menikmati hari-harinya di ujung senja. Sudah selayaknya kita memahami perjalanan hidupnya menyelamatkan sumber air minum di Durian Depun. (F.993) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com / www.instagram.com/mdsnacks